The Fourteenth Station - "I'm Not The Only One"

Start from the beginning
                                    

Aku memeriksa bulatan namaku lagi sebelum mengumpulkan, seperti yang kulakukan di tiga pelajaran Mapel lain UN.

Tyara Flarandra, oke.

Nomor peserta UN, oke.

01-01..., oke.

Oke, tinggal mengumpulkan saja.

Entahlah, aku sudah nyaris tiga kali memeriksa semua jawaban yang kuhitamkan, dan semua jawaban yang di lembar jawaban itu sudah persis mirip dengan jawaban yang kulingkari di soal UN sendiri.

Kamu pasti bisa, Tyara. Kamu pasti bisa!

Aku mengenggam erat kunci yang menggantung di kalungku, melafalkan doa dalam hati, berharap doaku dapat didengar dan dikabulkan.

Aku menunjuk tanganku, membiarkan guru pengawas membawa soal dan lembar jawabanku. Ah, ini masih saja mendebarkan seperti sebelum-sebelumnya. Aku memang bukan pengumpul pertama di kelas ini, malahan aku hampir yang terakhir.

Tarik nafas-lepas.

Aku lega, sangat.

Beban di pundakku terasa terangkat semua.

Aku memperhatikan di meja paling depan, Gracia melambai-lambaikan tangannya dengan semangat empatlima. Wajahnya tampak sangat berseri dan awet dua tahun, berbeda dengan malam sehari sebelum UN dimulai kemarin-kemarin.

Bahkan, saking semangatnya, dia tidak sadar guru pengawas sudah berdehem di depannya, memintanya berbalik ke depan kembali.

Keheningan dalam kelas perlahan berubah menjadi bisikan, lama-lama suara obrolan yang terdengar jelas, namun sembunyi-sembunyi.

.

.

.

Aku meratapi langit senja, memperhatikan sebuah benda yang terbang berlika-liku tak beraturan. Besi hitamnya terpantulkan matahari, suara knalpotnya dilemahkan oleh jarak. Kereta api itu ada di dekat bukit di kejauhan sana, bergerak lurus sesekali berputar menyebarkan asap hitamnya.

Sudah lama kereta itu berhenti menggangguku, maksudku, kereta itu tak lagi muncul tiba-tiba di hadapanku. Kereta itu itu hanya lewat, dan kadang hanya bisa kulihat dari kejauhan. Itu terjadi sudah hampir enam minggu, bahkan sebelum Ujian Nasional selesai dilaksanakan.

Aku selalu menunggu saat dimana kereta api itu tahu tempat pemberhentiannya, di atap rumahku. Aku sudah diam-diam membawa peralatan untuk menghadapi itu semua nanti. Palu, kunci inggris, obeng, dan semua alat-alat yang mungkin bisa digunakan untuk membebaskannya.

Aku tidak tahu apakah itu akan berhasil, setidaknya aku harus mencobanya dahulu.

Mataku terus bergerak mengikuti kemana kereta api itu bergerak, saat kereta api itu melewati Papan iklan yang terpajang di atas bukit atau saat kereta api itu merendah dan berputar mengelilingi tempat penyeberangan jalan.

Di dalam kereta api itu..., ada seseorang yang membutuhkan bantuan.

Lelah hanya berdiri di balkon kamar dan meratapi kereta api yang tak kunjung mendekat, akhirnya aku turun ke lantai dasar, menemani Bi Erni yang memasak sendirian biasanya.

"Non Tyara, ujiannya sudah selesai ya? Sudah lega?"

Aku menganggukan kepalaku. Aku memang sudah lega, tapi perasaanku ini seperti menjerit mengatakan ada saja sesuatu yang belum diselesaikan, dan tak mungkin bisa diselesaikan oleh orang lain.

"Nyonya bilang malam ini mau pulang. Sekarang Bibi masakin masakan yang disukai Nyonya."

Mendengar itu, aku menjadi bersemangat. Ujung bibirku sudah terangkat tanpa kusadari. Akhirnya Mama pulang, setelah Ujianku sudah selesai.

LFS 1 - Air Train [END]Where stories live. Discover now