The Eleventh Station - "TERROR"

35.1K 5K 99
                                    

Lagu berjudul 'Happy Birthday To You' dinyanyikan oleh Papa dan Mama. Bersama dengan sebuah cake dan lilin yang berjumlah empatbelas menyala terang.Setelah lagu itu selesai, aku meniup lilin dengan penuh kebahagiaan.

Aku tidak peduli dengan kenyataan bahwa mereka baru kembali setelah pukul dua dini hari, dan ulangtahunku baru saja dirayakan barusan, pukul tujuh pagi.

"Selamat ulang tahun, nak."

Aku tersenyum menanggapi perkataan ayah. Aku merasa ulangtahunku tidak pantas dirayakan terlebih dulu daripada hari kepergiaan Kakek-Nenek. Tapi setelah kupikir-pikir, mungkin mereka melakukannya agar rasa bersalah mereka menghilang terhadapku.

"Terima kasih."

Memotong kue setelah mencabut lilin dari kue dan memindahkannya di sebuah piring lain. Aku tidak pernah lupa bahwa kedua orangtua-ku selalu menolak jika memakan cemilan. Padahal, aku menyukainya. Aku sampai bingung, sebenarnya dari siapa pengaruh itu diturunkan.

Setelah acara itu selesai, mereka berdua kembali ke kamar. Katanya harus menyelesaikan data untuk presentasi mereka. Aku hanya bisa menurut dan melihat punggung mereka berdua menghilang dibalik pintu.

Aku menyandari kursi saat tengah menikmati kue ulangtahunku sendiri. Aku menyukai rasanya. Fresh fruit cake memang kue yang paling kusukai karena rasa manis asamnya. Namun entah kenapa, rasa kue itu terasa sedikit hambar saat ini.

Aku merutuk kesal diriku yang begitu egois dan begitu sulit menerima rasa puas.

Lalu, ingatanku kembali pada kejadian kemarin malam, dimana aku memasuki kereta api dan bertemu dengan pemuda yang selalu membuatku bertanda tanya itu. Pemuda bermata biru, berambut coklat gelap, dengan wajahnya yang menyejukan diriku-Aetherd.

Setiap melihatnya, mata birunya itu selalu menuntutku untuk melihatnya kembali. Terang matanya menenggelamkan siapapun yang melihatnya.

Kulirik kemasan kembang api yang masih utuh di dekat sudut dapur. Dalam hati aku tersenyum menyayangkan, kalau saja saat ini sudah gelap, pasti aku akan memainkannya dengan senang hati. Tapi melihat cahaya terang diluar sana, membuatku lesu kembali. Tentu saja aku tidak bisa memainkan kembang api saat ini.

Setelah kejadian kemarin malam, aku memutuskan untuk berhenti membenci malam. Bukan hanya itu, aku akhirnya memutuskan untuk tidak lagi berbalik kebelakang sekedar melihat masa lalu yang sudah terlewat.

Karena waktu tidak akan pernah bisa terputar kembali bagaimanapun caranya.

Bunyi notifikasi beruntun membuatku melirik ponselku dengan penuh tanda tanya. Ternyata itu adalah pesan dari group kelasku yang semuanya mengucapkan 'Selamat Ulang Tahun' ketika Gracia memulainya.

Tanpa sadar ujung bibirku terangkat dengan sendirinya.

Terima kasih, semua.

.

.

Kami mengunjungi pemakaman Kakek dan Nenek pada sore hari. Papa dan Mama yang mengajakku setelah bahan presentasi mereka telah selesai. Hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit jika berjalan kaki untuk mencapai pemakaman umum itu.

Sesampainya disana, kami berjongkok dan diam dalam keheningan yang cukup dalam. Merenungkan setiap kenangan yang telah lewat. Sedangkan aku fokus pada pot bunga kecil yang kini hanya menyisakan tanah dan rumput liar.

Semua benih dandelion yang ada di dalam sana telah berpencar menciptakan kehidupan baru, memperbanyak bunga kecil yang rapuh namun begitu dalam maknanya itu. Sedangkan bunga melati putih yang dulu sempat kutaro di depan makam Nenek, kini telah menghilang. Entahlah diambil oleh oranglain, atau dibuang oleh petugas kebersihan makam. Aku tidak tahu.

LFS 1 - Air Train [END]Where stories live. Discover now