PROLOG

406 22 9
                                    




"Pelan-pelan naruhnya, Din." Tegur Annisa.

Dinda mengangguk, memperhatikan setiap sudut dari pondasi UNO. Memastikan bahwa UNO tidak akan jatuh.

Setelah 5 detik berlalu, UNO belum jatuh, "Yeah! Gak jatuh!" tutur Dinda.

Kelompok dua menghela nafas, mereka belum bisa menang. Saatnya, Rendi yang menaruh UNO.

Siswa kelas 9a sedang melakukan rutinitas yang memang selalu mereka lakukan setiap ada waktu lenggang, seperti saat ini contohnya, karena guru belum masuk, mereka memanfaatkan waktu dengan bermain UNO balok dan berwarna-warni itu.

Semua mata memandang UNO yang telah berdiri cukup tinggi itu, mereka membentuk dua kelompok; kelompok pertama beranggotakan perempuan, dan kelompok kedua beranggotakan laki-laki. Mereka sama-sama menunggu apakah UNO itu akan betul-betul rubuh saat ini, waktu seakan berjalan dengan lambat ketika posisi UNO itu mulai tidak lurus lagi alias miring.

"Kapan jatuhnya..." Sahut Salsa. "Jatuh lah, jatuh lah."

"Angin mana angin." celetuk Farah. Ya, sekali saja hembusan angin datang, sekecil apapun itu, sudah mampu merubuhkan pondasi UNO. Dan jika rubuh, kemenangan akan berpihak kepada kelompok pertama.

Rendi melipat kedua tangannya. "Sekarang nyari-nyari angin, pas masuk angin, nyari tolak angin." Jawab Rendi sekenanya. "Angin juga butuh kepastian."

Farah terkekeh pelan. "Dasar, baper aja lo."

Rendi memutar bola matanya, kemudian kembali fokus pada UNO yang ada di depannya. Semua juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Rendi.

"Ini udah lebih dari lima detik, giliran lo semua." Rossi menatap satu persatu anggota kelompok pertama. "Sampai sapi bertelur, UNO ini gak bakalan jatuh, emang belum waktunya."

"Yah,"ucap Salsa. "Belum jatuh juga."

"Udah, Put, lanjut aja." tegur Fika.

Putry menghela nafas, mengamati satu persatu kumpulan balok UNO yang berukuran kecil di hadapannya, seperti sedang mencari sesuatu."Nyari apaan sih lo, Put?" kini, Lulu bersuara.

"Iya, Put. Nyari apa?" Dwinda juga ikut bertanya.

"Diem." Tatapan Lulu masih mengamati satu persatu kumpulan balok berwarna-warni dihadapannya itu. "Gue nyari UNO yang warna hijau, yang udah gue tandain pake spidol, tulisannya Milik Putry."

Lulu dan Dwinda ikut mencari UNO yang dimaksud Putry, yang lainnya hanya diam, menunggu Lulu, Dwinda ataupun Putry mendapatkan benda yang dimaksud. Sebagian diantara mereka telah merasa lelah menunggu tiga perempuan yang masih meneliti balok-balok berwarna warni itu.

"seabad kemudian." ucap Ainun sambil menatap Lulu, Putry Dan Dwinda bergantian. "Ada gak, Lu? Put?"

"Lama banget lo nyari nya." gerutu Aqsa

"Gak ada deh," ucap Lulu. "Emang tadi, lo pake spidol warna apa?"

Putry memasang tampang berpikir, mencoba mengingat sesuatu. "Oh iya," responnya setelah hening yang cukup lama. "Gue lupa, tadi gue pake spidol warna ijo, tapi karena gak keliatan, gue hapus lagi tulisannya, pantas gak nemu ya."

"mantap jiwa." celetuk Ika.

Seisi kelas menyoraki Putry, perempuan itu hanya memasang cengirannya. "Sorry, oke gue mulai nih."

Putry mengambil asal satu balok warna hijau, meletakkannya pada pondasi UNO, berharap bahwa UNO itu tidak terjatuh. 5 detik kemudian, belum ada tanda-tanda UNO akan rubuh. "Yeah, Udah lewat lima detik, giliran lo."

SolbioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang