Bab 10 - Lamaran 'lagi'

26.9K 1.5K 31
                                    

AGHA POV

Berkat rasa penasaran yang sudah menggunung aku memutuskan untuk menemui Ayah. Sore ini setelah pulang kantor aku menyempatkan mampir kerumah Ayah, karena semenjak menikah tiga tahun yang lalu aku memutuskan untuk tinggal terpisah dari Ayah dan Bunda. Alasan yang sebenarnya adalah karena Vivi tidak suka hidup bersama dengan kedua orang tuaku. Aku berjalan masuk ke arah dapur tempat biasa Bunda menghabiskan waktu sorenya untuk menyiapkan makan malam.

                “ Assalamualaikum Bun”, Sapaku. Ia terkejut saat melihat kehadiranku.

                “ Walaikumsalam, Ya ampun Gha, kamu ngagetin Bunda aja deh, tumben kamu kesini biasanya masih ngerem dikantor”, sindir Bunda. Tangannya masih sibuk mengaduk sup yang ia buat di dalam kuali yang cukup besar. Cuma makan berdua kok banyak banget bikinnya.  Aku memilih duduk di meja makan dan memakan krupuk yang terisi penuh didalam toples.

                “ Saya mau ngomong penting sama Ayah, Ayah dimana Bun? Kok nggak keliatan”, Jawabku sembari mengunyah krupuk udang kesukaanku. Kira – kira boleh nggak ya dibawa sama toples – toplesnya.

                “ Ayah? kalau nggak salah di ruang kerjanya deh, memang ada apa tumben kamu cari – cari Ayah sampe segitunya, bukan karena pendapatan perusahan lagi turun kan Gha?”, Sepertinya rasa ingin tahu Bunda semakin tinggi, lebih baik aku segera pergi takut Bunda makin  asik tanya – tanya.

                “ Saya keatas dulu ya Bun”, ujarku lalu segera naik ke lantai 2 dimana ruang kerja Ayah berada. Ruang kerja Ayah menjadi satu dengan perpustakaan pribadinya.

TOK_TOK

Ku ketuk pintu ruangan Ayah

                “ MASUK!!”, seru Ayah dari dalam. Kubuka pintu tersebut dan kulihat Ayah sedang duduk dibalik meja kerjanya. Sepertinya sibuk membalas email – email karena perhatiannya terpusat pada laptop di hadapannya.

                “ Assalamualaikum Yah”, sapaku yang memilih duduk di sofa yang ada di sudut ruangan. Rasanya nyaman sekali.

                “ Walaikumsalam, tumben kamu kesini, nggak ada makanan apa di apartemen?”, dasar Ayah! mulutnya nyinyir banget. Belom makan apa sampe segitu pedesnya ngomong. Aku mendengus sebal.

                “ Saya Cuma masih kepikiran ucapan Ayah yang kemarin, serius deh sebenarnya ada apa sih Yah? Saya penasaran banget”, Jelasku to the point. Ayah menoleh kearahku. Kacamata nampak di turunkan setengah.

                “ Masih belum berhasil membongkar teka teki Ayah?”, ledek Ayah yang membuatku mencibir.

                “ Ayolah Yah… saya tuh udah pusing mikirin kerjaan, mikirin status duda, eh sekarang pake ditambahin mikirin beginian, tinggal ngomong aja susah banget”, sewotku yang sudah habis kesabaran. Ayah melepaskan kacamatanya dan tertawa kecil.

                “ Sayang sekali.. padahal kalau kamu tahu sendiri pasti semuanya terasa lebih meyakinkan”, ujar Ayah yang sepertinya masih menebar teka – tekinya. Aku terdiam sejenak, mencoba memikirikan beberapa fakta yang akhir – akhir ini baru kutemui. Semua fakta yang baru kutemui hampir menjurus ke Nabila, apa ada hubungannya dengan Nabila ya?

                “ Gimana? Sudah ingat belum? Atau sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi?”, pancing Ayah. aku masih mencoba memutar semua memoriku akhir – akhir ini. Dari Nabila yang gagal menikah, Nabila yang saudaranya Oscar, Nabila yang temannya Maura, Ayah Nabila yang mengenal Ayahku, lalu Nabila yang…. Nggak.. nggak mungkin itu terjadi. Aku menatap Ayah dengan rasa tidak percaya.

My SunshineDonde viven las historias. Descúbrelo ahora