Pelajaran

71.6K 7.8K 1.1K
                                    

Setelah insiden subuh tadi, Ganda mengira pagi ini suasana akan tegang. Jadi dia sedikit heran bercampur lega saat melihat papa dan mama tirinya masih berangkulan di meja makan. Tangan Jess memeluk lengan kiri Gio sementara lelaki itu sarapan.

"Kamu tuh udah tahu bakal nyesel sendiri tiap habis ngomong asal, coba kata 'bego' itu diganti sama 'ganteng' gitu. Jadi tiap mau marah ke aku, yang keluar jadinya enak."

"Orang emosi manalah bisa muji-muji kamu," omel Jess.

"Kan biar nggak nyesel. Daripada ngomong, 'bego banget sih kamu', kan enakan bilang, 'ganteng banget sih kamu', gitu..."

Jess tidak menanggapi, memilih membenamkan wajahnya di lengan Gio. "Maaf... aku yang bego."

"Tuh, kan, disebut lagi. Ya jadi mode automatic lama-lama," balas Gio. "Nggak akan aku nikahin kalau kamu bego. Nanti anak-anakku ketularan."

Jess mencubit pinggang Gio, membuat lelaki itu tertawa pelan.

"Sakha disusuin langsung aja. Itu kan udah aku cicip, kayaknya aman," Gio menyeringai, membuat Jess berdecak. "Nanti ASIP-nya aku bantuin perah juga biar banyak."

Ganda, yang sedang menyusup ke dapur untuk mengambil susu, otomatis batuk mendengar ucapan itu.

Kedua orangtua yang kadang tidak bertingkah sesuai umur itu pun segera memisahkan diri saat melihat Ganda. Jess menegakkan posisi duduknya dan melepaskan pelukan pada lengan Gio dengan wajah memerah.

"Kamu sih, ngomong suka asal," omel Jess.

"Sweetpea, kalau kamu lupa, kita ini jodoh," balas Gio, santai.

Jess mendelik, lalu berpaling pada Ganda. "Sarapan, A," ajaknya.

Ganda menurut, menarik kursi makan di depan Jess, lalu mulai sarapan tanpa suara. Gio mengajaknya mengobrol, tapi hanya ditanggapi seadanya.

Selesai sarapan, ayah-anak itu pamit. Ganda sempat melihat Gio mengecup dahi dan bibir Jess sekilas.

Gio berpaling pada Ganda yang sudah akan mengeluarkan sepedanya. "Papa antar. Sepeda kamu taruh bagasi. Nanti turunin."

Ganda menurut. Dia melipat sepedanya, lalu memasukkannya ke bagasi. Setelah itu, dia naik ke bangku penumpang di sebelah Gio.

"Nggak usah dimasukin ke hati," ucap Gio, saat mobilnya melaju perlahan meninggalkan rumah.

"Papa tahu, kan, itu aku yang nggak tutup rapat?"

Gio mengangguk.

"Aku mau bilang ke Mama Jess."

"Jangan sekarang," gumam Gio. "Mama kamu itu lagi pusing. Sakha diare, kayaknya Mama Jess salah makan atau apalah. Makanya dia marah banget simpanan ASIP-nya rusak. Sakha lagi nggak bisa disusuin langsung."

Ganda diam.

"Terus semalam Icha juga batuk. Makin stres dia."

Ganda makin bungkam.

"Pokoknya jangan disinggung dulu masalah subuh tadi itu. Nanti aja, tunggu situasinya enak. Udah kejadian juga, nggak bisa diapa-apain lagi." Gio mengacak rambut Ganda. "Inget aja buat lebih hati-hati."

Ganda mengangguk.

"Mama Jess emang gampang meledak kalau lagi marah. Tapi nggak lama kok marahnya. Besoknya juga udah normal." Gio menghentikan mobilnya di depan gerbang utama sekolah Ganda. "Itu enaknya. Langsung dikeluarin, selesai. Nggak dipendam dan berlarut. Nggak enaknya ya omongan yang keluar nggak disaring."

Ganda diam sejenak, melepas seatbelt-nya. "Papa sayang banget ya sama Mama Jess."

Gio hanya menjawab dengan senyum tipis.

No Place Like HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang