Part 19

3.7K 134 5
                                    

Bangun-bangun gue udah ada di kasur UKS. Awalnya gue sempat bingung tapi lama kelamaan akhirnya gue ingat apa yang baru aja terjadi. Pukulan tadi masih terasa di pipi gue. Lebam berwarna biru adalah efek sampingnya.

"Kei,masih sakit?" Tanya seseorang yang sangat gue kenal suaranya. Gue melirik ke kanan. Ternyata Andine.
L
O
A
D
I
N
G
.
.
.

Apa?! ANDINE?!! Bukannya gue lagi ada masalah sama dia? Kok dia disini?

"Gue minta maaf,tadi pagi udah ngomong kasar ke lo," katanya penuh penyesalan. Gue ngelirik dia lama. Oh dia minta maaf.

"Permintaan maaf anda ditolak. Tet tott," sahut gue bercanda. Andine melotot sambil menunjuk ke arah gue.

"Sumpah lo,jahat lo,sakit loh".
Gue cuma ketawa,tapi raut wajah gue jadi datar sejak pembicaraan dua orang terdengar di telinga gue.

"Gara-gara lo,Keiko jadi pingsan!"
"Gila lo! Kalau lo nggak dekat-dekat Keiko kejadiannya nggak bakal kayak gini,njir!"

Ya,itu percakapan kedua kutil kuda. Mereka berdua lagi duduk di sofa yang ada di ruang UKS dengan bantal sebagai pembatas tempat mereka duduk satu sama lain.

"Diam!" Teriak gue cukup keras ke arah mereka berdua dan sukses membuat mereka berdua ngelirik ke arah gue. Sumpah,kali ini gue bener-bener kesel sama mereka berdua. Mereka berdua bergegas bangkit ke arah gue.

"Lo ngapain? Udah sana,lo keluar aja!" Suruh Maren sambil menahan Devian yang juga berjalan ke arah gue.

Devian menangkis tangan Maren,"Apaan sih,lo? Mirip anak kecil aja," cibir Devian dengan senyum meremehkan. Tangan Maren terlihat mengepal dan siap untuk diluncurkan.

Lagi-lagi.. Gue bangkit dari tempat tidur. Sesegera mungkin gue ngajak Andine keluar dari ruang UKS. Gue nggak mau kena tonjokan salah satu dari mereka lagi.

"Nggak usah diladeni,din. Kita keluar aja," ajak gue merangkul Andine.

"Lah kei,mau kemana? Lo udah nggak sakit?" Cemas Maren.

"Udah lah. Selamat tonjok-tonjokan lagi," balas gue mulai melangkah keluar ruang UKS.

Waktu gue baru aja megang kenop pintu,seseorang narik tangan gue. Edehh,minta ditonjok kali.

"Kei,maafin gue. Tadi nggak sengaja. Itu gara-gara Devian," ucap Maren memelas. Gue menebas genggaman Maren tanpa menghiraukannya.

"Apa lo bilang? Kok lo jadi nyalahin gue?" Kata Devian tak terima.

Masa bodo sama mereka. Akhirnya gue bener-bener ninggalin ruang UKS bareng Andine.

"Gimana ceritanya kok lo bisa sampe kena tonjok Maren?" Tanya Andine serius.

"Waktu Maren mau mukul Devian,gue ceritanya mau maju buat ngelerai mereka. Tapi,apesnya gue malah kena," balas gue sambil mengamati jalan disepanjang koridor sekolah.

"Lo mau ngelerai atau halangin Devian dari pukulannya Maren?" Andine ngelirik gue dengan salah satu alis terangkat.

Gue tersenyum kecut. Gue tau arah pembicaraan Andine.

"Abaikan itu. Gimana jawaban lo tentang pernyataan cintanya Devian kemaren?" Andine tersenyum menggoda.

Gue menaikkan sudut bibir,"Jangan ingatin masalah itu dulu. Tambah pusing gue, " ucap gue seraya memakai helm dan langsung balik.

***

Maren memfokuskan pandangannya pada soal try out matematika sambil mengetuk-ketuk pensil di mejanya. Di kepalanya kini rumus-rumus karanganyar sedang berputar-putar. Berkali-kali ia mencoba untuk memecahkan suatu soal. Namun,jawabannya tidak sesuai dengan pilihan yang ada di soal matematika itu. Ia sedikit melirik ke kanan,berharap dapat melihat sekilas jawaban Dirda yang kebetulan duduk di sampingnya.

What Do You Want? [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu