PROLOG

164K 9.6K 1.2K
                                    

Ganda menarik napas perlahan, menenangkan dirinya, sebelum menghampiri Tara yang duduk di ruang tengah bersama Juna, adiknya. Dia meyakinkan diri-sendiri kalau dia bisa melakukan ini. Dia bukan lagi bocah sebelas tahun yang hanya bisa diam dan menerima. Usianya sudah lima belas tahun. Dia sudah bisa membuat keputusan sendiri.

Iya, kan?

"Ma..." tegur Ganda, seraya duduk di samping Tara.

"Kenapa, A?"

"Aku tadi telepon Papa Gio..."

"Oh... terus? Ngomongin apa?"

Ganda kembali mengatur napasnya, entah mengapa merasa gugup. "Kata Papa Gio, aku boleh SMA di Jakarta."

Ucapan itu berhasil menarik perhatian Tara sepenuhnya. Dia memutar tubuh menghadap putra sulungnya itu. "Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?"

"Kata Mama aku harus mau nerima Papa Gio. Aku udah nerima. Coba dekat juga. Udah lumayan dekat. Terus...."

"Kamu harusnya bilang dulu sama Mama."

"Ini bilang," balas Ganda.

Tara mulai terlihat kesal. Entah sejak kapan Ganda mulai bisa menjawab tiap ucapannya. Padahal dulu anaknya itu sangat penurut.

"Kamu udah masuk di SMA negeri di sini."

"Kata Papa Gio aku bisa masuk SMA swasta di sana."

"Biaya swasta itu mahal pasti."

"Papa Gio mau bayarin."

"Bukan itu masalahnya!" Tara makin kesal. "Kamu tuh sekarang kalau dibilangin selalu jawab."

"Ada jawabannya, masa aku diam aja?"

Tara melotot. Ganda membalas tatapan mamanya, bertahan sekuatnya agar tidak berpaling.

"Kamu baru kenal papa kamu empat tahun. Yakin mau tinggal sama dia?"

"Itu bisa bikin aku makin kenal Papa Gio, kan?"

Tara tidak menyerah. "Papa kamu juga udah nikah sekarang. Yakin istrinya kasih izin?"

Ganda mengangguk mantap. "Tadi Mama Jess ikut ngobrol kok. Katanya boleh."

"Kamu mau tinggal jauhan dari Mama?" Tara mencoba usaha terakhir.

"Kan pas libur agak lama bisa pulang ke sini."

Kembali diam.

"Kenapa kamu tiba-tiba mau tinggal sama Papa Gio?"

"Cuma mau lebih dekat."

Tara tidak yakin dengan jawaban itu. Namun dia memilih menerima, tidak memaksakan keinginannya.

"Ya udah. Nanti Mama bicarain sama Papa Dhimas."

Ganda mengangguk, mengucapkan terima kasih, lalu beranjak dari sofa untuk kembali ke kamarnya.

Begitu sudah duduk di tepi kasurnya, Ganda meraih ponsel dan menghubungi nomor Gio.

"Halo?"

"Halo, Pa. Kata Mama boleh."

Nada suara papanya terlihat sangat senang. "Bagus kalau gitu. Masalah pendaftaran nanti Papa urus. Kamu kalau mau di sana dulu sampai sebelum mulai masuk sekolah ya nggak apa-apa."

"Kalau aku mau langsung ke sana, boleh?"

"Ya bolehlah. Weekend ini Papa sama Mama Jess ke sana, sekalian nganter Teh Tia pulang libur semester."

"Iya..." balas Ganda. "Ya udah, itu aja. Assalamu'alaikum."

Gio menjawab salam itu, kemudian memutus sambungan telepon.

Ganda menghela napas, menatap layar ponselnya hingga berubah gelap.

Semoga dia mengambil keputusan yang tepat.

**

nanti dilanjut...

Haii! Akhirnya si ilham dan wahyu dateng juga. Dan akhirnya aku kembali berani coba nulis teenfic lagi. Kali ini ga ada warning 21+. Labelnya SU, Segala Usia. wkwkwk

Semoga pada suka~
Ditunggu komennya 😉

xoxo

Kg_

No Place Like HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang