Chapter 10

12.4K 370 13
                                        

Amber mengetatkan jaketnya, berusaha menyerap udara panas di tubuhnya. Malam itu begitu dingin, bahkan jaketnya tidak mampu menghangatkan tubuhnya. Wajahnya yang ternoda tanah, rambut yang kusut dengan helaian dedaunan kering di antaranya, belum lagi bekas air mata yang mengering dan tubuhnya terasa babak belur.

Amber berjalan perlahan menuju asramanya. Ia berusaha sekuat tenaga menahan tangis yang hendak keluar sewaktu – waktu. Ingin rasanya mencari Jo, memeluk sahabatnya dan mencurahkan tragedy yang baru saja terjadi kepadanya. Namun ia tidak mau menyusahkan gadis itu.

Orang tua Jo sedang mendapat tamu, membuat mereka tidak dapat mendampingi Amber untuk pindahan. Lagi pula, sebagian besar barang – barang Amber memang sudah pindah ke asrama. Hanya barang – barang kecil saja yang tertinggal.

Masih teringat betapa bahagianya ketika ia diterima di dua universitas yang menjadi pilihannya. Dua – duanya berada di kota yang berbeda, namun sama – sama universitas terkemuka yang diakui.

Universitas yang pertama, sekaligus yang menjadi pilihan utama Amber adalah universitas dimana Calleb menimba ilmunya. Setelah lulus sekolah, Calleb pun di terima di universitas yang terletak di kota tetangga.

Tidak hanya Amber dan Jo yang senang diterima disana, orang tua Jo pun terlihat bahagia. Mereka beralasan, dengan Amber berada di universitas yang sama dengan Calleb, pria itu dapat membantu menjaga Amber. Lagi pula, sejak pergi kuliah, Calleb sangat jarang pulang, membuat kedua orang tuanya merindukan anak sulungnya itu. Dengan adanya Amber, mereka bisa menjadikan Amber sebagai alasan untuk berkunjung.

Amber pun tentu senang bukan kepalang. Ia dapat mendekati Calleb yang terlihat semakin menjauh dan sibuk oleh aktivitasnya. Dalam hati, ia masih berharap adanya keajaiban kedua dimana Calleb dapat menerima cinta monyetnya dan hapilly ever after. Apabila mengingat masa itu, Amber kembali mencibir, mengutuk kebodohan masa remajanya.

Ketika hendak berbelok, Amber dapat mendengar suara Calleb yang sedang mengobrol dengan teman sekolahnya. Ia segera mundur dan bersembunyi, tidak menginginkan pria itu melihat keadaannya yang tragis.

Amber bersumpah, ia tidak bermaksud menguping. Ia hendak mencari jalan lain ketika mendengar namanya disebut dalam perbincangan Calleb. Ia mundur, berlindung dalam kegelapan bayangan dan berusaha menangkap apa yang kedua pria itu bicarakan.

"Kau adalah orang paling aneh yang ada." Paul berdecak kesal, "kau tahu kan, banyak sekali yang mengincar Amber dan gadis itu terlalu pemalu sehingga sulit didekati."

"Kalau kau begitu sukanya dengan Amber, dekati saja dia. Jangan ganggu aku."

"Kau tidak dengar, dia begitu pemalu hingga sulit untuk mengajaknya berbicara tanpa adanya Jo atau teman wanita lainnya."

"Kau satu – satunya yang bisa berbicara dengan dia tanpa hambatan. Apa kau tidak berniat membantuku? Jika aku berhasil mendapatkannya, kapan pun kau membutuhkan bantuan, aku pasti akan selalu siap, Teman."

Amber menarik nafas, pipinya mendadak memerah. Meski mengetahui jika ini adalah perbincangan pribadi dan tidak sopan untuk menguping, namun dia sangat ingin mendengar jawaban Calleb.

"Apalagi yang kudengar dia diterima disini dan akan tinggal di asrama. Semakin mudah untuk mendekatinya." Paul masih mencoba untuk merayu Calleb.

"Aku tidak menyukai dia, Paul. Aku merasa sesak setiap berada di dekatnya." Calleb mendengus kesal, "dia menguntitku setiap saat. Rasanya seperti kau mempunyai seorang stalker pribadi. Tatapannya membuatku tertekan. Karena itulah aku melarikan diri dari rumah dan malas pulang."

Forgetting HimWhere stories live. Discover now