"Lalu kami akan pulang dengan sebelumnya dia mengganti ice cream ku, itu berulang setiap kali kami pergi ke karnaval, tapi entah kenapa aku selalu merasa seakan itu adalah pertama kalinya"

Suaranya terdengar semakin parau dan serak. Hingga Taehyung sadari bahu rapuh itu berguncang. Yang bukan hanya mengacaukan pemandangannya tapi juga fikirannya.

"Aku ingin kembali ke Jepang... Aku merindukan ayah..." dia mendanga, membuat Taehyung bisa melihat dengan jelas bagaimana mata cerah itu terselubungi air mata dengan pantulan dari cahaya lampu tembak karnaval.

"Aku begitu merindukannya hingga terkadang aku berfikir jika pergi ke Jepang dengan diam-diam adalah hal yang bagus"

"Tapi ayah selalu bilang untuk terus menjadi gadis yang baik dan menurut" air matanya tumpah tak tertahankan, dirinya berpaling menatap Taehyung yang juga saat itu tengah menatapnya.

"Dan aku disini karena permintaan ayah" Taehyung tak tahan lagi, dia tak bisa menahan bagaimana keinginannya yang kian membuncah.

Kedua lengannya menarik tubuh gadis itu. Mendekapnya dengan kebingungan yang menghampiri. Dia tak tahu dia tengah melakukan apa. Dia hanya ingin. Dia hanya ingin gadis itu berhenti menangis. Dia hanya ingin memeluk gadis itu.

***

Aku masih tak habis fikir apa yang Taehyung lakukan. Dia memelukku. Garis bawahi, memelukku. Dan gilanya itu malah sangat berefek dengan jantungku saat ini.

Mungkin ini karena dia adalah salah satu laki-laki kecuali ayah dan paman Lee yang pernah memelukku.

Aku juga tak habis fikir bagaimana aku bisa membicarakan itu padanya. Tapi, aku serius soal aku yang sangat merindukan ayah.

Taehyung yang tiba-tiba membawaku ke karnaval malah membuat rinduku semakin mendesak.

"Aish... Lagi pula, untuk apa difikirkan" aku mencoba tenang. Mengerjakan tugas sekolah tampaknya lebih bermutu di banding mereka ulang adegan di bangku karnaval.

Ketika Taehyung yang melingkarkan kedua lengannya di tubuhku, dia memelukku dengan kehangatan yang hingga saat ini masih dapat ku rasakan.

"Argh..." sial, sial, sial. Semakin aku berfikir akan fokus, adegan itu malah semakin ter-reka dengan jelas.

Aku akan gila jika begini. Memeluk. Hey, hanya memeluk. Lagi pula ibu bilang, dia saudara ku, bukan? Dia hanya saudaraku.

Tapi tetap saja tiri, kan?

Ini menyebalkan karena kami saudara. Ditambah aku yang sudah keduluan bilang akan membencinya. Dan tadi dia sukses memelukku. Tak ada masalah jika saja dia bukan Kim Taehyung.

"Kenapa ini semakin menjadi-jadi?" tanganku merambah naik memegangi dada. Entah berapa denyutan permenitnya, kurasa ini lebih dari dua ratus.

Laki-laki itu selalu bisa membuat jantung ku menggila. Tingkah-tingkah tak terduga yang rasanya bisa membuatku mati.

***

Taehyung berjalan dengan latar gelap malam. Taehyung fikir dia butuh udara segar. Jadi dia memutuskan untuk keluar dan berjalan santai dengan masih menggunakan seragam sekolah.

Bahkan dia terlalu malas untuk pergi mengganti baju. Hanya lima menit di rumah cukup membuatnya muak setengah mati.

Lalu sekarang apa yang akan ia lakukan? Dua belokan ke kanan adalah halte bus. Haruskah dia pergi mengunjungi temannya, Jungkook dan tidak pulang malam ini?

Terdengar menarik. Dia akan tinggal dan pulang ketika pagi.

Keramaian malam Seoul menyambut ketika kakinya menapaki halte. Hiruk pikuk begitu kentara ia rasakan.

Manusia berlalu-lalang dengan sibuknya. Keluar masuk bus hingga tak memiliki celah untuk kosong.

Taehyung memilih untuk berdiri. Halte cukup penuh malam ini. Kebanyakan dari mereka adalah para siswa yang baru saja pulang dari bimbingan belajar.

Taehyung tak pernah merasakan bagaimana pulang malam karena bimbingan belajar. Dan rasanya dia tak ingin merasakan itu. Hanya dengan mendengarkan Ahn saem berceloteh selama dua jam pelajaran sudah membuatnya jengah.

Taehyung benar-benar bodoh kalau dia mau mendengar kembali celotehan Ahn saem di malam hari.

Hingga bus yang akan menjadi tumpangannya datang. Gadis di samping kirinya sontak saling berdahuluan untuk masuk. Ya, gadis, namanya juga gadis.

Taehyung mengambil tempat paling belakang. Menduduki bangku paling sudut, tepat di samping jendela. Hingga membuatnya dapat melihat bagaimana gemerlap kota Seoul di malam hari.

Si gadis papan iklan kosmetik menyambut Taehyung dengan senyuman manis. Begitu menawan dengan eye smile miliknya. Hingga bus mulai berjalan.

BRHUK

"Astaga... Maafkan aku!!!" Taehyung sontak terperanjat saat dengan singkat seorang gadis jatuh tepat di atas tubuhnya.

Gadis itu sontak menjauh dengan membenarkan buku dalam dekapannya. Taehyung belum bisa melihat bagaimana wajah gadis itu. Dia memakai mantel hitam dengan syal merah maroon yang meliliti leher. Gadis itu menunduk hingga separuh wajahnya tertutup oleh syal.

"A-aku sungguh minta maaf, aku juga terkejut karena bus berjalan tiba-tiba, aku- astaga, yang jelas aku minta maaf, ak- Tae-Taehyung?" gadis itu sama terkejutnya dengan Taehyung.

Bagaimana bisa?

Bertemu di dalam bus seperti ini? Gadis ini? Dia di Seoul?

"Hyojoo- noona?" sesaat setelah Taehyung menyebut namanya, gadis itu tersenyum. Dengan eye smile terbaik yang pernah Taehyung lihat, mengalahkan si gadis papan iklan kosmetik.

Tapi- bagaimana bisa? Dia tersenyum di saat seperti ini? Saat dimana Taehyung ingin menerkamnya dan mengurungnya di kamar seharian untuk melepas rindu.

Si gadis sialan yang Jimin katakan muncul di hadapannya malam ini. Gadis yang membawa pergi seluruh hati Taehyung tanpa repot-repot mengembalikannya. Gadis yang membuat Taehyung hampir gila karena kepergiannya. Gadis yang membuat Taehyung ingin mati karena tak pernah memberinya kabar.

Dan hari ini dia datang. Dengan senyuman yang seperti biasa dapat membuat dunia seakan jungkir balik bagi Taehyung.

#Tae's💞

UNTRUE (BTS FanFict) Where stories live. Discover now