Di tengah kegelapan tiba-tiba berkumandang seorang bernyanyi, "Bulan purnama menerangi pusara, hati tamak jangan berbuat jahat, bila masuk kota Pit-yang, harus mampus di kota ini ...."

Suaranya memilukan, sayup bergema di angkasa, di tengah kegelapan yang tak berujung seperti ada setan iblis yang menyeringai dan hendak mencabut nyawa.

Serasa beku darah seluruh hadirin, entah lewat berapa lama kemudian, tiba-tiba It-siau-hud membentak bengis, "Kejar!"

Segera berjangkit kesiur angin, tiba-tiba bayangan orang sama berlompatan keluar jendela. It-siau-hud melayang paling depan, sekuat tenaga dia mengayun langkah, "ser, ser", terasa olehnya ada beberapa orang melesat mendahului dirinya.

Malam gelap angin kencang, bunga salju bertaburan.

It-siau-hud tidak melihat jelas bayangan mereka, tapi dilihatnya setelah berlompatan beberapa kali, beberapa bayangan itu mendadak berhenti, semua menunduk memandang ke bawah seperti menemukan apa-apa. Setelah dekat Baru It-siau-hud melihat jelas tiga bayangan itu adalah Sim Long dan kedua suami-istri itu, di atas tanah bersalju di depan mereka menggeletak delapan mayat. Mereka adalah orang-orang gagah yang berkumpul dalam ruang makan tadi. Mereka mati meringkuk, agaknya mendadak disergap, sebelum melawan, jiwa sudah melayang.

"Siapa yang turun tangan?" tanya It-siau-hud dengan terkesiap, "cepat amat gerakannya!"

Laki-laki itu menggendong putrinya, mendadak dia tepuk paha dan berteriak girang, "Ada seorang belum mati."

Sim Long memburu maju dan membangunkan orang itu, tangan kiri menahan punggungnya dan menyalurkan hawa murni ke tubuh orang.

Keadaan orang itu sudah kempas-kempis, kini mendadak seperti ada setitik harapan hidup, setelah menarik napas panjang, dengan jari tangan yang gemetar ia menuding ulu hati sendiri, katanya, "Panah ... panah ...."

"Panah apa? Di mana?" tanya Sim Long.

"Di ...." mendadak tubuh orang itu mengejang dan tak mampu bicara lagi, waktu Sim Long memegangnya, napasnya sudah putus, tubuhnya terasa dingin, umpama ada obat dewa juga tak bisa menolongnya lagi.

Umumnya orang yang baru mati, betapa pun mayatnya takkan dingin seketika, tapi begitu orang ini mati, sekujur tubuhnya lantas kaku, sungguh kejadian yang tidak biasa.

Sim Long berkerut alis, sesaat dia termenung, katanya kemudian, "Siapa bawa geretan api?"

Saat mana rombongan orang banyak telah menyusul tiba, seorang segera mengetik api menyalakan obor. Api yang ditiup angin tampak guram, namun cukup terang menyinari sekitarnya, tampak muka orang mati itu menunjuk mimik ketakutan, kedua matanya melotot, mukanya berubah hitam, malah juga membengkak, keadaannya sangat seram. Keruan semua orang sama merinding, terdengar Cu-bu-cui-hun Mo Si berkata, "Racun, sungguh senjata rahasia beracun yang lihai ...."

It-siau-hud berjongkok, ia coba menyingkap pakaian orang, tertampak sekujur badannya juga membengkak hitam, tepat di tengah dadanya terdapat sebuah luka bekas tusukan panah, darah hitam masih meleleh keluar, tapi senjata rahasia apa yang melukai tidak ditemukan.

Setelah diperiksa lagi mayat-mayat yang lain pun serupa keadaannya, semua mati lantaran terkena senjata rahasia beracun, tapi senjata rahasianya tidak kelihatan. Orang banyak saling pandang, tiada seorang yang mampu bicara.

Di tengah embusan angin dingin, terdengar suara keriang-keriut, suara gigi yang gemertuk, orang jadi ikut mengirik.

It-siau-hud sendiri juga merinding, katanya dengan suara tertahan, "Apakah kalian tahu senjata rahasia macam apakah yang mematikan mereka?"

Sim Long berkata, "Dari bentuk lukanya jelas bidikan panah."

Mo Si mendesis, "Panah? Lantas di manakah panahnya?"

Pendekar Baja / A Fanciful Tale of the Fighting World  (Wu Lin Wai Shi)Kde žijí příběhy. Začni objevovat