Part 4

192 4 0
                                    

Aku berjalan dengan langkah gontai menuju kantin sekolah. Tidak berbeda jauh dariku, Talia juga terlihat lesu. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena pembagian kelompok Ibu Winda tadi. Entah kenapa aku sering merasa sial akhir-akhir ini. Mungkin karena Ale penyebabnya. Eh tapi kenapa aku menyebut nama Ale? Baiklah, tidak masalah. Ale memang pantas disalahkan.

"Lo mau makan apa?" Tanya Talia begitu kami mendapat meja.

"Gue pengen nyemil batagor."

Talia kaget ketika mendengar apa yang kupesan. "Pala lo nyemil! Kalau nyemil mah roti, bukan batagor!" Ucapnya sewot.

Aku hanya tertawa kecil mendengar nada sewotnya. "Terus minum apa?" Sambung Talia.

"Es teh manis deh, biar gue makin manis." Jawabku narsis yang dihadiahi lengosan oleh Talia.

Talia pun berbalik pergi setelah ku berikan selembar uang dua puluh ribuan. Tiba berapa lama kurasakan seseorang duduk disebelahku sambil merangkulku.

Spontan aku sedikit terkejut. Ku palingkan wajahku menghadap seseorang yang sudah dengan seenaknya merangkul pundakku. Di sebelahku sudah ada Ale dengan senyum termanisnya.

Aku berusaha melepaskan rangkulannya sambil menatap Ale dengan horor. "Lo gila ya? Nanti kalau Mita liat gimana?"

Bukannya terlepas, justru Ale mengetatkan rangkulannya padaku. "Mita dan babu-babunya lagi dipanggil ke ruang BP." Bisiknya.

Sebenarnya aku merasa risih dengan rangkulan Ale. Tapi aku juga merasa percuma kalau berusaha untuk melepaskan rangkulan itu. Karena, semakin aku berusaha melepaskan, semakin Ale mengetatkan rangkulannya juga. Jadi aku diam saja.

Tidak berapa lama kulihat Dito dan Ian selaku teman-teman Ale, datang dan ikut duduk ditempatku. 

"Mesra bener mas?" Ledek Dito.

"Berisik banget lo To." Jawabku kesal.

Serius deh, Dito itu nggak kalah menyebalkan dari Ale. Berbeda dengan Ian yang lebih bisa sedikit 'normal'.

Talia pun datang dengan membawa pesananku. Sebelumnya dia menatapku dengan penuh tanya ketika melihat Ale, Dito, dan Ian sudah duduk dimeja yang sama denganku. Tapi aku memberikan Talia kode bahwa aku akan menjelaskannya nanti. 

Aku mulai menyuap batagorku, disamping kananku sudah ada Talia yang duduk sambil menyantap sotonya. Sedangkan disamping kiriku sudah ada Ale yang tidak jelas apa niatnya duduk disini. Dito dan Ian duduk didepanku sambil sesekali mencari kecengan baru. Sudah tidak perlu ditanya lagi, Dito dan Ian sudah dicap sebagai "most playboy" di sekolah ini.

Baru aku akan menyuap batagor lagi, tiba-tiba tanganku ditarik Ale dan diarahkan sendok itu menuju mulutnya. Jika orang lain melihatnya, mungkin mereka akan berpikiran kalau aku sedang menyuapi Ale. Bisa turun pasaran aku!

Ale mengunyah dengan santainya sambil sibuk memainkan handphone-nya. Tidak dipedulikannya aku yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Tanpa aba-aba Ale berdiri. Ia memandangku tanpa dosa sambil berbisik, "Ntar pulang sekolah gue tunggu di parkiran. Lo pulang bareng gue. Mama tadi sms gue, katanya dia mau pergi bareng Bunda. Jadinya lo di rumah gue aja dulu."

"Tapi kan gue bawa---" Belum sempat aku menjawab, Ale sudah memotong, "Kata Bunda kunci lo ketinggalan di rumah."

"Di rumah kan ada---"

"Kyla ada kerja kelompok, pulangnya baru sore."

Aku kalah telak. 

"Kok lo tau semua sih? Perasaan Bunda nggak ngomong apa-apa ke gue?" Tanyaku polos.

HTS (Hubungan Tentang Status)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang