14. Panas

2.2K 249 216
                                    

Cek mulmed yahh ada ilustrasinya Vio di sana yang dibuat oleh ReeLyond wkwkwkw ku terharu:""") Makasih, Ka:3

■□■□■□■□■□■

Chapter 14 — Panas

Hari silih berganti. Hubungan Vio dengan Biel pun belum menemukan titik terang. Pergantian hari bukan membuat mereka makin dekat, melainkan keduanya bagaikan orang asing sekarang.

Perlahan Vio mulai mencoba untuk menghilangkan kebiasaannya bersama Biel. Di antaranya adalah mengantar jemput, pergi ke rumah Biel saat pulang sekolah, ataupun makan bersama saat istirahat. Ternyata tidak semudah itu memusnahkan kebiasaan yang sudah dijalani bertahun-tahun.

Berat memang. Apalagi semua yang terjadi sekarang sangat di luar dugaan Vio. Seharusnya ia senang, 'kan, sahabatnya sudah berubah? Tidak ada yang menganggu Biel lagi sekarang dan itu semua memang yang Vio inginkan dari dulu.

Dalam keadaan seperti ini, Vio baru menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak ia lihat. Ia pikir dirinya akan sendirian menghadapi masa-masa sulitnya, namun ternyata laki-laki di sampingnya ini tetap setia bersamanya. Laki-laki yang beberapa bulan lalu mungkin menjadi musuh terbesarnya.

"Vi, mau minum?" tanya Jaffar.

Mata Vio membelalak. "Eh, gak usah."

Jaffar menggelengkan kepala. "Bengong mulu, sih, kerjaannya. Happy dikit kenapa. Gak kasian apa sama gue jadi patung doang dari tadi di samping lo?"

Vio tertawa kecil. "Apaan, sih, lebay."

Sepertinya Vio tidak boleh tersenyum barang sedetik pun. Baru saja ia melupakan masalahnya sebentar, tiba-tiba ada saja orang yang mengusik ketenangannya.

"Gak usah diliatin." Jaffar menggamit punggung tangan Vio.

Huh, bagaimana bisa Vio tidak melihat pemandangan di depannya saat Biel dan Retha secara terang-terangan bermesraan?

Ketenteraman yang tadi Vio rasakan di halaman belakang sekolahnya ini lenyap seketika akibat kehadiran dua orang yang selama beberapa hari ini ia hindari. Sengaja Vio pergi ke tempat ini yang biasanya sepi agar tidak bertemu mereka, namun kenyataannya? Mereka tetap hadir di mana pun Vio berada.

Sempat Vio berpikir beberapa kali, apakah mereka sengaja selalu muncul di sekitarnya untuk membuat hatinya panas? Entahlah.

Vio meremas roknya. "Kenapa, sih, mereka ada di mana-mana?"

Rasa sesak di dada Vio ternyata masih ada. Padahal ia sadar dirinya bukanlah siapa-siapa bagi Biel sekarang. Sahabat tidak penting lagi, 'kan, saat seseorang sudah menemukan pujaan hatinya?

"Sabar, Vi. Jangan kepancing emosi, ya. Biasa orang baru pertama pacaran mah bawaannya pengen pamer mulu. Nanti juga bosen sendiri," ucap Jaffar.

Ucapan Jaffar terasa seperti angin lalu di telinga Vio. Dengan emosi yang membara-bara, Vio bangkit dari duduknya sembari menarik tangan Jaffar.

"Mau ke mana, sih, Vi?" Jaffar ikut berdiri walaupun masih bertanya-tanya.

Tanpa disangka-sangka, Vio melingkarkan tangannya pada pinggang Jaffar. Ia mendongakkan kepala karena tinggi laki-laki itu yang cukup jauh darinya. "Jaf, kamu laper gak?"

Jaffar sempat diam beberapa saat, sebelum akhirnya menjawab, "Eh, i—iya laper."

"Ke kantin yuk." Vio menyunggingkan senyum lebarnya pada Jaffar.

Sambil mencerna apa yang sebenarnya terjadi, Jaffar mengangguk atas ajakan Vio.

Vio melirik sepasang kekasih yang ada di hadapannya. "Nanti kamu mau makan apa, Babe?"

My Girly BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang