"mereka tidak akan membiarkanku hidup, aku hanya takut mereka akan menyakitimu. Naomi, aku mohon" Veranda memejamkan matanya beberapa detik membiarkan semua airmata yang sedari tadi ia tahan, keluar membentuk patahan-patahan kecil dipipinya, patahan yang menunjukan betapa ia sedang berusaha menahan rasa sakit, patahan yang seolah menjadi lambang dari penderitaannya selama ini.

Sepasang tangan Naomi terangkat menghapus airmata dipipi Veranda, "selama ada aku, mereka tidak akan bisa membunuhmu, kematianmu hanya bisa menjadi angan-angan untuk mereka"

Veranda menggeleng kuat, "aku tidak memikirkan kematianku tapi kamu Naomi, mereka akan membunuhmu"

Naomi mengembuskan napas berat lalu bersandar, memandang lelah kebawah lantai, "jika seseorang siap menjalani hidup, dia juga harus siap menghadapi kematiannya"

"aku hanya merasa takut"

Kembali Naomi menatap Veranda, ia menghela napas sebelum akhirnya menggenggam kedua tangan Veranda untuk menguatkannya, "ketakutan hanya bersemayam pada diri seseorang yang lemah, ketakutan hanya boleh dirasakan oleh seseorang yang berada dalam lingkaran kesalahan. Kenapa kita harus takut?"

"ketakutan itu manusiawi, apa aku tidak boleh merasakan takut? Sedangkan aku adalah seorang manusia"

"aku tidak akan membiarkan rasa takut itu melemahkanmu"

"kenapa? Bukankah tujuan kita dari awal hanya ingin mengetahui siapa pembunuh kakak ku, aku sudah mengetahuinya"

Naomi melepaskan genggamannya, lalu menundukan sedikit wajahnya tidak tau apa yang harus ia katakan. Gadis itu benar, untuk apa ia berada disini? Mengemis sebuah kebersamaan, sementara ia tau Veranda sudah menjauhinya seolah tidak ingin bertemu dengannya

Dirasa tidak ada jawaban, Veranda bangkit mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam namun baru beberapa langkah, ia merasakan sepasang tangan melingkar diperutnya

Naomi menyandarkan dagu dibahu Veranda, ia menghela napas lalu berbisik lembut, "jangan menjauh aku mohon"

Untuk beberapa detik Veranda terdiam mendengarkan ucapan setengah kaku itu, apa yang harus ia lakukan saat ini? Ia tidak bisa bersama dengan Naomi karena ia tau, nyawa Naomi terancam jika Naomi tetap ada disampingnya namun ia juga tidak bisa menjauh dari Naomi dan membiarkan hati gadis itu tersakiti hanya karena ketakutan yang tengah menyelimuti hatinya.

"jika mereka tidak bisa menjatuhkan jari tanganku, bagaimana mungkin mereka bisa membunuhku? Mereka tidak akan mampu dan tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk bisa menghancurkanku. Kenapa kau mengkhawatirkan hal itu dengan berusaha menjauhi ku dan mambuat hatiku hancur? Penjahat sebenarnya bukan mereka tapi kamu, Veranda"

Veranda semakin terisak, ia melepaskan rangkulan tangan Naomi diperutnya dan langsung berbalik untuk memeluk Naomi

"maaf, Naomi" ucap Veranda menenggelamkan wajahnya dicaruk leher Naomi dan membiarkan semua airmatanya tumpah dalam pelukan Naomi, pelukan yang selalu mampu menghangatkan hatinya, pelukan yang selalu bisa memberikannya kedamaian, pelukan yang menjadi sumber atas semua ketenangannya.

Naomi mengangguk pelan seraya mengusap lembut rambut Veranda, ia menghela napas lega, merasa sangat tenang melihat satu masalah sudah memutuskan untuk pergi menjauh dari hidupnya

"bagaimana jika mereka membunuh kita?" tanya Veranda masih tidak mau melepaskan pelukannya

"sama seperti waktu, kematian juga tidak akan bisa dihambat. Tapi sebelum kematian itu benar-benar datang, aku akan selalu berusaha melindungimu"

Sebuah suara mendarat ditelinga Naomi, ia memejamkan mata berusaha mengenali suara apa itu. Seperti suara langkah kaki seseorang dari luar, sejurus kemudian ia tersadar ada sesuatu yang tidak beres dan segera melepaskan pelukan Veranda.

Veranda terkesiap menatap Naomi seolah menanyakan ada apa. Naomi menggeleng menggenggam tangan Veranda untuk masuk kedalam rumah namun sepertinya ia terlambat ketika merasakan sebuah batu berukuran sedang menimpa kepala belakangnya

"mau kemana kalian?" tanya seseorang dari ambang pintu

Naomi dan Veranda berbalik. Melihat seseorang yang sudah tidak asing lagi, Naomi langsung menarik tangan Veranda agar bisa bersembunyi dibalik punggungnya

"ada urusan apa?!" tanya Naomi tajam

Tangan Veranda bergetar hebat melihat darah keluar dari kepala Naomi, apa yang baru saja ia takutkan berubah menjadi nyata, tepat dihadapannya

Orang itu memutar sebuah pistol ditangan kanannya, "drama romantis, tapi sepertinya kalian harus mengucapkan kata perpisahan"

"aku sudah memberikan setengah dari hartaku! Bahkan perusahaanku! Kenapa kau masih menggangguku?!" tanya Veranda mulai histeris. Rasa takut, sedih dan emosinya seolah berkerja sama untuk melemahkannya, "aku tidak menyangka, orang yang selama ini bersamaku bisa melakukan hal sejahat ini!"

Naomi menatap Veranda lalu menggeleng pelan memberi isyarat agar Veranda tidak berbicara. Ia mengembuskan napas berat lalu kembali menatap tajam orang itu, "keluar!"

Orang itu tertawa keras, "aku tidak akan keluar sebelum melihat salah satu dari kalian mati, masalah ini bukan hanya soal harta tapi juga kepuasan hati"

Perlahan orang itu mengangkat pistolnya dan bersiap menekan pelatuk, "selamat tinggal"

DOOOR DOOOR DOOR

"Naomi!!"

"Veranda!!"

***

Oh ya, ini covernya nyolong di admin VeNomi. Siapapun yang bikin atau yang kenal sama yang bikin(?) bilangin saya minta izin yaa

Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang