Tragedi Mencium Kaki

Zacznij od początku
                                    

Aah, Laudya jadi gemas. Rupa anak ini sama sekali tidak mirip dengannya. Tidak satu pun titik wajah Laudya menclok di mukanya yang mungil.

Tapi tak masalah. Jikalau sudah besar si anak tetap menjiplak muka ayahnya, Laudya akan tetap menyayangi, menjaga, dan mencintainya. Akan Laudya didik agar bayinya tumbuh menjadi manusia baik, disayang warga bumi dan langit, humanis, jujur, dan tidak sombong——ini yang paling utama.

Tidak akan membiarkan anak ini menjadi manusia sombong, congkak, dan bisa berkuasa seenaknya. Akan diajarkan juga cara mencintai yang baik. Cinta yang percaya, cinta yang memegang janji, dan cinta yang sehat. Tidak obsesif, tidak narsis, tidak menginjak harga diri, dan tidak membunuh korban.

"Untungnya aku yang jadi suami kamu. Kalau nggak, setiap malam kamu akan ada di ranjang berbeda dengan pria berbeda."

...

"Mereka berzina!"

...

"Kasihan ya, anak di perut kamu. Dia pasti malu jika tahu dirinya tercorak dari hasil hubungan gelap dan terbentuk di luar nikah."

Bulir di mata Laudya menetes karena ingat kata-kata itu. Setelah melahirkan ia memang lebih sensitif. Dan sejauh ini, yang menjadi sumber sakit hatinya adalah Andreas.

Harga diri, tuduhan berzina, hingga cercaan pada anaknya, semua itu sudah membentuk sepotong hati yang baru terhadap Andreas. Ketika Laudya berduka lantaran kehilangan Dion, Andreas malah menuduhnya berzina. Ketika Laudya berjuang melahirkan anak, Andreas tidak ada. Malahan Livia bilang Andreas tak pernah tanya kabar anaknya. Oh, sungguh keterlaluan! Dengan sepotong hati barunya Laudya benar-benar bertekad, tidak ada kesempatan lagi untuknya. Titik.

"Aduduh..." Laudya terperanjat manakala putranya menggigit putingnya. Meski belum punya gigi, rasanya cukup membikin ngilu.

Bayi merah itu berhenti mengisap. Ia memandang Laudya. Sorotnya membuat Laudya terenyuh. Seakan-akan hendak membisikkan sesuatu.

Laudya balas memandangnya. Kini air matanya jatuh lagi. Bening di mata anak ini ... kenapa harus menjiplak si iblis itu?

"Aduduh..." Sekali lagi Laudya meringis. Anak ini kembali mengigit putingnya.

Mungkinkah ia tak suka Laudya memikirkan Andreas? Atau, mungkin anak ini enggan melihat ibunya jadi manusia pengumpat? Aah, apa pun yang dipikirkan anaknya, Laudya sadar sesuatu. Tak seharusnya ia mendendam pada masa lalu.

Laudya mencium pipi bayinya. Si anak pun seperti mengerti. Ia balas memeluk payudara Laudya dengan jarinya yang dibungkus sarung tangan. Kemudian menyusu lagi. Dan terlelap setelah kekenyangan.

Laudya memindahkan bayi ke dalam boks biru dekat kasur. Sangat hati-hati, seakan-akan boks itu bisa meledak kalau menaruh bayinya tanpa teknik. Kemudian Laudya mengecup kening putranya barulah merebah ke kasur. Namun, belum sempat matanya merapat, ponsel di meja berdering.

Takut deringan itu mengganggu anaknya ia pun cepat-cepat meraih ponsel, lalu mengangkat panggilan tanpa memastikan siapa yang menelepon.

"Dya."

"Ayyash?"

Oh, senang sekali Laudya ditelepon begini. Setelah dua minggu tak bicara, akhirnya si Tubuh Selembar insyaf juga.

"Belum tidur?"

"Aku baru netein anakku."

Ayyash diam beberapa saat, Laudya menanti dengan sabar.

FilantropiOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz