Jilid 16 : Jumpa Cek-In-Nio lagi

Start from the beginning
                                    

Si nona bertopeng, yang sedari tadi berdiam saja, lantas campur bicara, Ketika ia berbicara suaranya halus dan merdu bagaikan suara burung kepodang.
"Tuan meskipun kau bicara benar tetapi tidak seharusnya benda itu dirampas dari tangan kami," katanya.
Sangat sedap suara itu masuk ke dalam telinga. Tiong Hoa heran ia berpikir.
"Suaranya begini merdu, dia mestinya sangat cantik," pikirnya. si pria bertopeng lantas mengawasi kawannya.
"Dalam hal itu, memang nona itu sedikit salah," berkata Tiong Hoa, "akan tetapi dia telah terkena pukulan cit seng Giang jiewie rasanya itulah sudah cukup untuk menutup kesalahannya itu, Aku yang rendah melihat jiewie bukanlah manusia-manusia yang jahat, oleh karena itu mudah-mudahan dimana yang dapat, sukalah jiwie memberi ampun. Baiklah jiewie tunggu sampai nona ini sudah sembuh, nanti dia datang berkunjung kepada jiewie untuk menghaturkan maafnya...
Dibawah sinarnya matahari, tangan itu putih dan halus bagaikan saiju.

Tanpa merasa, Tiong Hoa mengawasi tangan orang itu, Dia bukan pemogor atau si mata keranjang, dia toh sangat tergiur hati-nya. Maka itu dia menjadi terdiam saja. Disitu ada berkumpul banyak orang.
Tadi mereka lari serabutan sebab si pemuda menghajar gempur tembok kota, sekarang mereka merubung pula. Mereka juga melihat orang seperti mengadu bicara.
Si nona bukannya mendongkol atau gusar karena orang mendelong, sebaliknya dia tertawa geli.
"Mari" ia berkata pula, "Kau ambil itu kotak di saku si nona, kau serahkan padaku lantas kami pergi"

Tiong Hoa bagaikan sadar. ia menggleng kepala.
"Menyesal, tidak dapat aku menerima baik permintaan kau ini, nona" katanya sabar. "Nona itu telah menerima tugas dari pemilik asal benda itu untuk mencari dan mengembalikannya dari itu, tak dapat kau ber buat apa-apa..."
Tiba-tiba si pemuda bertopeng menoleh kepada si nona kawannya. "Encie..." katanya, lalu mendadak pula ia berdiam. Nona itu menggoyang kepala, ia memandang Tiong Hoa.
"Sikapmu ini tak bagus untuk kau dan aku." katanya. "Kau tidak ketahui kebiasaan kami, satu kali sudah mengulur tangan, tak dapat kami menariknya pulang dengan tangan kosong Lagipula, siapa pun membuat susah kepada kami, dia mesti mati tak keruan sekarang ini terhadapmu, kami sudah berlaku luar biasa sabar, dari itu-janganiah kau tidak tahu selatan-"

Hati Tiong Hoa berCekat, Tadinya ia dipanggil tuan, sekarang kau. itulah suatu perubahan sikap. hanya tak tahu ia, perubahan apa itu.
"Kenapa kau memaksa, nona?" kata ia perlahan, tapi nada suaranya dalam. "Mengenai urusan ini, baiklah, aku menerima baik, hanya, jika la u jiewie suka memandang aku, sukalah kamu bersabar, nanti dalam setengah tahun, aku pasti akanpergi ke Hek Liong Thoa, kepada tongkee kamu, untuk menyelesaikannya."
Muda mudi bertopeng itu terkejut hingga mereka mundur satu tindak. keduanya saling mengawasi, inilah disebabkan disebutnya nama Hek Liong Thoa itu. Cara bagaimana kau mengenal asal-usul kami?" si nona tanya, heran-Tlong Hoa bersenyum,
"Mengandal kepada pukulan cit seng elang saja telah aku ketahui jiewie yalah orang-orang luar biasa dari Rimba Persilatan-" sahutnya, "Bukankah di selatan telah termashur namanya Pak Pouw lam Pit ? jiewie pastilah orang dari Giam ong Leng cit-seng-cioe Pouw Liok It "

"Tuan matamu tajam sekaii." berkata si anak muda bertopeng, "Hanyalah walaupun sekarang ini kami menghentikan usaha kami untuk tuan sulit akan tiba dengan selamat di Hek Liong Thoa jikalau sekarang kami pulang dengan tangan kosong maka tiga hari kemudian pasti bakal berkeliaran banyak orang yang mencari tuan hingga kamu bakal tak dapat tidur nyenyak."
Tiong Hoa menangkap kedua tangannya.
"Silahkan jiewie menghentikan usaha jiewie sekarang." ia berkata tertawa, "Perihal segala sesuatu yang bakal datang terserah kepada Thian Yang Maha Kuasa. Aku yang rendah percaya betul bahwa aku bakal dapat melindungi sisa hidupku ini untuk aku dapat menemui tongkee kamu."

Si anak muda bertopeng mengawasi kawannya, ia bungkam, maka sesaat itu sunyi suasana diantara mereka kedua belah pihak. Baru kemudian terdengar si nona menghela napas, terus terdengar suaranya yang bersifat menyesal dan penasaran: "Tahukah kau yang kami tak dapat mundur dengan tanpa bertempur lagi? Tahukah kau bahwa kami pun tak dapat menurunkan tangan jahat karena kami harus menaruh belas kasihan?"
Tiong Hoa tertawa.
"Meski aku yang rendah berkepandaian sangat tak berarti, tapi rasanya aku masih dapat menyambuti jiewie," ia kata. "jikalau memangnya pertempuran tak dapat dihindarkan, buat apa kita masih mengadu lidah?"
"Tuan, kau sangat terkebur^ tegurnya, "jikalau begitu, jangan kau sesalkan kami telengas"

Bujukan Gambar Lukisan - Wu Lin Qiao ZiWhere stories live. Discover now