9. Dia Milikku!

9.4K 888 116
                                    

Didedikasikan untuk jihanaira

"Lantas, seberapa besar kita boleh berharap sesuatu?"

"Seberapa besar kapasitas hati kita menampung kekecewaan."

---Cendara Arum---


❤❤❤❤❤❤❤


Pesta tengah diadakan di kediaman keluarga Wijaya, di halaman belakang---dekat kolam renang. Tidak banyak menundang tamu selain keluarga inti, hanya beberapa kolega bisnis dan kerebat dekat saja.



Semua berjalan dengan lancar, kecuali insiden mengamuknya Bram sehari sebelum pertunangan itu dilaksanakan. Bram yang saat itu dilanda kemurkaan lalu melampiaskannya dengan memecahkan dan merusak---hampir---seisi rumah. Bram masih belum dapat menerima sepenuhnya ultimatum Wijaya Kusuma menikahkannya dengan Arum.


Dan pernikahan keduanya akan dilangsungkan dalam jangka waktu dua minggu ke depan.



Tidak ada yang dapat membantah keputusan Wijaya, baik orangtua Bram, sanak-keluarga yang lainnya, termasuk kekasih hati Bram yang juga turut menghadiri pertunangan itu. Wanita itu terlihat sekali seperti menahan geram dan emosinya selama proses tukar cincin itu terjadi. Matanya tak melepas pandang memberi Arum tatapan tajam, sinis. Umpama bisa membunuh hanya dengan tatapan seperti itu, Arum yakin dia pasti sudah mati sejak pertama kali wanita itu menatapnya menusuk.



Bram naik ke lantai atas, ke kamar tidurnya menuju balkon lalu mengeluarkan sebatang rokok mentol dan pematik api dari saku celananya, kemudian dengan cepat menyalakan gulungan mengandung yang nikotin itu dalam keadaan gusar. Dapat dikatakan kondisinya saat itu sedang tidak baik-baik saja. Seluruh sel aliran darahnya seolah akan meledakkan tubuhnya karena amarah yang bercokol di dada yang tak bisa dimuntahkan saat itu juga hingga membuat kepalanya didera rasa pening.


Sebab, pesta pengumuman pernikahan sekaligus pesta pertunangannya baru saja berhelat di mansion atas kehendak dan kuasa sang kakek.



Bram paham betul, Arum memuaskan diri mengolok-olok dirinya malam itu, tapi bukankah sejak dulu kakak angkatnya itu memang suka mengganggunya? Selama Arum masih berada di seputarannya, Bram berpikir kehidupannya tidak akan pernah tenang.


Si Jalang itu pasti tertawa puas sekarang ini!

Aku tidak percaya dengan topeng wajah sok lucu dan sok menderita yang selalu dia tampilkan!

Cih! Si jalang ratu akting yang selalu menciptakan drama, menciptakan masalah!




Bram menyandarkan bagian depan tubuh---pinggangnya ke pagar pembatas. Sebelah tangannya mencengkeram besi pembatas itu dengan sangat kuat hingga buku-buku pria itu memutih. Menengadah, manik cokelat caramel-nya memandangi langit malam begitu indah bertabur bintang, menularkan aura positif untuk orang-orang yang melihat. Kontras, amat sangat bertolak belakang dengan suasana hati Bramastha beraura negatif---gelap.




Kepulan-kepulan dari asap rokok yang diembuskan besar-besar, menandakan betul sang pengisap filter itu dirundung kekesalan, kemurkaan. Bram mencoba berpikir jernih meski otak dan tubuhnya tidak dapat diajak kompromi secara kompak saat itu, mencerna dengan baik apa yang sebenarnya telah terjadi?



Bukankah si Tua Bangka itu memberiku waktu untuk mencari seorang pendamping? Seorang istri?

Lalu mengapa?

Our Hope(less)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang