15. You're the music in me

524 71 17
                                    


"Diam kau monster! Atau kau ingin aku membocorkan rahasiamu ha?" Helene menepis tangan Juliann.

Juliann terdiam sebentar, mendengar kata-kata yang barusan Helene ucapkan membuat rahangnya mengeras. Juliann mengepalkan tangannya geram. Kata-kata itu seperti menjebloskannya ke jurang yang dalam dan membuatnya sulit kembali memanjat. Juliann kehabisan kata-kata, dia kalah telak. Sedetik kemudian Juliann mengambil jus yang ada di meja dan menyiram tepat ke wajah Helene, Juliann langsung meninggalkan tempat dengan setengah berlari dan pundak yang bergetar.

*dua hari kemudian di Paris*

Joshua merasa bersalah karena tidak menepati janjinya untuk sering memberi kabar pada Juliann. Kesibukan di Paris sungguh menyita waktu dan tenaganya, tak jarang Joshua pulang malam dan pergi lagi esok paginya demi tuntutan perusahaan. Dipandangnya lockscreen ponselnya yang disetel foto mereka berdua sambil tersenyum ringkih, rasa rindunya membuncah dan ingin segera mendengar suara kekasihnya itu. Namun 50 panggilan tidak dijawab oleh Juliann. Joshua baru bisa punya waktu senggang dari dua hari yang lalu, kesempatan itu awalnya ingin digunakan dengan baik untuk bisa mendengar suara kekasihnya demi mengobati rindunya. Tapi semenjak dua hari yang lalu Juliann tidak pernah menjawab telfon dan pesannya barang sekalipun. Joshua mengira kekasihnya marah karena tak menghubunginya. Joshua mengacak rambutnya, dia mencoba menghubungi Juliann terus. Tiba-tiba pintu ruang kantornya terbuka seorang wanita masuk tanpa mengetuk dahulu, hal itu membuat Joshua terperanjat.

"Hai Jo." Sapa wanita itu sambil menggerakkan jemarinya dan memamerkan kukunya yang mengkilap di cat warna merah.

"Oh Hyejung. Ada keperluan apa? Lain kali saya mohon ketuk pintu dulu sebelum masuk." Ucap Joshua sambil tersenyum tipis.

"Aku sudah mengetuknya tapi kau tidak dengar, yasudah aku masuk saja." Jawab Hyejung berbohong dengan tampang tidak bersalah.

Sebenarnya Joshua mengetahui hal ini belakang hari, bahwa Hyejung adalah partnernya untuk urusan bisnis kali ini. Mau tidak mau Joshua harus berhadapan dengan wanita ini lagi. Melihat Hyejung kini akan sering bersamanya dalam jangka waktu yang lama ini membuat Joshua ingin sekali menyudahi urusan bisnisnya. Joshua merasa muak dan hari-harinya akan menjadi mimpi buruk untuknya.

"Kenapa diam saja? Kau lapar? Kau pasti belum makan siang. Ayo aku temani makan." Hyejung menggamit lengan Joshua tanpa permisi.

Belum sempat menolak sedetik kemudian dua rekan mereka yang satu tim dari korea masuk ke ruangan.

"Tuan ini sudah jam makan siang. Apa tuan mau ikut dengan kami atau dibawakan sesuatu saja?" tanya salah seorang rekan.

"Kami ikut!" Hyejung langsung menarik Joshua sebelum Joshua berkata sepatah kata.

Mereka memilih cafetaria untuk makan siang. Hyejung tak henti-hentinya menempel pada Joshua, Joshua sangat risih dan tidak nyaman dengan situasi itu. Saat Joshua berusaha menjauhi jarak Hyejung tetap menempel lagi padanya. Dua rekan yang duduk di depan mereka memperhatikan terus dengan tatapan aneh. Menyadari hal itu Joshua tersenyum segan dan melepas gamitan tangan Hyejung di lengannya. Mereka pun makan siang dengan kondisi dimana Joshua sangat tidak nyaman. Joshua berpikir lain kali harus bisa mengelak dari Hyejung dan tak bisa masuk ke perangkapnya.

*SEOUL*

Juliann menatap nanar ponselnya. Dua hari Juliann tidak mau keluar kamar dan tak mau makan. Ucapan Helene waktu itu sangat diingatnya. Juliann takut sesuatu yang buruk akan terjadi padanya kemudian hari. Sambil menatap nanar ponselnya yang terletak di kasur Juliann duduk meringkuk sambil memeluk lututnya. Puluhan panggilan dan pesan dari Joshua sengaja tidak diresponnya. Dia sudah menyangka kehadiran wanita penyihir itu akan memporak-porandakan hidupnya. Juliann membayangkan bagaimana nanti Helene merusak semuanya, membongkar jati dirinya, dan mengatakan pada Joshua dan Seungcheol bahwa dirinya adalah monster. Ditambah lagi ayahnya mengetahui kepulangan Helene ke korea, Juliann tidak mampu melihat wajah ayahnya yang berang sama seperti beberapa tahun silam. Keinginannya untuk beraktivitas juga lenyap, dia lebih memilih mengurung diri saja di kamar sambil merenung, dan berfikir untuk keluar dari belenggu yang merantai dirinya.

JuliannTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang