[ Part 8 - Buahen ~ Mengapa ]

5.5K 461 35
                                    


Harum mawar di taman

Menusuk hingga ke dalam sukma

Yang menjadi tumpuan rindu cinta bersama

Di sore itu menuju senja

---

Aroma manis bunga anggrek, indah dan menenangkan, jika saja indera perasa mampu mengutarakannya, pasti manis seperti strawberry yang benar-benar matang. Rayn bergelung dengan semua kemewahan itu, seolah kamar-kamar mewah di apartemen dan rumahnya, tidak ada yang bisa membuatnya tidur senyenyak dan senyaman ini. Bahkan beludru hitam yang tebal seperti bulu beruang yang menjadi tempat kesayangannya untuk menyamankan diri tidak terasa seindah ini.

Nila berusaha tidak bergerak, bertahan dengan kondisi aneh yang menimpanya.

Sejak beberapa jam yang lalu, kepala Rayn terkulai di pangkuannya, tangan lelaki itu memeluk erat pinggangnya dan tertidur seperti anak kecil yang merindu pangkuan ibunya. Walaupun dengan mata tertutup, Nila bisa merasakan hembusan nafas Rayn yang panas di pahanya yang dibalut kain putih tipis.

Mungkin Rayn terlalu lelah karena perjalanan panjang kemarin sehingga tidurnya menjadi tidak karuan seperti itu, tapi lama kelamaan, kepala Rayn terlalu mendesak ke perutnya dan Sangiang Datau tidak menyukai kondisi itu. Nenek tua itu merancau marah, walaupun mata Nila sudah ditutup, tak urung Sangiang Datau membuat gerakan pada lututnya yang mengguncang kepala Rayn.

---

"Aduh!" Rayn terkejut dengan guncangan yang tiba-tiba dan saat melihat posisi tubuhnya berbaring dengan tidak senonoh menyurungkan kepala di pangkuan gadis perawan, Rayn tercekat.

"Maaf tuan tentara kalau gerakan Sangiang Datau membuat kau terbangun, aku tidak mampu melawan kekesalannya walaupun aku sudah berusaha membelamu, kau terlalu lelah karena perjalanan kemarin, bukan?"

Rayn berjuang keras menaklukkan nafsunya untuk tetap memeluk Nila dalam kondisi yang menenangkan seperti ini, sisi rasionalitasnya mengeliat dan melepaskan Nila, aaahh...pria itu melepaskan penutup mata gadis itu dan tak lama gerutuan panjang keluar dari bibir Nila. Matanya masih gelap, tapi kekuatan magisnya mulai melemah, hari sudah menjelang fajar dan saat matahari di luar sana mulai menampakkan cahanyanya, terang di mata Nila mulai menyala.

"Selamat pagi..." sapa Rayn. Nila tersenyum.

Jenis senyuman yang mampu memporak porandakan pertahanan lelaki manapun, tetapi dengan tenang Rayn mengendalikan dirinya dan melepaskan ikatan di tubuh Nila.

Dengan penuh penyesalan, Rayn meraba guratan merah bekas ikatan tali pada pergelangan tangan dan kaki gadis itu.

Melihat dahi Rayn mengernyit, Nila seolah mengerti. "Tidak apa, aku tidak terluka, itu akan pulih dengan sendirinya..." Rayn membantu Nila berdiri.

"Sudah hampir pukul enam, aku akan mencoba menghubungi Erwin lagi memastikan posisi lokasi kita, setelahnya kita akan kembali meneruskan perjalanan..."

Nila mengangguk. Lalu memandang Rayn.

"Tuan tentara, bolehkah aku mandi? Sudah dua hari aku tidak mandi, tubuhku mulai gatal?"

"Tapi di luar sana berbahaya, Nila..."

Gadis itu tersenyum memperlihatkan giginya yang berderet rapi.

"Di dalam gua ini ada mata air..."

"Benarkah?"

Nila mengangguk lalu meminjam senter yang dimiliki Rayn.

"Di dalam sana..." mereka berjalan bersisian dan menemukan sebuah mata air di dalam gua.

"Kita isi botol kita dulu, Rayn. Setelah itu izinkan aku mandi..." Nila mencelupkan jemarinya ke dalam air dan mendesah. "Segarnyaaa..."

Borneo DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang