#3

11.1K 1.8K 1.1K
                                    

+++

luke's pov

"ver, ini kan film horror. kok lo malah nangis, sih?" gue mencolek bahu verin, lalu menatap dia dengan bingung.

"tapi tuh ini sedih banget, luke," verin mengelap air matanya dan suaranya masih bindeng karena abis nangis.

film ini udah sampai di bagian ed dan lorraine warren yang lagi saling mengucapkan kalimat-kalimat romantis pas ujan-ujanan.

emang drama banget sih. cuma gue sama sekali nggak ngerti kenapa verin nangis, padahal menurut gue ini biasa aja. nggak sedih.

"dasar baperan." kata gue yang kemudian kembali fokus ke film.

gue udah kenal verin dari smp.

awalnya dikenalin sama dira dan kebetulan kita bertiga masuk ke sma yang sama. verin dan gue punya minat yang sama di bidang organisasi. semenjak kita sama-sama mencalonkan diri jadi anggota osis, hubungan gue dan verin semakin dekat.

verin itu anaknya aktif, gampang beradaptasi, dan untuk orang yang baru kenal sama dia, pasti verin langsung di cap asik. kerjaannya sebagai sekretaris osis juga bisa dia pertanggung jawabkan dengan baik. tapi kayaknya, kalo mereka udah mulai kenal lebih jauh dengan verin, mereka nggak bakal betah lama-lama temenan sama dia.

verin itu cengeng, baperan, melankolis, dan apa-apa selalu cepet dimasukin hati. dia kebanyakan minta maaf.

tapi yang bikin gue masih mau temenan sama dia adalah karena dia orangnya tulus dan jujur. ya begitu dah, setiap manusia pasti punya plus dan minusnya masing-masing.

"pasti sedih banget ya jadi dia. idupnya digangguin setan mulu," gumam verin tiba-tiba.

"sedihan juga gua, idupnya digangguin lo mulu," gue menjawab.

"sialan, lo," verin memukul lengan gue, pelan. "ah, tuhkan, gue jadi tambah sedih!" bulir air mata verin tumpah lagi, dan itu bikin gue tambah gangerti sama hati dia yang terlalu fragile ini. buset dah.

"apaansiiii, nangis mulu lu kaya anak tiri!" bentak gue, kesel.

verin ga nanggepin kalimat gue barusan, dia malah ngeluarin hp-nya dari saku rok abu-abunya. sebelum dia nge-slide untuk ngebuka lockscreen-nya, gue sempat nggak sengaja melirik push notification-nya. ada sebuah balasan sms, dan pas ngeliat itu, verin langsung senyum lalu mengusap matanya.

"cie, gebetan baru," ledek gue dengan asal.

seakan sadar kalo lagi diintipin, verin langsung menoleh kearah gue. "oh, iya. gue belom cerita sama lo, ya?"

gue menggelengkan kepala.

"kemaren tuh gue naik go-jek, supirnya ganteng banget!" dia cerita dengan antusias, sampai kevin dan juna yang duduk di depan gue menoleh ke belakang dan mengisyaratkan kami berdua untuk mengecilkan volume suara kami.

gue langsung memperhatikan sekeliling gue, untuk memastikan kalau nggak ada anggota osis dan mpk yang keganggu lagi gara-gara hebohnya verin.

"pelan-pelan, bego," gue meletakkan jari telunjuk gue di depan bibir yang membuat verin langsung mengecilkan volume suaranya.

"sumpah, luke. drivernya ganteng banget," nggak lupa, verin juga menambahkan dua jarinya untuk meyakinkan gue.

"nah, terus apa hubungannya sama sms barusan?" tanya gue.

"drivernya nge-sms gue, katanya, headset gue nyangkut di shock breaker motornya dia. terus hari ini dia mau balikin ke rumah gue, hehehe," jawab verin sambil cengengesan.

GO-LUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang