Chapter 18

2.2K 272 79
                                    

Hazel mengekori Niall keluar dari kamar Rose. Mood-nya sudah lebih baik setelah beberapa jam bersenda gurau dengan Rose dan Niall. Menurutnya tak ada waktu yang lebih baik selain menghabiskan waktu dengan dua orang yang dicintainya itu.

Tangannya bergerak menutup pintu dibelakang. Senyum masih terlihat di wajahnya, mengingat betapa keras kepalanya Rose tadi. Padahal Hazel hanya meminta tidur di kamar Rose saja. Sekalian untuk menemaninya. Namun dengan ribuan alasan yang dimilikinya, Rose berhasil mengusir anaknya dari kamar.

Ternyata sifat itu masih mendominasi Rose. Hazel kira setelah beberapa bulan tidak bertemu kepala ibunya tak sekeras dulu. Sifat keras kepala itu pun turun ke anak semata wayangnya yang kadang mempengaruhi suaminya.

Bibirnya menjadi satu garis tipis setelah matanya menangkap Niall yang melipat kedua tangannya di dada dan memperhatikannya dalam diam. Dari raut wajahnya Niall seakan memikirkan hal penting. Raut wajah yang dilihatnya ketika Niall berkutat di depan laptopnya saat mendapat laporan dari bawahannya. Hazel yakin betul ada yang perlu Niall sampaikan. Sesuatu yang dipendamnya selama beberapa jam terakhir.

Sesungguhnya masalah diantara mereka lah yang mengganggu Niall. Yang membuatnya termenung ketika Rose berbicara sampai Rose harus mengejutkannya hingga ia hampir menyemburkan air mineral di mulutnya ke wajah Rose.

Tak dapat ia bayangkan jika ia benar-benar melakukan itu, mungkin ia sudah di suruh menyuci kaki ibu mertuanya dengan kembang tujuh rupa.

"Punya waktu sebentar? Kita harus bicara."

Suaranya terdengar tenang namun memiliki berbagai arti dibelakangnya. Matanya masih terkunci kepada Hazel yang menggaruk tengkuknya karena salah tingkah diperhatikan terus menerus oleh Niall. Mungkin apa yang mereka lakukan di dalam tadi hanyalah sebuah pencitraan agar terlihat baik-baik saja. Dan setelah keluar dari kamar Rose semuanya kembali seperti yang seharusnya.

"Tentu. Di halaman belakang saja bicaranya," tanpa menunggu persetujuan Niall, Hazel memimpin perjalanan mereka menuju halaman belakang. Niall memilih untuk sedikit menjaga jarak, mengingat Hazel yang mungkin saja masih sedikit sensitif.

Anak rambutnya tertiup angin malam dikala ia membuka pintu yang membatasi bagian dalam rumah dan halaman belakang. Pohon cemara yang masih berdiri tegap sedikit berayun ketika angin bertiup. Sesemakkan saling bergesekkan, memberikan efek suara tersendiri. Di tengah sana sebuah air mancur diberikan penerangan dari empat sisi yang berbeda, memperlihatkan kedetailan ukiran yang menghiasi air mancur itu. Sayang, tak ada air yang mengalir sehingga air mancur itu terlihat seperti dekorasi taman biasa.

Hazel mendudukkan dirinya di anak tangga, menoleh kepada Niall yang masih bergeming di tempatnya. "Sini," tangan Hazel menepuk ke lantai baru di sebelahnya beberapa kali, memberikan kode aar Niall ikut duduk di sebelahnya.

Dalam diam, Niall duduk di sebelah Hazel. Helaan nafas terdengar setelah Niall mendudukkan dirinya. Hal itu tak membuat Hazel menoleh. Ia masih disibukkan dengan pemandangan di sekitarnya.

Malam tak seindah biasanya. Bintang-bintang kini bersembunyi di balik gumpalan abu-abu yang menggantung di langit. Tak hanya bintang, bulan pun ikut kena imbasnya. Malam ini, kejayaan bulan terhalangi. Sesekali suara gemuruh terdengar. Garis-garis petir terlihat di antara gumpalan itu.

"Kita akan membicarakan masalah tadi bukan?" Hazel memulai pembicaraan setelah selama beberapa menit keheningan menyelimuti mereka. Tangannya sibuk memilin ujung bajunya. Ia mulai menyimpulkan sendiri topik yang akan mereka bicarakan. Tak apa kan menebak daripada mereka terus diam.

Hold tight | njh✔️Where stories live. Discover now