TMAL : (13) Bantuan Aaron

50K 4.1K 159
                                    

Ketiga tatapan otomatis melekat padaku yang hanya terpaku karena sindiran Jeremy. Semua indera dan saraf dalam tubuhku terasa tak berfungsi. Rasanya, di hatiku, ada lubang yang kian membesar. Kau tahu, perasaan ini sama jika kau divonis mengidap kanker stadium empat.

Bingung. Hampa. Tak percaya. Tidak menduga. Dunia dengan cepat turun ke bawah.

"Gak ada pembelaan?" Jeremy mendengus, "latihan dilanjut besok, deh." Lanjutnya dengan nada ketus.

Bianca dan Cameron mengikuti langkah Jeremy keluar studio setelah memandangku simpati. Aku tak butuh simpati dari sahabatku sendiri. Itu sama saja mereka menganggap aku lemah.

Jadi, aku membuang muka.

Setelah debaman pintu di belakang, yang menandakan mereka sudah pergi, aku langsung terduduk di tengah-tengah ballrom. Menangis.

Aku menangis. Untuk yang pertama kalinya setelah Mama dan Papa bercerai. Semua emosi hanya bisa kulakulan dengan menangis.

Pecundang.

Nyatanya, aku memang tak bisa berakting. Aku tahu. Ini salah Jeremy. Jika aku tetap menjadi tokoh pembantu, aku tak perlu meminta Aaron mengajariku cinta. Aku tak perlu menolak ajakan hang out Carmen karena harus berlatih akting sore ini.

Ya, hanya dalam waktu dua hari, hidupku berubah drastis.

"It's you, and me. Moving at the speed of light into eternity. Tonight is the night to join me in the middle of ecstasy," aku mendongak. Itu suara Aaron. Suaranya lembut, menenangkan dan otomatis tangisku berhenti karenanya.

Aaron tahu-tahu sudah di depanku, berjongkok. Dia tersenyum pengertian, menepuk-nepuk kepalaku. "Kalo nangis, gimana mau bisa ngelewatin test dari Jeremy?"

Perlahan, tangisanku mereda dan berhenti. Ya, aku hanya akan dicap pecundang jika menangis sekarang. Aku harus bisa. Bisa. Bisa.

Aku menyeka air mata yang masih menggenang, lalu meyakini hatiku lagi. Aku bisa.

"Jadi, mau latihan lagi?" tanya Aaron.

"Pasti!" seruku otomatis.

Aaron malah ngakak, "jadi, lo beneran pengen dansa sama gue lagi, ya?"

Tunggu, aku tak mengerti maksudnya apa--ASTAGA. "Ih, bukan gitu," elakku dengan wajah memerah

"Gapapa," kata Aaron, tiba-tiba dia langsung mengambil tanganku. "Gue bakal ngajarin lo."

Aku langsung gugup.

Aaron mulai bernyanyi. Dia memeluk pinggangku lagi. Terpaksa, aku merangkul bahunya dengan kikuk.

Saat melihat kecanggunganku, Aaron tersenyum, "pengalaman yang paling ngebuat lo seneng, apa?" tanyanya tiba-tiba.

Mataku tertutup untuk mengingat-ingat masa lalu. Sebuah kejadian membuat senyumku langsung mengembang. "Waktu kelas enam."

"Oh! Ada apa pas lo kelas enam?" tanya Aaron lagi.

Aku langsung membayangkan seorang pria setengah baya tiba-tiba masuk ke dalam kelasku. Pria itu mengenakan baju badut dan bernyanyi Selamat Ulang Tahun. Di sampingnya, ada wanita cantik yang membawa kue. Aku tak akan lupa, remaja cowok juga ikut memeriahkan suasana dengan confetti.

Pria itu Papa. Wanita cantik adalah Mama. Dan remaja cowok adalah Daniel, Kakakku yang saat itu berumur 12.

Dan Papa Mama masih bersama.

"Mama, Papa dan Kakakku membuat kejutan yang bener-bener gila," kali ini aku tertawa, masih dengan mata terpejam untuk menyerap kenangan manis itu. "Mereka tiba-tiba dateng ke kelasku pas lagi test. Bayangkan! Itu lucu banget. Papa pura-pura jadi badut gendut yang jelek dan Mama berdandan menjadi peri cantik. Kakakku juga memelukku untuk yang pertama kalinya!"

ST [6] - Teach Me About LoveWhere stories live. Discover now