8. Satu Rahasia

Mulai dari awal
                                    

"Masa sih, Neng?"

"Iya, Pak, saya tidak minum kopi." Malya berkata dengan rikuh. Matanya menangkap Rajendra yang tengah menyesap kopi tanpa peduli dengan Malya yang salah tingkah. Malya tahu, kata-kata Rajendra tadi benar benar tulus tanpa ada niat mengejek.

"Ya sudah minum teh aja ya, biar Bapak bilangin ke Ibu." Rama mendorong kursinya, hendak berjalan ke dapur.

"Saya juga tidak minum teh , Pak. Air putih aja."

Saat itulah Rajendra menengadah dan menatap Malya dengan air muka heran. Sebelah alisnya terangkat.

"Ya sudah kalau begitu, biar Bapak ambilin kamu air putih." Rama tidak bisa menyembunyikan nada jenaka dari suaranya. Pria paruh baya itu tersenyum hangat dan meninggalkan Rajendra serta Malya di meja makan.

Kedua siku Rajendra bertumpu pada meja. Matanya lekat memerhatikan Malya yang sibuk memandangi layar kameranya.

"Jika alasan kamu tidak minum kopi karena pahit, lalu, apa alasan kamu menolak teh?"

Malya mengangkat pandangannya ke arah Rajendra. "Karena saya tidak bisa memilih satu di antara dua itu."

Rajendra menggeleng kecil sembari mendengus. "Kamu aneh, Malya."

Perempuan itu hanya menagangkat bahu tak acuh. "Saya belum terima nomor rekening kamu, mana?"

"Aah, iya, saya lupa kirim pesan ke kamu. Tunggu." Rajendra merogoh kantung celana khakinya, mengeluarkan ponsel lalu mengetikan sesuatu. "Cek ponsel kamu."

Kening Malya berkerut dalam saat membaca pesan yang dikirimkan Rajendra.

"Maksud kamu apa sih?" tanya Malya geram.

"Sederhana, Malya, iya atau tidak?"

"Tidak!"

"Ok, tidak ada nomor rekening kalau begitu." Rajendra meraih gelas berisi kopi java preanger dan menyesapnya sampai tandas. Malya baru akan membuka suara ketika Pak Rama dan istrinya datang membawa hidangan sore mereka.

"Ayo kita makan," ujar Pak Rama.

Malya menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, perempuan itu lalu memberikan tatapan tajam kepada Rajendra yang berpura-pura sibuk menyantap makanannya. Malya masih jengkel setengah mati setelah membaca pesan Rajendra.

Cowok otoriter!

Rajendra : Pak Rama bilang, kamu datang ke sini naik angkutan umum. Pulang dengan saya kalau kamu mau tahu nomor rekeningnya.

"Neng, kenapa diem aja atuh, mau ikan bawal gorengnya?" tanya Aisyah, menyudahi rasa kesal Malya terhadap Rajendra.

***

"Tolong...tepikan mobilnya sebentar," lirih Malya. Keringat dingin mengalir deras di pelipis dan punggungnya. Napasnya tersendat-sendat, Malya menyatukan kedua telapak tangannya yang bergetar sejak dia duduk di kursi penumpang.

Rajendra memalingkan pandangannya dari jalan raya dan menatap Malya sekilas, ketika melihat kondisi perempuan itu, tanpa banyak tanya dia meminggirkan mobilnya.

"Kamu sakit? Muka kamu pucat, Malya," ujar Rajendra khawatir.

"Sa...saya mau turun." Malya berusaha membuka seat belt, namun gagal karena gerakan tangan perempuan itu terlalu lemah. Dengan gerakan cepat Rajendra meraih seat belt dan melepaskannya dari tubuh Malya. Dari jarak sedekat ini Rajendra bisa melihat wajah Malya yang pucat pasi, napas perempuan itu terdengar memburu. Setelah melepas seat belt nya sendiri, Rajendra memutari pajero sport miliknya dan menghampiri Malya yang tengah berjongkok dengan wajah tertunduk. Bahu perempuan itu bergetar dan kedua tangan yang memeluk lutut.

Rajendra merasakan ada bongkahan es membentur kepalanya. Seketika, sekujur tubuhnya menjadi dingin melihat kondisi Malya. Ada rasa khawatir dan iba yang bercampur menjadi satu. Lelaki itu ikut berjongkok dan menyentuh bahu Malya.

"Hei, lihat saya."

Malya bergeming, wajahnya masih tertunduk dalam tanpa suara.

"Malya lihat saya." Kali ini Rajendra menaikan nada suaranya. Karena tidak ada respon, Rajendra meraih dagu Malya, membuat perempuan itu mau tidak mau menengadah.

Rajendra duga dia akan melihat air mata di wajah Malya, tetapi yang didapatinya malah pandangan kosong di mata perempuan itu. Seolah darah surut dari wajah Malya. Perempuan itu seperti mayat hidup. Namun, Rajendra bisa merasakan tubuh Malya bergetar. Keningnya penuh dengan keringat.

"Malya, kamu kenapa?" Rajendra bertanya hati-hati.

"Aku bukan pembunuh," ucapnya datar, kepalanya menggeleng pelan. "Aku bukan pembunuh," racaunya sekali lagi, terdengar sangat lirih dan jauh sekali.

Kedua alis Rajendra bertaut. Rasa khawatir tidak bisa disembunyikan lelaki itu. Malya berkata sesuatu yang tidak dimengerti oleh Rajendra. Satu hal yang Rajendra sadari adalah, Malya tidak benar-benar berada di sini. Tubuhnya memang berada tepat di hadapan Rajendra, tetapi tidak dengan jiwa dan pikiran perempuan itu. Tidak ada binar di wajah Malya. Hanya tatapan mata kosong yang entah terarah ke mana. Kedua tangan Rajendra menangkup wajah Malya, menepuk pipinya sesekali.

"Malya, dengarkan saya, apa pun yang kamu katakan tadi itu tidak benar. Ok? Semuanya akan baik-baik saja."

"Kamu dengar saya?" Kali ini Rajendra mengguncang bahu Malya cukup kencang.

Detik selanjutnya terasa lambat untuk mereka berdua. Malya mengerjap, seolah baru sadar dari tidur panjangnya. Darah seolah-olah baru kembali mengalir ditubuhnya, wajah perempuan itu tidak sepucat tadi. Tanpa peringatan, isakkan kecil lolos dari bibirnya yang pucat, bahunya berguncang pelan.

"Saya tidak membunuh mereka. Bukan, saya...saya bukan pembunuh," ucapnya di sela-sela tangis, nada suaranya terdengar pilu. Kedua tangannya menutup telinga, terlihat sangat putus asa. Rajendra bisa merasakan kesedihan melingkupi perempuan itu. Bagaimana rasa bersalah dan duka bergumul menjadi satu dan menekan perempuan itu hingga jurang terdalam. Malya kehilangan jati dirinya.

Menit selanjutnya, tanpa dikomando Rajendra meraih tubuh Malya dan membiarkan perempuan itu menangis dalam dekapannya. Mereka bahkan belum menempuh setengah perjalanan. Hari sudah mulai gelap, warna langit yang berwarna keemasan mulai berganti menjadi hitam kelabu.

"Saya di sini, Malya," bisik Rajendra seraya mengusap lembut punggung perempuan yang tengah tenggelam dengan masa lalunya.

***
Catatan nggak penting :

Saya berhasil update dua kali dalam satu minggu. Ini prestasi terbesar saya setelah mandi dua kali dalam sehari nih. 😂 *abaikan

Jadi bagaimana part ini, feel nya berasa nggak sih? Maafkan ya kalau fail.

terima kasih buat kalian yang sudah baca.

Selamat bermalam jumat, gaes.

Salam,

Sarah.

LoslatenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang