TMAL : (6) Saudara Tiri

57.6K 4.4K 54
                                    

Setelah dari kantin, aku, Cam, Bianca dan Aaron langsung ke ruangan Jeremy. Di sana, Jeremy sedang duduk di sofa yang menghadap tv sambil meminum teh hangat. Jeremy tersenyum melihat kami.

Aku agak canggung ketika Jeremy tersenyum penuh arti. Ini pasti karena Aaron dengan sengaja duduk di sebelahku. Karena Bianca pulalah aku tidak bisa duduk dengan Cam karena dia sudah menyerobot. Kata Bianca, aku dan Aaron cocok, makanya dia menyuruhku untuk duduk dengan Kunyuk itu

Cocok dari mana?

Tapi, kekesalanku sirna ketika melihat wajah Cam merona karena duduk bersebelahan dengan Bianca.

"Seperti yang lo semua tau, gue buat film baru. Gue berharap di film ini, kalian semua makin profesional. Buat Aaron, meski orang baru, lo pasti bisa. Buat Bianca," perlahan punggung Jeremy mencondong ke depan, dia melihat Bianca sambil tersenyum minta maaf. "Gue tau performa lo bagus, tapi, gue pengen ngeliat performa D."

Hening. Tidak ada yang memberikan komentar.

Jeremy membuka tasnya, merogoh sesuatu yang ternyata naskah dialog film. Setelah memberikan masing-masing satu pada kami, dia nyengir. "Tebel ya? Biarin deh ya, kalian kan bisa improvisasi."

Aku mengecek naskahku, lalu mendengus. Ini lebih tebal daripada buku pelajaran eksak manapun.

"Nah, buat hari ini segini dulu. Besok mulai latihan akting di studio jam empat. Minggu depan mulai syuting, selesai. End of story."

Sialan, syuting minggu depan? Aku harus mereparasi otak Jeremy. Mana mungkin aku bisa menghafal dialog-dialog ini dalam waktu seminggu? Apalagi aku harus berakting dengan Aaron.

Aaron loh, kalau kau lupa, dia orang yang menggangguku lebih dari tiga tahun.

Aku mencuri pandang ke arah Aaron yang tengah bertanya sesuatu pada Jeremy. Setidaknya, manusia ini tidak tahu aku Danies.

*

Suara ribut-ribut di pekarangan rumahku terdengar sampai ke ruang tamu. Aku menaruh tas lalu menghempaskan diri di sofa. Aku tak peduli suara ribut itu milik siapa saja.

Aku capek. Bahuku agak pegal karena sepanjang sore ini membicarakan film ABCD Love bersama Jeremy dan lainnya. Jam 8 aku baru bisa pulang ke rumah.

"KIERA JANGAN!!"

"Taylor, pegang yang satunya!"

"Ya, ke sana, eh, ke sini, deng! Duh, ati-ati dong!"

"Mikayla jangan ngemil di pojokan!!"

"Hentikan tatapan mengganggu itu, Tiff!"

"Yang cowok!" hening sebentar, "KALAU GAK MAU BANTU, KELUAR!"

Sebenarnya ada apa dengan rumah ini di jam 8 malam?! Demi tuhan, bagaimana aku bisa hidup tenang?

Dengan langkah terseret, aku menuju pekarangan rumah yang ada di sudut ruangan. Tirai pintu kacanya tertutup, jadi aku tak bisa melihat apa-apa. Hanya saja suara-suara teriakan dan tawa semakin terdengar jelas.

Aku menghembuskan nafas. Oke, aku harus menerima apapun yang terjadi ketika menyingkap tirai ini. Semoga saja bukan sesuatu yang kupikirkan.

Kusingkap tirai tersebut, lalu ternganga.

Teman-teman cowok Kakakku berlarian. Carmen tengah mengatur mereka dengan berteriak. Taylor dan Tiffany sedang memasang spanduk. Kiera tengah tertawa bersama Rafadinata. Di pojokan, Mikayla mengemil Chitato. Yang lain malah jadi liar.

Aku berdeham sebentar. Emosi dari pagi karena diganggu Aaron, lalu pertengkaran kecil dengaan Bianca, dan rasa lelah, sekarang harus kukeluarkan.

"DIAAAM!!!"

ST [6] - Teach Me About LoveWhere stories live. Discover now