Pisau Keempat

2.6K 45 0
                                    

It-siau-hud tertawa lebar, katanya, "Kalau demikian, pukulan Ong-heng tentu dapat membuat batu hancur dan melayang kencang laksana panah?"

Tiba-tiba Hongbu Siong berdiri, serunya sengit, "Baiklah, ingin kumohon pengajaran padamu."

Ong-jimoacu menepuk jubah pendeknya yang berwarna kuning, lalu mengetuk pipa cangklongnya di pinggir meja, perlahan ia berdiri. Tertampak mukanya kuning, matanya sipit berbentuk segitiga, jenggot pendek menyerupai kambing, berdiri pun rasanya payah, langkahnya sempoyongan, dia mendekati Hongbu Siong, katanya dengan tersenyum, "Boleh kau coba memukulku sekali!"

Hongbu Siong berkata, "Pukulanku tidak murni, bila kurang hati-hati melukai Anda, mana aku berani menanggungnya?"

Ong-jimoacu mengelus jenggot, katanya dengan tertawa, "Jika aku terpukul mampus, memang akulah yang sial, takkan kusalahkan orang lain, apalagi aku ini sebatang kara, ingin mencari bini juga serbasusah, maka jangan khawatir ada orang akan menuntut balas kepadamu."

Hongbu Siong menoleh ke kiri-kanan, katanya kemudian dengan bengis, "Kau sendiri yang menghendaki, kuharap kawan-kawan yang hadir menjadi saksi .... Haait!" di tengah bentakannya, jenggot panjang kelihatan bergetar, telapak tangannya mendadak memukul dada Ong-jimoacu, pukulannya memang keras dan dahsyat.

"Serangan bagus!" puji Ong-jimoacu, berbareng telapak tangannya terus ditolak ke depan, dia sambut pukulan lawan.

"Blang", begitu kedua telapak tangan beradu, Hongbu Siong tertolak mundur beberapa langkah, dadanya kembang-kempis, dengan mendelik ia menatap Ong-jimoacu sekian lama, mendadak mulutnya menyemburkan darah segar.

Terkejut Siau Mo-in, teriaknya, "Hongbu-heng, kau ...." segera ia memburu maju hendak mamapahnya, tapi Hongbu Siong mengipratkan tangannya dan mengentak kaki dengan gemas, mendadak dia lari keluar.

Siau Mo-in hendak mengejar, tapi urung, ia tertawa getir sambil geleng-geleng kepala.

It-siau-hud tertawa, katanya, "Boleh juga kau, Ong-heng, hari ini kau membuat mataku terbuka."

Sekali genjot Ong-jimoacu memukul mundur musuh, sikapnya tetap wajar, katanya sambil mengelus jenggot, "Terima kasih, Taysu terlalu memuji."

Tatkala itu ruang makan menjadi kacau, pecahan mangkuk piring berceceran di lantai, tinggal meja Cu Jit-jit dan kedua suami-istri tadi yang tidak terganggu.

Sim Long tetap asyik dengan araknya, sikapnya santai, seperti tak acuh terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Cu Jit-jit tetap mengawasinya dengan kesima. Sementara suami-istri itu dengan tersenyum mengawasi anak mereka, tapi putri mereka, si gadis cilik berpakaian hijau pupus itu berulang berpaling dan menggoda si anak merah, tapi anak merah itu pura-pura tidak melihat, namun terkadang juga mengerut alis, menghela napas, lagaknya mirip orang tua. Keenam orang ini seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri dan tidak menghiraukan orang lain.

It-siau-hud melangkah ke sana, tapi suami istri itu tetap diam, seperti tidak melihat dan mendengar.

Cu Jit-jit mendesis, "Kalau Hwesio gede ini mencari perkara terhadap mereka berarti dia cari susah sendiri."

Seluruh hadirin menumplakkan perhatian ke arah It-siau-hud dan kedua suami-istri itu dan ingin menyaksikan bagaimana It-siau-hud hendak menguji kedua orang ini.

Tak tahunya, belum It-siau-hud membuka suara, sekonyong-konyong di kejauhan terdengar jeritan ngeri susul-menyusul, ada yang jauh, ada yang dekat, ada yang di sebelah kanan, ada yang di sebelah kiri, ada pula yang seperti terjadi di dalam lingkungan hotel ini.

Jeritan itu sangat menusuk telinga, membuat bulu roma berdiri.

Semua orang berubah air mukanya, It-siau-hud mendahului melesat ke arah jendela, sekali pukul dia dobrak daun jendela, angin dingin kontan mengembus masuk membawa bunga salju, lilin dalam ruang makan seketika tertiup padam.

Pendekar Baja / A Fanciful Tale of the Fighting World  (Wu Lin Wai Shi)Where stories live. Discover now