~Detective 17~

5.9K 715 33
                                    

Gadis berseragam sekolah itu menghentakan kakinya di sepanjang trotoar jalanan. Bibirnya digunakan hanya untuk berdecak dan berkomat kamit disepanjang kakinya melangkah.

Pagi ini pagi yang mengesalkan baginya.

Pasalnya, Prilly lupa jika hari ini, Vandra tidak pergi bersamanya. Makanya, ia kesal bukan main saat jam wekernya lagi-lagi tak mempan padanya, dan mengakibatkan ia bangun pukul tujuh lebih.

Hanya satu alasan Prilly untuk pergi kesekolah. Yaitu, untuk mengintrogasi Kak Stev. Kan jarang-jarang Prilly bercakap dengan cogan itu. Sekalian, dia kan bisa modus.

TIN! TIN!

Seolah tidak mendengar klakson mobil yang melaju pelan disampingnya itu, Prilly terus saja berjalan dengan menghentak kaki dan berkomat kamit. Dan bahkan, kali ini tangannya ikut bermain seolah telapak tangan kirinya itu adalah samsak yang tengah dipukul olehnya.

TIN! TIN!

Prilly masih membiarkannya. Lagian, dia tidak punya urusan dengan mobil itu. Prilly kan berjalan ditrotoar, bukan ditengah jalan.

"WOY!"

"AAA!!" karna terlalu serius meluapkan emosi, Prilly berjengit kaget saat mendapat kejutan teriakan dengan suara berat khas lelaki. Dengan kesal, Prilly mendelik ke sampingnya, dan mendapati wajah ganteng Ali yang keluar dari jendela mobil yang sudah terbuka. Prilly menghentikan langkahnya. Muka ingin-menerkam nya terganti dengan muka cerah berseri-seri. Dengan cepat dan tanpa disuruh, Prilly memutari mobil itu, dan duduk dikursi samping pengemudi. "JALAN!" serunya semangat. Bukankah ini keberuntungan? Kan lumayan bisa nebeng.

Ali melotot dengan alis yang bertaut. "Ge-te-em banget, lo! Ngapain masuk-masuk mobil gue?!"

"JALAN!" serunya lagi, seolah tidak mendengarkan Ali.

"Njir, asli lo geteem banget. Udah masuk mobil gue seenaknya, teriak-teriak, lagi."

"JALAN!"

"Heh, siapa lo? Ngapain juga gue harus nurutin kemauan lo? Mobil ini punya siapa? Yang ngendarain siapa? Terserah gue dong mau jalan atau enggak."

Prilly kini mendengarkan. Ia mendelik, menatap Ali tajam. "JALAN AJA NJING, JANGAN PEDULIIN GUE! LO KALO BACOT MULU, GAK AKAN BISA NYAMPE SEKOLAH! CEREWET BANGET SIH JADI COWOK?!"

Ali terlihat menelan ludahnya. Ia tak mengatakan apa-apa lagi, kemudian mulai menjalankan mobilnya.

Nah, seperti itu kan gampang? Ngapain juga Ali harus tanya ini-itu? Ngabisin waktu aja.

Dan lagi, Prilly kan sedang kesal. Ali cari mati jika ia membuat singa yang kesal jadi murka. Untung Ali tampan, jadi Prilly mengurungkan niat untuk merusak wajah pahatan dewa yunani itu.

Ngomong-ngomong soal tampan, Prilly jadi ingat Kak Stev. Seketika, semangat Prilly kembali membara. Ia mengepalkan tangannya saking semangatnya.

Kira-kira, Prilly bisa modus gak ya? Introgasi orang kan harus serius. Prilly pasti gak bisa modus. Ah, yasudah lah, modus bisa setelah selesai intogasi.

"Napa lo? Semangat banget, keliatannya."

Prilly menoleh pada Ali saat cowok itu bersuara. "Ya semangat, dong! Harus!"

"Kenapa? Karna wawancara Kak Stev?" tanya Ali sambil melirik Prilly dari ujung matanya.

Prilly mengangguk penuh semangat. "Um!"

"Gue heran deh sama lo."

Prilly mengangkat sebelah alisnya. "Heran? Kenapa?"

Ali mengedikan bahunya sekilas. "Waktu di ruang rawat base camp, gue pernah liat lo dipeluk sama Ken. Dan muka lo itu muka-muka orang nyaman, seneng, dan ..., beruntung?" ujarnya, kemudian mengedikan bahu. "Yang pasti, lo kayak yang keenakan dipeluk tuh cowok. Sebenernya, lo sukanya sama siapa, sih? Ken atau Stev?"

Detective✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang