Bab 17 - Kebimbangan..

23.9K 1.3K 22
                                    

NABILA POV

                “ Tolong maafkan aku Bil, maafkan aku karena telah menghancurkan persahabatan kalian”,

Oh ya Tuhan.. apakah aku bisa memaafkannya?

Entah sejak kapan aku melamun tapi yang pasti aku sangat terkejut saat melihat Vivi tiba – tiba saja sudah berlutut di hadapanku. Aku memandang sekitar dan benar saja, semua pengunjung yang melihatnya kini memandangku dengan tatapan sinis. Kenapa seperti aku yang bersalah coba?

                “ Apa yang kamu lakukan Vi? “,tanyaku dengan hati – hati.

Vivi masih menundukkan wajahnya, isak tangisnya masih nyaring terdengar. Aku muak berada disituasi seperti ini.

                “ Bangunlah”, aku mencoba meraih lengannya dan membantunya bangkit dari tindakannya sedikit berlebihan menurutku. Ia sudah kembali duduk dihadapanku. Tangannya sibuk menyeka air mata yang tak henti – hentinya mengalir dari matanya. aku menghela nafas.

                “ Aku memaafkanmu Vi, aku tidak akan dendam padamu dan kumohon jangan seperti ini, kamu membuatku merasa tidak enak, yang harus kamu lakukan adalah bukan meminta maaf padaku, tapi ucapkan permintaan maafmu pada Riana dan Agha”, Vivi mulai berhenti terisak. Ia manatapku dengan tatapan sendunya.

                “ Terima kasih Bil, terima kasih “, ucapnya lirih. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum sebisaku.

****

                Setelah pertemuanku dengan Vivi kemarin sore justru semakin membuatku bingung. Aku bingung apa yang harus kukatakan pada Agha dan keluarganya. Di satu sisi aku ingin menerimanya terlepas apa yang telah terjadi di masa lalu, hanya Agha-lah yang selalu dihatiku, tapi aku juga tak mau membuat suasana makin tidak enak. Aku tidak mau Riana semakin khawatir padaku, karena sampai saat ini aku masih bingung antara percaya dengan yang Vivi katakan atau tidak.

                Suara Maher Zein tiba – tiba saja mengalun indah dari atas meja. Ponselku berkedip – kedip manampilkan nama ‘ Sinta ‘  dilayarnya. Aku sempat terhenyak sebelum akhirnya menjawab panggilan tersebut.

                “ Assalamualaikum Bil”, sapa Sinta dengan suara khasnya.           

                “ Walaikumsalam Sin, gimana kabar kamu?”,

                “ Aku tidak baik – baik saja Bil, aku butuh bantuanmu”,

                “ Bantuan apa?”,

                “ Tolong artikan mimpiku ini”,

Dan begitulah setelahnya Sinta menceritakan sebuah mimpi yang sempat membuatnya tidak bisa tidur berhari – hari. sebuah mimpi yang mengantarkan aku pada sebuah kesimpulan bahwa.

                “ Berhijablah.. bukan untuk mimpimu, bukan juga untuk menyenangkan siapapun, tapi berhijablah untuk ketenangan hatimu dan juga pelengkap ibadahmu”, kataku pada Sinta setelah mendengar semua ceritanya hingga selesai. Sinta masih terdiam di ujung telpon.

                “ Nabila… terima kasih atas bantuanmu, aku akan menenangkan diri dulu, nanti aku hubungi kamu lagi”,

                “ Baiklah, aku harap kamu bisa mengambil keputusan yang benar”, mendengar diriku sendiri bicara seperti itu membuatku meringis sendiri. Kamu munafik sekali Nabila, kamu mencoba meyakinkan Sinta tapi kamu sendiri tidak bisa meyakini diri kamu sendiri.

My SunshineWhere stories live. Discover now