Kendali

609 47 4
                                    

"Kalian boleh juga." si hitam berdiri di atas kedua kakinya. 

Napasku kembali teratur. Kedua bersaudara ini telah mengembalikan kepercayaan diri mereka. Kami merasa di atas angin ketika sebuah dentuman kencang mengalihkan perhatian. Lelaki berambut putih turun ke dalam arena.

"Hadirin, hari sudah hampir selesai dan pertarunangan ini belum mencapai titik usai. Karena itu saya akan turun tangan sebagai sekutunya." Lelaki bersurai putih itu menepuk pundak si hitam.

"Baiklah, tidak perlu sungkan." si merah dengan pedang api maju satu langkah sembari menciptakan bola api di tangan. Saudaranya memasang kuda-kuda, menghilangkan aura besar dari pedang bergeriginya.

Dan aku hanya memperbaiki posisi kain yang menutupi tangan kiriku.

Sang surai putih menerjang langsung ke antara si kembar lalu mencabut pedang tipisnya. Si merah dengan bola api menyerang. Sebuah ledakan menandakan pertarungan mereka bertiga dimulai. 

Aku tidak bisa melihat sosok mereka, hanya ledakan-ledakan dan suara adu pedang.

Beberapa detik kemudian ledakan berhenti, si merah dengan bola api terlempar beberapa meter mendarat telentang di atas tanah kasar arena. Si merah dengan pedang gerigi bertahan, bertarung melawan sang surai putih dengan kecepatan di atas rata-rata manusia.

Sedangkan aku dan si hitam baru akan memulai pertarungan kami.

"Ronde dua." aku menerjang lurus ke arah si hitam, mengayunkan tangan kiriku vertikal bawah ke atas menyasar dagu. Si hitam mundur dengan langkah kecil, menghindari serangan lalu menyarangkan kakinya di sekitar lambungku.

Aku terhempas ke pinggir arena, menabrak tembok yang sama di tempat lain dengan si hitam setelah terpental. Napasku tercekat, nyeri kembali menjalari. Perlu beberapa saat bagiku untuk mengembalikan napas di paru paru.

"Sudah?" si hitam berjalan mendekat santai, seolah ia sudah memenangkan pertarungan ini.

Aku meradang, maju menerjang tanpa perhitungan sama sekali hanya untuk tertangkap si hitam dan ia alihkan arah seranganku ke atas. Aku melayang beberapa meter di udara--lagi. Belum hilang kagetku ketika angin kencang mendorongku makin ke atas. 

Detik berikutnya si hitam sudah di atasku dengan posisi menyerang. Ia menghantamkan tangannya ke dadaku. Aku melesat cepat menghantam tanah keras arena, menghancurkannya dalam radius beberapa meter ke segala arah.

Saat itu setiap inci otakku kebas. Aku tidak ingat apapun, hanya marah dan rasa ingin menghancurkan semuanya. Singkat kata, aku lepas kendali.

Unknown Knight S1 (End) Where stories live. Discover now