Chapter 17 : Terrorist Attack!

888 31 5
                                    

Di Rumah Dinas Dandim Sangihe pukul 05.15 wita . . . . .


Setelah subuh, Danramil bersama dengan Camat dan Kapolsek langsung pergi ke Kabupaten Sangihe dengan naik helikopter milik patroli penerbad. Dengan transportasi perahu mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam lamanya. Hari ini Danramil itu sedang berada di ruang rumah dinas Dandim Sangihe bersama Dandim, Kapolres, Kapolsek, dan tak ketinggalan pula Bupati yang datang ke sini untuk membahas tentang adanya penyerangan oleh kelompok tak dikenal ini.

"Dini hari tadi sekitar pukul 00.30 telah terjadi penembakan oleh sekelompok orang tak dikenal diduga adalah para teroris karena berdasarkan laporan warga dari daerah pantai. Mereka berjumlah sekitar 30an orang lebih dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa senjata api laras panjang. Mereka datang dari daerah luar kemungkian mereka bukan orang Indonesia karena menurut pelapor mereka berbicara dengan bahasa asing atau lebih tepatnya bahasa Filipina. Saat kejadian mereka telah menembak tiga anggota TNI AL yang berjaga di Pos TNI AL dan dua anggota Polisi yang berada di Pos Polisi." Terang Danramil.

"Baiklah laporan akan saya tindak lanjuti karena itu mungkin bisa jadi adalah teror dari kelompok perompak ataupun para penjahat yang biasa beraksi di perairan antara Indonesia dan Filipina." Kata Dandim.

Tak lama kemudian ponsel milik Danramil dan Kapolsek pun bergetar bahwa ada pesan masuk.

"Our whole village you've mastered and you've become our citizens hostage. soldiers and police here already we kill everything." ( Seluruh desa anda sudah kami kuasai dan warga anda sudah kami jadikan sandera. Para tentara dan polisi di sini sudah kami habisi semuanya. ) sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal yang kemungkinan adalah dari kelompok yang menyerang tempat mereka.

"Mereka telah menguasai seluruh Kecamatan." Kata Danramil.

"Apa?!" Kapolsek terkejut.

"Mereka menyandera seluruh warga dan membunuh anggota dari Koramil dan Polsek." Kata Danramil.

Kapolsek pun hanya tertunduk pasrah dan memikirkan nasib anak dan istrinya di sana. Semuanya yang berada di ruangan itu hanya diam saja dan memikirkan agar kelompok itu tidak melalukan hal yang bisa menyebabkan korban jiwa apalagi warga desa. Tanpa pikir panjang Dandim pun harus mengontak komando pusat untuk meminta bantuan karena dari pesan singkat ini sebuah ancaman yang serius.

"Kita harus meminta bantuan dari komando pusat." Kata Dandim.



Di rumah dinas Zelado pukul 05.45 wib . . . .


Hari ini seperti biasa Zelado bersiap untuk berangkat ke Mabes ABRI. Ia sudah mengenakan seragam PDH TNI Angkatan Daratnya. Ketika mau berangkat ada suara ketukan pintu dari luar.

TOK! TOK! TOK!

"Iya bentar." Zelado berjalan menuju pintu depan.

Setelah membuka pintu ternyata adalah Nabilah yang datang.

"Nabilah." Ucap Zelado.

"Selamat pagi Mas Zelado." Sapa Nabilah tak lupa memperlihatkan senyumannya yang manis.

"Pagi juga Nabilah......." Balas Zelado. "Ada apa kok datang pagi – pagi gini?" Tanyanya.

"Aku mau mampir bentar, sekalian aku bawain sarapan pagi buat kamu." Jawab Nabilah lalu memperlihatkan sekotak berisi makanan. "Nggak buru – buru kan?" Tanyanya.

World At War IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang