17. Explain

19 2 0
                                    

Hide Away – Daya

“JONASH!”

Panggilan itu membuat Jonash menoleh, di sana terlihat sosok Viona berdiri tak jauh dari posisinya. Menenteng tumpukan buku di tangannya. Jonash menghampiri Viona.

“Lo ngapain di sini?” tanya Viona.

“Nemenin temen doang, sih, di kafe depan sekolah lo. Terus numpang toilet di sini.”

Viona mengernyitkan keningnya. “Emang di sana nggak ada toilet.”

“Ada. Cuma gue pengen di sini—sekalian pengin ketemu lo.” Jonash nyengir.

“Udah deh. Nggak usah modus, gue tau kok segitu ngangeninnya gue.”

Mata Jonash menangkap tumpukan buku di tangan Viona. Cowok itu menatap takjub cewek di depannya. “Widih, lo udah baca semuanya?” Jonash menunjuk buku-buku tersebut. “Rajin amat, lo.”

Viona memutar bola matanya. “Rajin apaan. Ini tuh buku anak-anak kelas gue yang udah ngembaliin buku perpustakaan. Terus nantinya di data, siapa aja yang belum ngumpulin. Nah, sebagai ketua kelas yang baik, gue ngerjain itu semuanya.” Viona tersenyum bangga. Meskipun terdengar nada sarkastik dari perkataannya.

Sedangkan di sisi lain, seseorang perempuan berkucir kuda—yang tadi menolehkan kepalanya saat merasa seseorang memperhatikannya—kini mengernyit. Matanya menatap selidik punggung cowok jangkung yang memakai seragam berbeda darinya sedang berbicara dengan Viona. Pikirannya mulai menjelajah ke mana-mana saat mendengar Viona memanggil cowok itu.

Dia, Candra, merasa familiar dengan nama itu. Namun urung, Candra menggelengkan kepalanya. Mungkin itu teman Viona. Dan nama itu, mungkin dia salah dengar. Candra tak memikirkan lebih lanjut. Ia melanjutkan tujuannya.

“Oh, boleh gue bantu?” tawar Jonash.

Viona menoleh. “Nah, kenapa nggak dari tadi aja lo nawarin itu! Ayo,” Belum sampai Jonash berkata, Viona melanjutkan kata-katanya. “Tunggu, terus nasib temen lo gimana?”

“Dia kan mau ketemu sama temennya. Urusan cewek. Gue gak mau ganggu.”

[.]

“Candra!” Sierra memanggil seseorang—yang baru masuk kafe saat cewek itu mengedarkan pandangannya—sambil mengangkat tangannya.

Cewek itu, Candra, menolehkan kepalanya. Ia tersenyum. Kemudian melangkah cepat menghampiri Sierra. Candra mengambil tempat duduk di depan Sierra.

Sierra bisa melihat begitu antusiasnya Candra untuk bertemu—terlihat dari cara berjalannya yang tergopoh-gopoh, senyumnya yang mengembang, mata membesar, juga tangan yang tergepal erat di atas meja. Kemudian tangan itu menggenggam tangan Sierra sambil menggoyang-goyangkan tangannya.
Boxuice.com
“Sierraaa!! Gue punya kabar baik, mengejutkan, menghebohkan, dan—”

“Sshh, pelanin suara kamu. Ini tempat umum.” Sierra memotong ucapan menggebu-gebu Candra. Candra terkekeh. Ia menarik napasnya. Berusaha bersikap senormal mungkin.

“Kemarin, pas gue pulang kerja kelompok, bertepatan lo nelpon gue, di jalan gue ketemu dia!” Candra berucap langsung.

Hal itu membuat Sierra mengernyit. Mencerna perkataan cewek di depannya barusan. Candra baru saja ingin menjelaskan lebih lanjut, namun Sierra lebih dulu membesarkan matanya. Cewek itu tersenyum. Menatapnya tidak percaya. “Iya? Kok bisa? Trus, trus?”

Candra menunduk sejenak. Setelah itu mendongak dengan senyumnya yang memudar. “Kayanya dia nggak ngenalin gue—kebukti waktu itu dia marah-marah ke gue karena berdiri di depan motornya. Iya, sih, emang gue jalan nggak liat-liat.” Candra menggaruk tengkuknya.

What's the Problem? [ON HOLD]Där berättelser lever. Upptäck nu