SLY-23

3K 262 2
                                    

Hari ini. Sena baru saja selesai melaksanakan ujian nasional berstandar komputer.

Setelah malam minggu sebulan kemarin, Sena sudah tak lagi memberikan kabar pada Raisa.

Raisa tidak mengetahui mengapa Sena bisa sampai semarah itu padanya.

Bukan karena ia tak mencintai Raisa, Sena memiliki masa lalu yang cukup membuatnya malas berpacaran. Tetapi setelah mengenal Raisa, Sena berhasil membuka pintu hatinya kembali.

Sena memiliki ketakutan untuk di selingkuhin. Ia takut kejadian yang telah berlalu terulang kembali, Sena takut itu terjadi kembali lagi.

Sejak malam minggu sebulan yang lalu, Sena menjadi dingin kembali. Tak ada yang bisa di salahkan, ini bukan kesalahan Raisa sepenuhnya.

Sedangkan Raisa, ia tak tahu sudah berapa malam menangisi yang tidak jelas. Menangisi Sena yang berubah dengan tiba-tiba.

Raisa sudah menanyakan teman-teman Sena, namun mereka tidak ada yang mengetahuinya. Yang mereka tahu, Sena baik-baik saja selama ini dan tidak terlihat dekat dengan siapapun.

Raisa Tamara:
Mau kamu apa sih? Aku capek kamu gantungin begini

Tak ada balasan, itu pesan terakhir yang dikirim Raisa. Ia belum mengirimkan pesan lagi.

Raisa Tamara:
Kalo kamu mau putus ya bilang jgn begini

Sena sedang berkumpul bersama dengan sahabat-sahabatnya, entah mungkin itu adalah hari terakhirnya mereka bisa berkumpul seperti itu. Karena Sena yakin setelah nanti kuliah mereka akan sibuk dengan tugas kuliahnya.

Sena berdiri melihat hamparan luas pemandangan di puncak. Mereka sedang berada di puncak, Bogor.

Setelah ujian tadi, mereka langsung berangkat ke puncak dengan motor mereka masing-masing. Hanya membawa 3 motor. Raka dengan Sena, Daniel dengan Ananta, Putra dengan Kevin.

Kevin menyalakan rokoknya. Mencoba menghangatkan tubuhnya. Diantara mereka berenam, hanya Kevin yang berani menyentuh rokok. Kelimanya, masih takut dan sayang pada tubuh mereka.

Tapi kali itu, Sena ikut menyalakan satu batang rokok. Semua melihat ke arah Sena.

Sena menghembuskan asap rokoknya. Sena tak berbatuk, ia seperti sudah biasa dalam merokok. Padahal, baru kali itu dia merokok.

Sahabat-sahabat Sena membiarkannya. Terserah, itu jalan hidup Sena.

Mereka sudah terbiasa seperti itu, menurut mereka, itu pilihannya jadi mereka tidak berhak ikut campur, biarkan yang melakukan yang bertanggung jawab.

Mereka berfikir bahwa mereka semua sudah cukup dewasa, jadi sudah bisa memilih mana yang baik dan buruk. Jadi, jika mereka melakukan hal yang buruk, itu sudah jadi tanggung jawabnya.

Bukan karena mereka tidak mau mengingatkan atau tidak solidaritas, mereka sudah tahu batasan mereka. Jika sudah melewati batas, mereka baru akan mengingatkan. Sekali mengingatkan, mereka tak tanggung-tanggung, mereka akan lebih tegas dari orang tua mereka sendiri.

Itulah mereka. Papa-papa muda.

"Nginep atuh yuk, villa?" Ajak Putra.

"Keluar dah tuh sundanya" kata Daniel.

"Jadi aa aa penjaga villa aja gih, tra" tambah Kevin.

"Kevin yang bayarin, tra?" Tanya Ananta.

"Apaan lo, kung. Lo yang bayarinlah" protes Kevin.

Hening kembali. Hanya udara sejuk yang menerpa wajah mereka dan suara-suara kendaraan yang melewati jalan tersebut.

"Gak bawa baju, pulang ajalah" Sena buka suara.

Someone Like You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang