SLY-17

3.6K 300 6
                                    

"No?"

Buru-buru aku dan Raisa memperbaiki posisi duduk kami. Takut yang datang orang lain dan kami di tuduh berbuat yang tidak-tidak.

Ternyata Raka yang datang. Tangannya mengisyaratkanku untuk mendekatinya. Raut wajah Raka seperti sedang mengalami kondisi genting.

Aku meninggalkan Raisa sebentar. Mendekatinya. "Gawat, no." Dari sini aku melihat Raisa sedang menguping pembicaraan kami.

Raka membisikkan kalimat padaku, yang membuatku harus terburu-buru melangkah. "Orang tua Oliv bercerai. Oliv koma masuk ICU, di RS Harapan" kakiku sudah lama meninggalkan rooftop saat ini. Meninggalkan Raisa yang mungkin menatapku aneh.

Fikiranku langsung tertuju pada perempuan bernama Olivia Agustine Harris. Aku berharap dia dalam keadaan baik-baik saja. Dan aku berharap dia segera pulih dari komanya.

Motorku sudah melaju dengan kecepatan cukup tinggi menuju RS Harapan. Cukup jauh dari sekolahku. Jadi aku harus mengejar waktu dengan cepat.

Aku bertemu dengan kedua orang tua Oliv. Bersalaman dengannya, karena kami sudah lama sekali tidak bertemu. Aku meminta izin untuk masuk ke dalam menemuinya.

Mereka duduk saling berjauhan. Papa Oliv duduk di kursi tunggu sebelah kanan, Ibu Oliv duduk di kursi tunggu sebelah kiri. Mereka berpisah, masih terlihat ketidak akraban mereka.

"Heiii" aku duduk menggengam tangannya. Ku akui aku memang belum bisa melepaskannya. Terlalu sulit untukku.

Beberapa kali ku ajak dia mengobrol tetapi tak kunjung ada respon. Dengan sabar aku mengusap punggung tangannya. Sesekali menciumnya agar ada respon, tetapi nihil.

Menit telah berlalu, sudah digantikan oleh jam. Sudah hampir malam. Aku masih setia menemani Oliv di rumah sakit. Papanya sudah kembali ke rumahnya. Ibunya masih duduk menemaniku. "Nak Sena gak pulang?" Aku merindukan Ibuku, Ibu Oliv sama lembutnya dengan ibuku.

Aku tersenyum. "Gak usah tante, Sena nginep aja. Nanti Sena kabarin Papa sama Samuel." Aku menemaninya mengobrol. Kami banyak berbincang membicarakan perkembangan aku selama ini, juga Olivia selama ini. Aku memang terlalu cuek dengannya tetapi aku tetap peduli padanya.

Sudah malam. Ibu Oliv sudah terlelap di samping Oliv. Memeluk anaknya yang belum juga sadar dari komanya. Percobaan bunuh dirinya membuat hatiku sakit melihatnya. Aku sedang duduk di sofa memandanginya dari sini dan tanpa sadar air mataku jatuh begitu saja, cukup banyak air mataku yang jatuh.

Praka:
Gimana, no?

Sena Andrea:
Blm ada perkembangan. Raisa gmana? Gue blm sempet kabarin dia

Mengingat tadi aku meninggalinya begitu saja, aku merasa bersalah dengannya. Tapi aku harap dia tak marah padaku. Aku terlihat begitu egois seperti mengharapkan keduanya.

Jiwaku disini, tetapi hatiku disana.
Aku tak tahu harus memilih siapa diantara mereka. Aku takkan sanggup untuk memilih.

*

"Terus Raisa kemarin gimana?" Aku sedang berada di rooftop rumah sakit. Kawasan bebas rokok. Entahlah, aku sebenarnya ingin merokok tetapi aku selalu merasa bersalah jika ingin melakukannya.

Raka melihatku dengan tatapan sulit diartikan. "Gue anterin pulang. Dia sempet nanya lo kenapa, gue cuma bisa jawab lo ada urusan penting. Gue harap Raisa ngertiin keadaan lo, no" meskipun aku tak yakin Raisa tak akan seperti itu.

Ini sudah hari ketiga aku di rumah sakit. Bolos sekolah mengirimkan surat bahwa aku izin pergi kepada Fauzan.

Olivia pun tak ada perkembangan. Ia masih dalam keadaan koma. Aku berharap hari ini dia akan sadar. Aku sudah ke gereja pagi tadi. Tidak ada satu orang pun disana karena masih terlalu pagi.

Someone Like You [END]Where stories live. Discover now