Amber menepiskan semua berkas-berkas yang bergeletakkan di mejanya. Bagaimana mungkin ia bisa berkonsentrasi membaca report jika nanti malam ia harus menghabiskan waktu bersama Calleb.
Amber memejamkan matanya, dan tanpa sadar pikirannya melayang...
Ini jelas bukan pertemuan yang diimpikan oleh Amber. Ia selalu membayangkan Calleb akan menemukannya sedang dalam kondisi terbaik. Cantik dan penuh semangat. Sedangkan ini, sangat jauh dari itu. Dengan mata bengkak dan hidung merah, jelas bukan kondisi terbaik yang dimiliki Amber.
"Amber?" Nada suara Calleb penuh kelembutan ketika menemukan gadis itu sedang duduk menangis di salah satu sudut bangunan gedung sekolah yang jarang didatangi. Dan herannya, Calleb memilih saat yang tepat untuk datang. "Hebat" keluh Amber dalam hati. Ia segera menghapus air matanya.
"Calleb." Amber segera berdiri dan berkata sambil lalu, "maaf, sebaiknya aku ..." Calleb langsung menarik tangan Amber yang tadinya hendak pergi dan memeluknya erat sambil mengelus lembut rambut gadis itu.
Amber terasa sangat pas dalam pelukannya, dan harum gadis itu sungguh memabukkan. "Menangislah, Sayang. Jangan pikirkan keberadaanku." Bujuk Calleb lembut. Tak tahan dengan perlakuan lembut Calleb, tangis Amber semakin menjadi yang membuat Calleb semakin memeluk Amber dan membujuknya, membisikannya kata-kata sayang, dan bersedia melakukan apa pun untuk menghilangkan segala kesedihan dalam hati gadis itu.
Beberapa saat kemudian, setelah Amber tenang, Calleb mulai melonggarkan pelukannya. Ia menatap Amber dan menghapuskan jejak air mata di pipi Amber.
"Belum pernah aku menemukan gadis secantik ini saat menangis." Calleb tersenyum lembut ketika menatap Amber yang tersipu. "Tak usah berbohong, aku tahu tampangku tak karuan ketika menangis." Dan sebagai pembuktian ketulusan pujiannya, Calleb mencium Amber.
Ciuman itu ringan, seringan bulu, dan lembut, selembut kapas. Amber dapat merasakan nafas hangat Calleb di wajahnya serta rasa mint pria itu. Jantungnya bergetar sangat keras, serasa akan meledak. Sesaat dia takut untuk membuka mata, membayangkan ini semua hanya mimpi indah. Calleb menciumnya, benar – benar menciumnya!!
Dan ketika ia memberanikan diri membuka mata, ia dapat melihat Calleb yang tersenyum padanya. Tangannya bergetar ketika meraih wajah pria itu, tapi ia menegaskan hatinya, menarik wajah pria itu dan kembali menciumnya.
"You really are an unpredictable girl, Amber." Calleb tertawa ketika ciuman keduanya berakhir. Ia mencium hidung merah Amber dan mengusap lembut rambut gadis itu. "Sekarang, katakan padaku apa yang membuatmu menyepi dan menangis sendirian disini?"
Amber tertunduk singkat dan menarik nafas panjang sebelum berkata, "Dad akan dipindah tugaskan lagi." Sesaat Calleb mematung, ia menarik gadis itu mendekat dan mencium dahinya, "dan bagaimana dengan kau? Apa yang akan kau lakukan?"
Amber berbalik dan menatap Calleb dengan kesungguhan hati, "sebelumnya, seperti biasa aku hanya bisa pasrah menerima keputusan ini." Calleb tersenyum, "dan sekarang?" "Dan sekarang aku akan mengutarakan kemauanku. Aku ingin tetap tinggal disini." Calleb pun membalas jawaban Amber dengan ciuman.
Perlahan, Amber membuka matanya. Pikirannya telah kembali. Ia menghela nafas panjang dan kembali menekuni berkas – berkas di hadapannya.
*****
Amber memperhatikan penampilannya untuk terakhir kalinya di cermin. Sudah sempurna. Ia menggelung rambut panjangnya, menunjukkan sosok seorang wanita profesional. Ia memulas sedikit wajahnya, cukup untuk memberi warna pada wajahnya yang pucat. Tidak ada perhiasan yang berlebihan, hanya sepasang anting mutiara dan jam tangan yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. Ia mengenakan kemeja sutra hitam dengan rok ketat sepanjang lutut, yang juga berwarna hitam. Terakhir, sepasang pump hitam membantu memberi kesan klasik pada penampilannya.
YOU ARE READING
Forgetting Him
RomanceDia kembali. Bukan hanya sebagai kenalan, namun ia kembali dengan menawarkan bantuan investasi yang dibutuhkan Amber untuk kelangsungan masa depan perusahaan Ben. Dan mimpi buruk pun kembali terulang.
