Chapter 8

3K 315 135
                                    

Jari telunjuk Hazel mengitari bibir gelas minumannya yang menyisakan setengah lemon squash yang diambilnya tadi. Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan menahan rasa iri yang menggebu-gebu dalam dirinya. Melihat kebahagiaan kedua sahabatnya yang berada satu meja dengannya membuatnya senang dan juga kesal. Mereka bisa bahagia dengan pasangan mereka masing-masing. Sedangkan dia? Hah, jangan berharap. Ia terpuruk di dekat lelaki berambut keriting ini.

Apa yang dipikirkannya sedaritadi benar-benar terjadi. Ketika ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam hall yang sudah disulap seperti pesta dansa waktu sebelum kelulusan semua pandangan langsung tertuju kepadanya atau lebih tepatnya kepada Harry. Mereka semua mencoba menahan tawanya melihat penampilan Harry yang berlebihan.

Hazel hanya bisa tertunduk menutupi wajahnya. Sekali lagi, ia benar-benar menyesal memilih keputusan ini.

Mata Hazel bergerak ke arah sisi kanannya, Liam dan Sophia terlihat amat romantis. Ketika wanita berkulit agak kecoklatan itu berbicara, Liam menatapnya. Ia bagaikan menelaah tiap kata yang keluar dari bibir kekasihnya. Sampai akhirnya Sophia menyadari itu dan tersenyum malu.

Jika diibaratkan kisah cinta mereka bagaikan jalan tol yang lurus dan mulus tanpa ada gangguan sedikitpun. Ditambah lagi bunga-bunga yang tumbuh di sisi jalan yang terlihat manis. Sungguh indah.

Ia beralih ke arah kirinya. Zayn dan Lily tengah mempeributkan hal yang benar-benar tidak penting. Pasangan yang satu ini nyaris seperti kloningnya dengan Niall. Dari awal mereka bertemu hingga saat ini. Tapi bedanya di jalan tol yang menjadi ibarat dari kisah cinta mereka, jalanan Zayn dan Lily lurus dan mulus juga sedangkan Niall dan Hazel dihalangi tembok besar yang bertuliskan nama Harry.

Jika ia bisa mengulang waktu, ia tak akan mau bertemu dengan Harry, ia tak akan mau menengok ketika Lily berkata jika ada murid baru yang tampan, ia tak akan menuju hall dan mengutarakan kekesalannya waktu itu. Ia menyesali masa lalunya jika ia tahu kedepannya bakal seperti ini.

Sedari tadi ia menanti kehadiran Niall, bahkan ia sudah menyiapkan satu kursi kosong di sebelahnya dan Liam. Tetapi lelaki pirang itu tak juga kelihatan batang hidungnya.

Ia menghela nafas untuk yang kesekian kalinya pada malam ini.

"Aku mau ambil makanan dulu, kau mau ku ambilkan?" suara Harry membangunkannya dari lamunan.

Hazel menengok kikuk dan menggeleng cepat. "Tidak usah."

Pun Harry bangkit dari tempatnya dan berjalan menuju buffet makanan yang terbaris di pojok ruangan.

"Dia membosankan sekali, Haz," gerutu Zayn yang sudah menghentikan candaannya dengan Lily. "Awalnya aku ingin mengajaknya berbincang tapi dia terlihat jutek sekali. Jadi ku urungkan saja niat baikku itu."

"Aku setuju, dia seperti patung tadi. Mana tidak mengajakmu berbincang lagi," tambah Liam. "Bagaimana menurutmu, Soph?"

Merasa terpanggil, Sophia langsung mendongkak. "Well, aku sedikit mempelajari membaca sifat seseorang dari temanku dan menurut hasil pengamatanku temanmu- eh, maksudku kekasihmu itu adalah seseorang yang angkuh."

"Memangnya kau dan Niall kenapa sih? Lagi bertengkar?" tanya Liam. Lily dan Zayn saling bertukar pandang sebelum tertawa lepas mengingat apa yang telah mereka saksikan sebelumnya.

Hazel yang sadar dirinya tengah diledek itu langsung melemparkan segumpal tissu ke arah pasangan itu. Wajahnya sudah semerah tomat. Bayangkan saja jika kalian reuni dan kata-kata yang keluar dari orang-orang yang ditemuinya adalah; "Sudahlah, buat apa kau ke sini lebih baik kau pulang dan puaskan suamimu itu."

Hazel merasakan sesuatu yang hangat melingkar di sekitar leher belakangnya, ia menoleh ke arah kanannya dan mendapati lelaki yang sedari tadi dicarinya sudah berada di sebelahnya.

Hold tight | njh✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя