❄o

3.5K 383 25
                                    

-Park Jimin-

📒

Kuturunkan lensa kameraku, memilih menatap langsung objek yang sejak tadi kubidik lewat lensa kamera.

Seorang gadis dengan rambut coklat terkepang rapi ke samping tengah duduk sendiri di bangku yang berada di bawah pohon besar di pinggir lapangan basket. Di pangkuannya ada buku berwarna biru dengan gambar Doraemon.

Di telinganya terpasang earphone berwarna putih, sesekali kepalanya mengangguk dan menyenandungkan bait lagu yang tengah di dengarnya.

Tangannya bergerak menulis sesuatu di dalam buku Doraemon yang lebih mirip seperti jurnal -karena aku selalu melihatnya membawa buku itu. Hari ini, kuputuskan untuk menghampirinya. Kakiku bergerak, menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Luna."

Ia menatapku sekilas sebelum menutup buku Doraemonnya cepat dengan ekspresi terkejut. Rasanya seolah aku tidak seharusnya ada disini. Seolah aku sedang mengganggunya.

"Oh, Jimin."

"Apa yang kau tulis?" Membuka percakapan adalah hal terbaik untuk dilakukan.

Karena aku tahu, jika aku tetap diam maka ia akan segera pergi.

Dan aku, tidak ingin menyia-nyiakan hal ini.

Selama ini aku hanya mengamatinya dari jauh tanpa berani mendekatinya, paling jauh yah kami membahas soal pelajaran saja.

Ingin di dekatnya, tapi ia akan menjadi pribadi dingin dan tidak peduli jika kau sok akrab dan tidak memiliki topik yang menarik dengannya. Setidaknya begitu hasil pengamatanku pada laki-laki yang selalu berusaha mendekatinya.

"Bukan apa-apa." I memeluk buku bergambar Doraemonnya erat. Ia bukanlah tipe orang yang pandai berbohong. Dan sekarang aku tahu apa yang ia tulis itu adalah suatu hal yang penting.

Dan jika aku tidak salah, maka saat ini ia sedikit gugup?

Gugup?

Kenapa?

Apa yang ia tulis itu hal yang begitu penting sehingga tidak boleh aku ketahui? Atau ia gugup karena aku duduk di dekatnya? Baik, lupakan opsi terakhir.

Di kelas, jika ada yang bertanya lalu mendapatkan jawaban yang meragukan maka mereka akan langsung bertanya pada Luna dan ia hanya dapat terlihat bingung kemudian mengatakan yang sejujurnya.

Seperti sebuah mesin kejujuran.

"Kau bukan orang yang pandai berbohong," ungkapku. Dan ia hanya terdiam berpura-pura seolah tidak mendengarkan apa yang kukatakan.

Maka aku mengerti, ia tidak ingin memberitahuku.

"Tulisanmu untuk tugas bahasa Korea waktu itu sangat bagus."

"Ka-kau membacanya?! Bagaimana bisa?" Matanya membulat ketika menoleh padaku dengan berkedip-kedip.

Aku tersenyum, "Cha songsaenim kan menyuruhku membawanya waktu itu dan tidak sengaja aku membacanya."

Ia menggigit bibir bawahnya, "Lupakan apa yang sudah kau baca itu. Aku duluan."

Ia beranjak, dan aku hanya dapat memandang punggungnya yang mulai menjauh.

"Luna!"

Ia berhenti tanpa menoleh.

"Kau tahu, ini adalah percakapan terpanjang kita." Dan ia meneruskan langkahnya tanpa menoleh.

Aku tersenyum.

Aku tidak tahu apa ia menyadarinya.

Tapi, ini adalah percakapan pertama kami di luar pelajaran sekaligus percakapan terpanjang kami.

Hey, apa kalian penasaran soal tugas bahasa Korea yang tadi kukatakan?

Waktu itu kami disuruh membuat puisi dan puisi yang dibuat oleh Luna begitu romantis meskipun aku tidak begitu paham beberapa idiom atau majas yang ia gunakan.

Tentang seseorang yang hanya bisa kau pandangi dari jauh. Bukankah itu sama seperti yang kulakukan padanya?

Ia sangat lucu, aku serius. Seharusnya sejak dulu aku sering menghampirinya saat sendirian seperti ini dan aku akan berusaha menciptakan momen yang berkesan untuknya agar ia selalu mengingatku.

Agar ia mulai merasakan keberadaanku.

Agar kelak, ia menyadari bahwa aku ada di sini untuknya.

❄❄❄

♡Clouudyy

30 Juli 2016

Moments ➳ BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang