1. Perempuan Tanpa Nama

29K 1.8K 161
                                    

"Dra, datang lagi tuh."

Rajendra baru saja menyelesaikan proses penggilingan biji kopi di grinder kala Fatir mengatakan hal tadi. Tangan kanannya masih memegang portafilter. Niat awal lelaki itu sebenarnya membuat espresso. Namun, ketika kata-kata tadi keluar dari mulut sahabatnya, membuat Rajendra terdiam sejenak. Kepalanya mendongak melewati mesin grinder dan mendapati seorang perempuan muda dengan rambut sebahu sedang memandang keluar jendela.

Perempuan itu, Rajendra menggeram dalam hati. Tanpa alasan yang jelas mood-nya terusik.

"Lanjutin nih! Americano satu." Rajendra memberikan portafilter ke tangan Fatir.

Kakinya bergerak ke meja di sampingnya dan mengambil french press, membersihkannya, mengisinya dengan air panas lalu mendiamkannya beberapa jenak. Setelah merasa cukup lelaki itu membuang air tadi, kemudian memasukkan dua puluh lima gram bubuk kopi ke dalamnya. Bubuk kopi yang sudah disiapkannya sejak kemarin malam. Rajendra menambahkan sepertiga air panas ke dalam french press seraya mengaduknya dengan perlahan dan kembali mendiamkan dengan plunger di atasnya.

Mata Rajendra memerhatikan jam dipergelangan tangannya. Samar-samar terdengar lagu "Mrs Cold" milik King Of Convenience yang memenuhi Kalosi Koffie. Tiga puluh detik berlalu, Rajendra menambahkan air panas yang hampir memenuhi french press dan mengaduknya lagi, aroma kopi arabika menguar di udara. Lelaki itu lantas meletakkan kembali plunger ke atas french press dan menunggunya selama tiga setengah menit.

Fatir menahan bahu Rajendra. Menghentikan apa pun kegiatan yang tengah dilakukannya.

"Lo tahu kalau lo nggak harus melakukan ini, 'kan?"

Rajendra menatapnya dengan setengah kesal. "Gue lagi buat kopi, lo bisa diem?"

"Tapi, Dra, lo bisa buat-"

Rajendra menyentak tangan Fatir yang ada di pundaknya."Jangan ganggu gue dulu, Tir. Sebelum air panas ini pindah ke muka lo!"

Fatir hanya bisa ternganga melihat Rajendra yang tengah serius membuat kopi secara manual. Lupa akan perintah lelaki itu yang memintanya membuat americano. Kemarin-kemarin Rajendra hanya membuatkan perempuan itu kopi yang biasa dikerjakan dengan mesin espresso, tetapi kali ini berbeda.

Sejujurnya, menurut Fatir pengunjung satu itu sebenarnya hanya membuat repot barista di sini-terutama Rajendra. Perempuan itu akan memesan kopi tanpa menyebutkan jenis apa yang diinginkan. Beberapa jam kemudian perempuan itu akan meninggalkan kopi pesanannya tanpa menyentuhnya seujung kuku pun.

Untung bayar.

Tetapi bukan itu yang Fatir khawatirkan, dia hanya mencemaskan Rajendra. Setiap kali perempuan itu datang ke Kolasi Koffie setelahnya hanya akan berimbas buruk pada emosi Rajendra. Lelaki itu akan menggerutu tanpa alasan yang jelas, bahkan Rajendra sempat ngambek dan menolak membuat kopi seharian penuh.

Egonya sebagai seorang barista pasti terluka, Fatir tahu betul. Selama ini tidak ada yang menolak kopi buatan Rajendra, tetapi sekarang perempuan itu menghancurkan harga diri Rajendra. Bukan hanya sekali tetapi berulang kali. Fatir masih mengawasi Rajendra yang sekarang sudah menuangkan kopi ke dalam cangkir.

"Kasih kopi ini ke dia," ujar Rajendra. Rahang lelaki itu mengatup rapat.

Fatir berdeham untuk membasahi tenggorokannya, barangkali terlalu gugup. Atmosfer bar terasa kaku setelah tadi dia menyampaikan kabar bahwa perempuan itu datang lagi. Membuat Rani yang sedang menjaga kasir mencuri pandang ke arah mereka. Para pekerja di Kalosi Koffie jelas tahu, ini adalah bencana untuk beberapa jam ke depan, setidaknya sampai kedai kopi ini tutup.

LoslatenWhere stories live. Discover now