"Aku harus pulang sekarang, Liv." Oliv menahan lenganku. "Kenapa? Pacar kamu nyariin?" Tak tahu harus seperti apa lagi. Aku pergi meninggalkannya sendirian.

"Senaaa!" Sama seperti beberapa tahun yang lalu di tempat yang sama. Aku meninggalkannya seorang diri.

Beberapa hari kemudian.

"Sebenernya kak Sena anggap aku apa sih?" Sudah yang kesekian kalinya pertanyaan seperti ini terlontar dari bibir Raisa.

Aku harus menjelaskan seperti apa lagi? Aku benar-benar takut untuk memulai kembali.

"Lebih dari adik." Raisa diam. Ia tak lagi bersuara. Memunggungiku dan tak mau berbicara padaku.

"Ca, gue bener-bener takut. Takut untuk jatuh cinta lagi. Takut sama seperti sebelumnya. Takut lo sama kayak mereka." Aku mencoba menjelaskan lagi ketakutan-ketakutan ku soal cinta.

Raisa tetap tidak melihat ke arahku. "Aku ya aku. Aku bukan mereka ya kak. Kok kak Sena jahat banget sih ngebandingin akum" Raisa ada benarnya. Aku saja yang terlalu jahat.

"Aku terlanjur cinta sama kak Sena" ku lihat ia menundukkan kepalanya.

"Gue gak pernah lagi percaya cinta, ca. Cinta itu penuh kebohongan." Hening. Tak ada lagi yang berbicara.

Meskipun benar adanya bahwa Raisa tak pernah berbohong padaku. Tetapi siapa yang tahu jika saja kami sudah menjalin sebuah hubungan dia bisa saja berbohong.

Aku tak mampu lagi berbicara padanya. Takut aku tidak lagi bisa menahan perasaanku. Aku pergi meninggalkannya. "Maaf. Gue duluan, Ca." Tinggalah dia seorang diri di rooftop sekolah.

**

Sehari, dua hari, aku tak lagi menemui Raisa. Selalu diam diri di dalam kelas. Sahabat-sahabatku menanyakannya padaku bahkan aku sudah tak lagi bergabung dengan mereka di kantin.

"Sob. Kenapa?" Tanya Kevin padaku. Ia duduk di sampingku.

"Nothing"

Sahabatku yang lain datang duduk di tempat mereka masing-masing dengan saling menatap. Aku dapat merasakannya walaupun tidak melihat mereka.

Raka menaikkan kedua bahunya. Tak begitu peduli denganku. Aku tahu bahwa mereka sebenarnya sudah tahu masalahku. Hanya saja mereka tidak pernah mau membicarakannya di dalam kelas.

Mereka bergantian menepuk bahuku terkecuali Raka. Aku tak mengerti dengannya. Belakangan ini seolah memiliki masalah denganku.

Setelah bel pulang sekolah aku dan sahabatku menuju rooftop. Sudah lama kami tak berkumpul disana. Hanya tersisa beberapa waktu mereka bisa bersama, sebentar lagi mereka akan berpisah setelah Ujian Nasional.

"Lo gak bawa makanan, ndut?" Daniel menggeleng. Putra sedang merogoh tas Daniel. Mereka selalu seperti itu.

"Gue gak suka sama sikap lo, no." Raka membuka suara. Aku terhenyak dengan perkataannya.

Kevin duduk di sampingku. "Bukan gitu caranya, no." Katanya menepuk bahuku. Daniel dan Putra diam tak berkomentar.

Setelah itu Ananta ikut mengomentariku, "Gak gentle itu, no." Katanya.

"Lo pada gak ngerasain jadi gue."

"Gue tau sakitnya dikhiantin sama orang yang paling lo sayang, no. Terlebih tiba-tiba dia dateng lagi dikehidupan lo. Tapi cara lo pengecut."

Tak terima dibilang pengecut, aku bangkit berhadapan langsung dengan Raka. Suasana menjadi tegang. Mereka hanya memperhatikan aku dan Raka.

"Apa? Lo gak terima?" Raka menatapku tajam.

Someone Like You [END]Where stories live. Discover now