[Repost] 02: Bintang di Langit

Mulai dari awal
                                    

"And I'm gonna miss you like a child misses their blanket but I've got to get a move on with my life. It's time to be a big girl now... And big girl's don't cry..."

Senandung kecil itu membuat Langit mendengus kesal menyadari dirinya tidak sendirian. Meskipun baru bertemu beberapa kali, Langit tahu jika gadis kemarinlah yang tengah menempati lahannya.

Merasakan kehadiran seseorang, Bintang menoleh dan tersenyum pada Langit yang menatapnya tanpa ekspresi. Segera gadis itu bangkit dan menepuk-nepuk pantatnya, membersihkan rok abu-abunya debu dan dedaunan kering yang menempel. Tak lupa, ia terlebih dulu menyimpan earphone dan mini clip MP3 player birunya di saku seragamnya.

"Ngapain di sini?"

Kalimat dingin itu sanggup membuat bibir mungil Bintang baru saja ingin menyapa ramah, terkatup rapat.

Bintang berdeham kecil seraya memberikan kalung yang ia temui kemarin. "Bintang mau ngembaliin ini, Bintang pikir ini mungkin punya Kak Langit?" ucapnya, ragu.

Ya, pada akhirnya Bintang sendiri yang berniat mengembalikannya. Gadis itu mengumpulkan keberanian sebanyak-banyaknya terlebih dulu sebelum membulatkan tekad untuk menghadap sang Langit.

Terkejut mendapati kalung tersebut berada di tangan orang lain pun membuat Langit merampasnya dengan paksa. "Jangan pernah ngambil apa yang bukan punya lo."

Bintang tercengang. Tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepala Langit. Bisa-bisanya ia dituduh mencuri padahal niatnya sangat baik.

"Niat Bintang ngambil kalung Kak Langit tuh baik. Bintang nemuin kalung itu di sini kemarin, makanya hari ini Bintang ngembaliin ke Kak Langit," jelas Bintang dengan napas memburu. Perdebatan sekecil apa pun seolah sanggup menyentil ulu hatinya, membuat Bintang ingin menangis! "Maaf kalau Bintang salah. Bintang cuma nggak mau kalung itu jatuh ke tangan orang lain. Bintang janji, nggak akan ngulangin kesalahan yang sama," lanjutnya dengan suara parau.

Langit hanya mampu bergeming menatap kepergian punggung mungil itu. Melihat benda terpentingnya berada di tangan bocah asing yang bahkan tidak Langit kenal membuat amarahnya tersulut. Kalung ini sangat penting baginya. Kalung tersebut adalah kenangan. Sebuah peninggalan untuknya.

Tapi, Bintang hanya ingin berbaik hati! Benar kata gadis itu, tanpa Bintang, mungkin kalung ini sudah lenyap di tangan orang tak bertanggung jawab. Bagi sebagian orang yang mengerti perhiasan, kalung yang terlihat sederhana ini pun pasti mereka akan tahu bahwa harga kalung ini tidaklah murah.

Langit mengembuskan napasnya. Tatapannya beralih pada rerumputan yang menjadi pijakan Bintang beberapa menit lalu.

Mungkin ia akan meminta maaf pada Bintang.

***

Kunjungan Langit di kelas 10.3 membuat nyaris semua penghuni tercengang. Bahkan ada yang iseng menyumpalkan gumpalan kertas ke dalam mulut temannya sendiri saking lebarnya menganga.

"Ada Bintang?"

Seolah terhipnotis dengan sosok Langit, semua orang di kelas itu manggut-manggut.

"Di mana?"

Lagi, semua orang menggeleng serempak.

"Ke kantin, Kak. Sama Nari," jawab salah satunya membuat Langit bersyukur karena masih ada orang normal yang tidak menganggapnya seperti setan.

"Makasih."

Langit berlalu begitu saja. Tidak menyadari, kini dirinya langsung menjadi topik hangat di kelas 10.3 tersebut.

"Sebenarnya, tadi gue mau jawab, 'Bintangnya di Langit, Kak!' tapi mukanya nggak bisa diajak bercanda, anjir!"

Sebagian besar penghuni di kelas Bintang kontan tertawa, berharap Langit benar-benar telah pergi dan tidak mendengarkan lelucon murahan tersebut.

Langit memasuki kantin tanpa ekspresi. Sepasang bola matanya bergerak-gerak, menyisir pandangan dan mencari seseorang yang dituju.

Dapat.

Langit melangkah mendekat. Dengan gerakan tangan saja, laki-laki itu mampu mengusir Nari yang duduk di hadapan Bintang untuk menyingkir sementara.

Terlalu mendalami isak tangisnya, Bintang jadi tidak menyadari keberadaan Langit di hadapannya. Kepala gadis itu masih menelungkup di atas kedua lengan yang terlipat.

Tunggu! Bintang menangis?

"Omongannya nyakitin banget, Nari! Bintang kayak dituduh mencuri. Padahal, kan, niat Bintang baik. Kalau Bintang nggak ambil kalungnya, pasti udah dibuang sama tukang bersih-bersih, atau lebih parah mungkin diambil sama orang lain," racau gadis itu dengan suara terpendam karena posisinya. "Bintang salah ya, Nari?"

"Nggak."

Suara berat itu kontan membuat Bintang mendongak. Alih-alih Nari, Bintang justru mendapati laki-laki tampan yang menjadi alasan di balik tangisnya. Langit tersenyum menyambut Bintang yang terkejut.

Tersenyum.

Bukan hanya Bintang, seluruh penghuni kantin yang tengah mengamati keduanya dengan rasa penuh ingin tahu pun tertegun melihat senyum sang Langit untuk Bintang.

"Lho? Nari di mana?" Bintang menjulurkan lehernya, mencari-cari sosok Nari yang tidak terlihat di setiap penjuru kantin.

"Maaf." Lirihan sang Langit sanggup membuat kedua mata Bintang kembali beralih padanya. "Gue tahu lo berniat baik. Gue cuma kebawa emosi tadi. Kalung itu penting banget buat gue soalnya."

Bintang memanggut-manggut, menatap Langit dari balik bulu matanya. "Iya, Bintang tahu kok."

"Tahu?" Langit mencondongkan badannya. "Tahu dari mana?"

"Segalanya yang kita punya itu, kan, pasti penting."

Langit tersenyum tipis. "Tapi ini lebih dari sekadar penting, Bintang."

Bibir mungil Bintang lantas membentuk huruf "o". Tidak tahu harus merespons apa. Kepalanya kini hanya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tidak boleh dikeluarkan. Bintang tidak boleh mengusik privasi seseorang hanya karena rasa penasaran menggelitik dirinya.

"Udah nggak marah, kan, sama gue?" tanya Langit, mengenyahkan lamunan Bintang.

Bintang mengerjap-ngerjap, mencerna kalimat Langit selama beberapa saat sebelum akhirnya menggeleng. "Bintang nggak marah kok sama Kak Langit," jawab Bintang tersenyum kikuk, dan Langit membalas senyumannya. Lagi.

Beberapa orang yang menyaksikannya pun tercengang. Tidak pernah mereka melihat seorang Langit Angkasa tersenyum dan menatap lawan bicaranya dengan intens seperti yang barusan dilakukan laki-laki itu pada Bintang!

Bintang. Gadis polos berotak bloon dengan tingkah ceroboh yang berbadan cebol. Siapa sih gadis ini sampai bisa-bisanya membuat Langit "mau" berbicara empat mata dengannya?

Ya. Fakta ini sanggup mematahkan hati seluruh pemuja Langit!

<3<3<3

Lagu Untuk BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang