Eann menoleh saat mendengar suara Ren tertinggal di belakangnya. Padahal tadi cowok itu berjalan di sampingnya. Dengan penasaran gadis itu memutar langkahnya mendekati Ren yang masih menuntut jawaban dari orang-orang di depannya.

"D-dia absen dari sekolahnya sejak sebelum upacara kelulusan SMA, lalu menghilang selama setahun. Pasti karena waktu itu dia hamil kan? Lalu meneruskan kuliah setelah anaknya lahir!" sahut salah satu dari cewek itu.

Sebuah jawaban yang masuk akal bagi orang-orang yang mendengarnya. Tentu saja.

Tangan Ren terkepal di kedua sisi tubuhnya. Menahan diri untuk tidak bersikap kasar pada seorang cewek.

"Ren? Ada apa?"

Pemuda itu tersentak mendengar suara Eann di belakangnya. Dengan cepat ia menoleh dan menariknya pergi. Mengabaikan pertanyaan Eann dan tatapan penasaran yang dia layangkan padanya.

Itulah kenapa dia malas berdekatan dengan cewek. Selain berisik, cengeng, mereka juga suka membicarakan hal yang berlandaskan kalimat 'katanya ya, orang itu bla bla...' yang tidak jelas asal-usulnya.

Belasan menit selanjutnya, akhirnya Arveann tahu dengan sendirinya, apa yang membuat Ren bisa semarah itu. Sebuah gosip buruk lagi tentangnya. Kenapa dia nggak kaget, ya? Hanya saja, yang membuatnya heran, ternyata semua mahasiswa di kampusnya berbakat untuk menjadi penulis. Mereka sangat pintar membuat cerita versi mereka sendiri. Tapi anehnya sinetron kita masih saja menjiplak drama luar negeri. Kenapa tidak mencoba menggabungkan gosip dari mulut-mulut comel itu?

Eann mengangkat bahunya tak peduli. Sekarang dia punya Ren, yang entah sejak kapan telah ia anggap sebagai adiknya, yang siap membelanya kapan pun. Seperti yang pernah dia katakan, asal ada satu orang saja yang bertahan di sisinya, maka dia tak akan peduli dengan apa kata dunia. Dan dia beruntung, dia punya tiga. Fani, Martin dan sekarang bertambah dengan kehadiran Ren.

Beberapa jam kemudian.

Ren hanya mendengus melihat Alvin yang duduk dua anak tangga di atas mereka, dia dan Eann. Tangan kirinya melingkari bahu pundak Eann, sedangkan tangan kanannya bertumpu pada bahu cewek itu menyangga kepalanya yang terus bergerak menatap lalu-lalang para mahasiswa.

"Ternyata benar, mereka ngomongin kamu. Kok bisa, sih?" tanyanya sembari terus menatap balik orang-orang yang melirik pada mereka.

Eann mengangkat bahu. "Mungkin mereka terobsesi padaku. Mungkin aku secantik Yuki Kato? Atau seanggun Dian Sastro?"

Alvin tergelak mendengar jawaban pacarnya. "Dasar, kamu ini!" ucapnya gemas disertai acakan di rambutnya. "Hah..., kasihan sekali kamu nak, beban di pundakmu pasti sangat berat."

"Yeah, karena ada bayi besar yang terus gelendotan di sana," sindir Ren.

Eann tertawa seraya mengangkat tangannya meminta tos dari Ren yang langsung menyambutnya.

"Oh Shit! Kalian selingkuh di belakangku kan? Pasti begitu!" tuduh Alvin lebay.

"Tentu saja!" jawab mereka kompak.

Alvin mengerang kesal. Sementara kedua juniornya justru bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Membuatnya kesal setengah mati.

Dari kejauhan Voy menatap mereka. Untuk pertama kalinya tatapan kali ini disertai rasa lain yang terasa menyebalkan untuknya. Meski dia bisa melihat dengan jelas, sikap ketiganya lebih terlihat seperti tiga saudara yang sangat akrab. Tapi tetap saja ada rasa iri, yang lagi-lagi baru kali ini menyusup ke dalam hatinya.

Ini semua gara-gara mamanya!

Semalaman wanita itu terus saja membahas Eann. Bercerita pada papanya bahwa Voy sedang naksir sama adik tingkatnya. Bahkan menelpon Arum, kakaknya, dan menggosipkannya. Voy jadi kepikiran terus pada gadis itu. Berpikir bahwa semua yang mamanya bilang adalah benar. Bahwa dia menyukai tipe cewek seperti Eann yang bisa dia ajak bertengkar setiap saat.

MY EX-BOY'S FRIENDSМесто, где живут истории. Откройте их для себя