Dari sahabat untuk seorang 'sahabat'

1K 53 2
                                    

Kau boleh jatuh cinta dengan siapa saja. Tapi tidak dengan sahabatmu. Karena jatuh cinta dalam persahabatan hanya akan menciptakan konflik diantara keharmonisan. Mengapa? Karena seperti hakikatnya, cinta tak melulu soal perasaan yang berbalas, jatuh cinta, dan pacaran. Bagaimana jika sahabatmu tidak pernah merasakan perasaan yang sama denganmu? Bagaimana kalau semua perhatian yang selalu kau tujukan padanya ternyata hanya dia anggap sebagai sebatas sahabat?

Jika beruntung, kamu mungkin akan dengan mudah mendapatkan cintanya karena kalian sudah banyak menghabiskan waktu bersama. Namun bagaimana jika tidak? Bagaimana jika keadaan yang terjadi justru sebaliknya?

Menyakitkan memang jika kita tidak mendapatkan apa-apa dari seseorang yang begitu kita harapkan. Namun begitulah realitanya. Kadang harapan tak membuahkan apa-apa selain kekecewaan. Maka, pupuklah harapan sesuai kadarnya saja. Biarkan ia tumbuh sebagaimana mestinya dan pangkaslah jika ia tumbuh ditempat yang salah. Harapan-harapan itu terkadang hanya akan menjadi parasit dalam kehidupan. Memercikan api kekecewaan yang bahkan tak memiliki tuan. Terkadang harapan-harapan itulah yang menyesatkanmu dalam kegelapan dan kecemburuan. Lebih baik kita menyemai sesuatu sesuai pada waktunya dan membiarkannya tumbuh sewajarnya saja.

Semakin tinggi harapan yang kau semai, semakin besar kekecewaan yang mungkin kau dapatkan.

Jangan pernah berharap pada seseorang yang tidak pernah memberikan harapan padamu. Itu sama saja seperti menggantungkan cita-citamu pada tiang rapuh yang bisa kapan saja roboh. Untuk apa? Semua hanya sia-sia saja. Bahkan ia sendiri tak pernah tau kalau kau sebegitu besarnya menaruh harapan padanya, padahal dia tidak pernah memberimu apa-apa. Dia hanya sahabatmu. Dan mungkin selamanya akan selalu begitu. Kamu mungkin pernah mengharapkan akhir lain dari cerita kalian berdua. Namun sepertinya Tuhan mempunyai rencana berbeda. Setidaknya, kalian tetap disatukan dalam satu atap persahabatan. Tapi bukan untuk saling berbalas perasaan, melainkan untuk saling merelakan.

Tak ada lagi yang bisa kuharapkan dari sahabatku sendiri. Karena sejak jauh-jauh hari aku tau dia tak pernah memilih aku, dan aku tidak pernah ada dalam pilihan-pilihannya. Karena aku sahabatnya. Dan akan selalu begitu, selamanya.

Aku akan tetap berada dibelakangnya. Duduk mendengarkan dia bercerita tentang kehidupannya. Memberi saran ketika ia membutuhkannya. Memberikan sandaran saat dia kehilangan arah. Namun aku takkan pernah menjadi jemari yang dia genggam ketika melangkah. Aku takkan pernah menjadi hati tempatnya menambatkan harapan. Aku takkan bisa menjadi rumah tempatnya kembali pulang. Karena aku bukan pilihannya. Dan tak akan pernah menjadi pilihannya.

Mungkin suatu saat nanti aku akan jatuh cinta lagi. Dengan seseorang yang lain seperti dirinya. Atau mungkin lebih baik darinya. Tapi untuk saat ini hatiku masih memilihnya. Meski rasaku padanya hanya dapat terpendam dalam dada. Setidaknya bayangnya tak lagi fana dalam penglihatan. Aku masih dapat menyapanya setiap pagi, mendengar canda tawa dari mulutnya, berbagi cerita setelah berbulan-bulan tak berjumpa. Kami masih bisa berbagi kabar sebagai sahabat lama. Bertukar pertanyaan tanpa harus membawa perasaan. Begitu saja. Dan akan selalu begitu.

Karena bagiku, jatuh cinta pada sahabat adalah hal tak terduga yang pernah terjadi. Aku bahkan tidak pernah membayangkan dapat terus bersama dengan orang yang aku cinta, meski aku tak dapat sepenuhnya menggapainya. Aku masih dapat memandang parasnya, walau aku tak mampu menggenggam tangannya.

Biar saja rasa ini akan pudar pada waktunya. Entah kapan, mungkin tak sekarang. Karena saat ini hatiku masih memilihnya. Hal yang ingin ku tau darinya adalah dia selalu berbahagia. Karena dalam hidupku, bahagiaku menjelma dirinya.

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang