Prologue

8.8K 500 143
                                    

Vio akhirnya tiba di SMA Megantara setelah kurang lebih satu bulan meninggalkan kota metropolitan ini. Ia menarik napas dalam-dalam. Rasanya seperti baru masuk sekolah saja.

Dengan langkah pasti, Vio turun dari sepeda dengan boncengan di belakangnya itu. Ah, Vio jadi teringat dengan Biel. Biasanya Biel akan duduk di boncengan sepedanya dengan tangan yang melingkari pinggang Vio.

Padahal hanya sebulan Vio tidak bertemu Biel, tetapi rasanya seperti bertahun-tahun. Vio jadi merasa tidak enak pada Biel karena harus meninggalkannya sendiri selama sebulan.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Vio berjalan menyusuri koridor SMA Megantara. Baru beberapa langkah berjalan di koridor ini, Vio langsung disambut oleh bisikan dan tatapan dari murid-murid yang sedang berlalu-lalang. Vio tidak menghiraukan bisikan dan tatapan mereka. Bahkan ia tidak merasa risi atau terganggu sedikit pun.

"Eh, itu bukannya Vio, ya?" ucap salah satu murid yang ada di koridor dengan temannya. "Dia udah balik?"

Vio tertawa sinis. Pertanyaan yang tidak bermutu.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada yang menabrak Vio dari belakang. "Eh, eh, maaf." Orang yang menabrak Vio itu kembali berlari tanpa menunggu balasan darinya.

Vio mendengus kesal. Pagi-pagi begini sudah ada saja orang yang menghancurkan suasana hatinya.

Selang beberapa menit kemudian, Vio melihat banyak murid berlari ke arahnya. Vio menghindar ke pinggir koridor agar tidak tertabrak seperti tadi. Ia mengerutkan keningnya. Mengapa banyak murid yang berlarian pagi ini?

Akhirnya karena penasaran, Vio mengikuti murid-murid yang berlarian itu dari belakang. Sampailah Vio di depan papan mading. Di sana banyak murid yang berkerumun membentuk sebuah lingkaran besar. Postur tubuh gadis itu yang tidak mendukung pun membuat ia tidak bisa melihat apa-apa dari sini.

Tanpa membuang tenaga yang berarti, Vio berhasil membelah lautan murid-murid sehingga ia berada di barisan paling depan.

Alangkah kagetnya Vio saat melihat pemandangan di depannya. Dengan mudah, emosi Vio tersulut dan ia tidak bisa berpikir jernih. Vio mendatangi dalang pertunjukan ini dan melayangkan tinjunya pada rahang orang tersebut.

"Berenti!" seru Vio. "Berenti gak sekarang juga!"

Seperti mengikuti perintah dari Vio, orang itu berhenti juga.

"Apa-apaan, sih, lo!" Vio mendorong dada bidang orang itu. Ia mengalihkan pandangannya ke sekeliling. "Kalian! Bukannya bantuin, malah nontonin juga! Kalian pikir ini tontonan, hah? Iya?"

Orang itu memegangi rahangnya yang ditinju Vio. "Vio, Vio, lumayan juga tinju lo. By the way, welcome back to Megantara. We miss you so much."

Vio memutar bola matanya. "Gak usah basa-basi deh, lo, Jaf! Maksud lo apa gituin Biel?" ucap Vio pada orang bernama Jaffar ini.

Jaffar tertawa licik. "Maksud gue? Maksud gue baik kok sama sahabat lo ini. Gue cuman mau ngajarin dia jadi cowok beneran aja. Kurang baik apa gue. Ya, 'kan, Bi?" Jaffar menepuk pipi Biel berulang kali.

Orang yang diajak bicara hanya bisa menunduk dengan badan gemetar.

Jaffar mengangkat dagu Biel. "Lo gak ngacangin gue, 'kan? Jawab pertanyaan gue sekarang juga. Gue baik, 'kan, sama lo?"

Dengan susah payah, Biel berusaha membuka mulutnya. "I--i--iya."

Jaffar mengelus puncak kepala Biel. "Bagus. Anak pinter."

Emosi Vio tidak bisa ditahan lagi. Rasanya ia ingin mengeluarkan semua jurusnya pada Jaffar agar laki-laki biadab itu tahu rasa. Vio sudah bersiap melayangkan tinjunya lagi, tetapi tangannya dicekal oleh Jaffar. Vio dengan mudah melepaskan tangannya yang dicekal lalu langsung membuat Jaffar bertekuk lutut di hadapannya.

My Girly BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang