Chapter 32

1.8K 241 83
                                    

Majalah ibu dan anak sudah dibolak-balikkan tiap halaman oleh Hazel. Kemudian akan kembali ke halaman depan dan Hazel akan membaca sekilas tiap halaman lagi tanpa minat. Penggalan judul dari artikel dipandang kosong. Asupan terbaik untuk calon bayi. Hazel melenguh. Kehamilannya kali ini dibawah kata sehat.

Dirinya jarang makan buah dan sayur. Meneguk susu pun kadang tak mau. Ia bahkan sudah mencap dirinya sebagai ibu terburuk.

Dua tas berukuran besar tergeletak di pojok ruangan. Hazel nyaris berhasil membawanya keluar dua hari yang lalu. Sayangnya Lily bergerak selangkah lebih maju. Kunci mobilnya ditahan oleh tuan rumah. Hazel hanya bisa mendengus kesal ketika melihat sebuah catatan kecil yang tertempel di dekat gantungan kunci mobil.

'Jangan pernah coba-coba untuk kabur :)

-Lily dan Zayn'

Dan sekarang duduklah ia di sofa tanpa tahu akankah rencana kaburnya akan berhasil atau tidak. Ava tak keberatan tinggal lebih lama lagi di rumah Zayn dan Lily. Ia bahkan menginginkan untuk tinggal di sana saja setelah kemarin Zayn membelikannya sebuah boneka yang tengah dimainkannya. Ia bahkan sudah 'tidak peduli lagi' dengan perpisahan ayah dan ibunya.

Ava terkikik kecil saat kartun kesukannya yang dipasang di televisi melakukan hal bodoh. Gadis itu sibuk menuangkan teh imajinasinya ke dalam cangkir kecil boneka barunya yang sengaja didudukkan di kursi mainan.

"Mom, lucu banget deh filmnya," Ava menepuk-nepuk lengan Hazel yang langsunh membuat Hazel menoleh dan memasang wajah tertariknya, "masa Spongebob-nya bisa niup balon sampai besar banget..."

Celotehan Ava sedikit menghibur Hazel dari kegalauannya. Memikirkan perceraian, cara kabur, dan hidup barunya membuat ia pusing bukan main. Cara Ava menjelaskan begitu menggemaskan. Sangat mirip seperti Niall.

Hazel terhenyak. Ia bisa saja memulai hidup yang baru namun ia tak akan pernah bisa melupakan lelaki yang begitu berarti dalam hidupnya. Lelaki itu akan terus berada di sudut pikirannya.

Tanpa Hazel sadari ia mengelus wajah Ava dengan lembut dan berbisik lirih, "kamu mirip sekali dengan ayahmu."

Bisikkan itu terlalu pelan hingga Ava tak mendengarnya. Menghiraukan apa yang diucapkan Hazel, Ava kembali sibuk dengan bonekanya. Hazel menarik nafasnya dalam-dalam.

Cukup. Tak perlu lagi mengingat dia.

Suara dentingan piring dari ruang makan menarik perhatian Hazel. Ruang makannya hanya dibatasi sekat dan lorong kecil tak berpintu sebagai akses masuk. Dari tempat ia duduk, Hazel hanya dapat mendengar percakan Zayn dan Lily. Sayang percakapan mereka tertangkap samar karena angin bertiup kencang di luar.

Tak lama kemudian derap langkah terdengar dari belakangnya. Lewat ekor matanya, Hazel mencoba mendapat penglihatan yang lebih jelas.

Lily dengan baju hangat kebesaran mengikuti Zayn dari belakang yang berpakaian rapih. Jelas sekali jika ia ingin pergi ke suatu tempat. Di depan pintu masuk rumah, mereka terdiam.

Dibenarkannya kerah jaket Zayn yang terlipat ke dalam lantas Lily menatap ragu kepada suaminya, "kau yakin tetap mau ke sana? Sepertinya akan hujan deras."

Diam-diam Zayn melirik pada Hazel yang beralibi tengah membaca majalah, "Liam dan Louis sudah jalan ke sana," Zayn bersuara sepelan mungkin, berusaha tak terdengar oleh Hazel.

Rencana untuk mengunjungi Niall sudah disusun matang-matang oleha Zayn, Liam, dan Louis. Mereka ingin mencoba memperbaiki hubungan Hazel dan Niall meskipun mereka sendiri tak yakin akan hal itu. Namun ada satu hal lagi yang lebih penting daripada itu; Alex. Mereka bertiga sempat tak mempercayai akan kabar itu. Mereka kira hanya sekedar gosip belaka.

Hold tight | njh✔️Where stories live. Discover now