Hujan

3.9K 471 39
                                    

CHEONSA POV

Sejuta pertanyaan kembali menghantuiku sejak saat itu. Aku kembali lelah dibuatnya. Seakan kalimat yang dia lontarkan tidak pernah ia timang terlebih dahulu. Benar. Dia, tidak akan pernah bisa memahami diriku. Oh Sehun, jika kau memintaku untuk tinggal disisimu, menurutmu alasan apa yang bisa kau berikan sehingga aku sudi memenuhi permohonanmu?

Aku berjalan gontai untuk kembali ke kelas. Tidak ada semangat yang tumbuh dari jiwaku saat ini. Semuanya seakan hilang dan sirna. Pikiranku hanya tertuju pada satu hal. Bagaimana aku bisa menghadapi persoalan yang amat rumit saat ini? Haruskah aku mencari taunya sendirian? Tidak. Tidak akan kubiarkan diriku terluka kesekian kalinya. Biar dia yang memberitahuku sendiri, aku hanya ingin tau seberapa besar niatnya itu?

Sesampainya dikelas, akupun langsung menghampiri bangkuku. Menatap kosong papan tulis di depanku, dan beralih menatap pangeran yang sedang tertidur pulas di mejanya-Oh Sehun. Anehnya, guru kimia datang ke kelas dengan alasan meminta tambahan nilai. Oh Tuhan, padahal sudah mau kenaikan kelas. Apa harus aku melakukan itu semua?

"Choi Cheonsa! Oh Sehun! Keluar! Aku tidak ingin mengajar siswa yang tidak tertib!" seketika aku membuka mulutku. Apa katanya tadi? Siswa yang tidak tertib? Apa salahku? Ah iya, aku sadar aku tidak memakai atribut lengkap. Dan apa salahnya-Oh Sehun? Ah iya, dia tertidur di mejanya.

"Lalu bagaimana dengan nilai kami Saem?" tanyaku merayu

"Akan aku kosongi nilaimu!" saat itu juga aku mengumpat dalam hati. Dasar guru tidak berbelas kasian.

Kami berdua pun beranjak dari bangku dan segera keluar dari kelas. Satu kelaspun menertawakan kami berdua. Benar-benar hari yang sial. Jahatnya lagi, beliau juga tidak memperbolehkan kami berdua duduk. Jadi baik aku maupun Sehun harus berdiri di depan kelas sampai jam pelajarannya selesai.

Setengah jam sudah aku menunggu jam selesai. Perutku, perutku sakit. Lari duapuluh kali lapangan membuatku menghabiskan tenaga yang banyak. Ditambah, aku tidak memasukkan sesuap makananpun ke dalam perutku. Maag. Maag ku kambuh. Dan aku harus menahannya satu setengah jam lagi.

"Makanlah biskuit ini. Setidaknya perutmu tidak kosong," seseorang memberiku sebungkus biskuit dari saku celananya

"Terlambat. Maag ku sudah kambuh. Dan aku tidak kuat lagi." Aku berkata lirih sembari memegangi perutku. Aku tidak bisa menutupinya. Ini benar-benar sakit

"Tahanlah, sebentar lagi. Aku akan membawamu ke ruang UKS." Jawabnya

"Tidak per..." aku tidak sempat melanjutkan kata-kataku. Aku tidak bisa berdiri. Badanku terasa lemas. Pusing, rasanya seperti ditusuk-tusuk, mual semuanya bercampur jadi satu.

"Wajahmu pucat sekali Cheonsa-ya," terdengar sebuah nada bahwa dia sedang mencemaskanku. Andai saja, dulu dia sempat mengucapkannya padaku saat aku sedang sakit. Mungkin aku tidak akan membencinya seperti saat ini.

Sehun pun menjulurkan tangannya untuk memintaku berdiri, setelah itu dia berjongkok dan menepuk-nepuk punggunggnya.

"Naiklah," ucapnya

Seketika rasa sakit ini seakan sirna, aku tidak dapat merasakannya kembali. Yang kurasakan saat ini hanyalah sebuah kehangatan dan kelembutan hati yang dia siratkan padaku. Dengan ragu aku naik di belakang punggungnya. Air mataku kembali berlinang.

"Jangan menangis, kau membuat baju ku basah." Ucapnya disela-sela tangisku. Aku pun segera mengusap air mataku kasar

"Anniya, Sehun-ah jeball katakan padaku apa benar kau membutuhkan uang untuk membeli obat ibumu?" pertanyaanku membuatnya menghentikan langkahna sekejap, dapat kudengar dia menghela nafasnya kasar

Impossible Love [ EXO SEHUN ]Where stories live. Discover now