Calleb melihat betapa pucatnya wajah Amber dan merasakan tubuh gadis itu mengigil. Seketika ia menyesal. Bukan salah Amber jika ia mendapatkan pelecehan. Calleb tanpa sadar membebankan emosinya pada Amber.
Amber melihat raut wajah Calleb yang melunak. Ia merasakan ketika pegangan Calleb mengendur. Pria itu kemudian membimbingnya untuk duduk di sofa dan meninggalkannya di sana. Saat kembali, Amber melihatnya membawa secangkir teh hangat.
Setelah meletakkan cangkir teh, Calleb kemudian duduk di samping Amber, meraiuh gadis itu ke dalam pelukannya, dan mengusap – usap lengan atas Amber.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud marah kepadamu. Aku hanya tidak dapat menahan emosiku mendengar ada bajingan yang berusaha melukaimu. Sejujurnya aku lebih marah kepada diriku yang tidak berada di sana untuk melindungimu. Aku bahan baru mengetahuinya tadi dari Aunt Jane. Apabila kau sudah siap, maukah kau bercerita padaku mengenai kejadian itu?"
Amber meletakkan wajahnya di leher Calleb, menyerap kehangatan pria itu, menghirup wangi Calleb dan merasa dirinya mulai tenang perlahan – lahan.
"Kejadian itu terjadi sudah cukup lama." Amber mulai bercerita. Suaranya terdengar lirih. Amber terasa begitu rapuh, "aku sudah selesai memindahkan semua barang – barangku, dan begitu bersemangat mengetahui kau berada di satu universitas yang sama denganku. Hari sudah sore namun belum gelap ketika aku menyadari jika aku lupa mengembalikan buku yang kupinjam di perpustakaan kota. Aku langsung kembali, berniat untuk mengembalikan buku hari itu juga. Dalam pikiranku, entah kapan lagi aku dapat meluangkan waktu untuk kembali, mengingat aku berencana untuk mendekatimu selama kuliah."
"Aku tidak ingin merepotkan keluargamu, apalagi ketika Jo mengatakan salah satu relativenya datang berkunjung."
"Aunt Jane." Ucap Calleb. Ia mencium puncak kepala Amber dengan lembut. Amber mengangguk pelan.
"Hari sudah gelap ketika aku sampai. Aku langsung mengembalikan buku itu dan kembali ke terminal, menunggu bus untuk membawaku kembali ke universitas. Entah mengapa, malam itu begitu sepi."
"Saat menunggu bus, tiga remaja seusiaku lewat dan menyadari kehadiranku yang sendirian. Salah satu dari mereka berinisiatif untuk menggodaku. Sementara teman yang lain hanya menyorakinya."
"Aku tidak tahu siapa mereka, aku tidak pernah melihat mereka sebelum ataupun sesudahnya. Entah bagaimana, tiba – tiba ia tidak hanya menggodaku lewat ucapan, namun juga berusaha menyentuhku."
Amber bergidik mengingat kejadian yang cukup traumatis itu. Calleb menyadarinya, memeluknya lebih kencang, "sssttt, kau tidak perlu melanjutkan jika kau tidak ingin atau belum siap."
Amber menggeleng pelan, "aku tidak apa – apa." Setelah berusaha mengatur nafas, Amber kembali melanjutkan, "aku menolaknya, tentu saja. Namun aku tidak memukulnya atau melakukan tindakan yang dapat menprovokasinya. Tidak lama kemudian, ia memanggil teman – temannya, meminta mereka untuk memegangku sehingga aku tidak dapat lari."
"Mereka menuruti temannya. Ia berusaha untuk menciumku, aku mengalihkan wajahku sehingga ia hanya mencium pipiku saja. Ia kemudian menjilatku, mengatakan betapa wanginya aku dan itu membuat ia sangat bersemangat."
"Aku menangis, tentu saja. Berharap ada orang yang lewat yang dapat menyelamatkanku. Ia berhasil menciumku, dan ketika aku menolak untuk membuka mulut, ia meremas dadaku dengan keras hingga aku kesakitan, membuat ia dengan leluasa memasukkan lidahnya."
Calleb menggeram, ia merasakan sakit, ketakutan dan amarah mendengar perlakuan bajingan itu kepada gadisnya. Gadis yang ia puja – puja dan agungkan. Rasanya dapat membunuh bajingan – bajingan itu jika saja ia mengetahui siapa mereka.
أنت تقرأ
Forgetting Him
عاطفيةDia kembali. Bukan hanya sebagai kenalan, namun ia kembali dengan menawarkan bantuan investasi yang dibutuhkan Amber untuk kelangsungan masa depan perusahaan Ben. Dan mimpi buruk pun kembali terulang.
