Part 9

244 57 0
                                    

"Saat mimpiku berubah menjadi kenyataan, maka aku akan bersujud pada Tuhan setiap harinya,

Saat mimpiku berubah menjadi kenyataan, aku janji akan selalu menjaganya,

Dan saat mimpiku berubah menjadi kenyataan, aku janji! Aku janji akan segera pergi,"

"Memang apa mimpi mu?"

"Ayah dan Bunda berdamai,"

"Mimpi mu akan terwujud lalu mengapa kau pergi?"

"Mimpi yang terwujud itu akan sia - sia jika aku masih tetap ada. Ayah tak menyukai ku. Bunda bilang aku bukan anak kandung ayah. Aku tau ayah sering memukul bunda dan aku juga tau kalau bunda sering menangis ditengah malam,

"Kebahagiaan seorang anak adalah saat melihat ke sekitar dan menyadari bahwa ada keluarga yang menyayanginya. Tetapi, berbeda denganku. Berulang kali aku melihat ke sekitar dan tetap hanya ada bunda disana. Tanpa ayah.

"Jika aku ingin melihat mereka bersatu, maka, aku yang harus mengalah. Nyatanya bagi ku kebahagiaan seorang anak ialah melihat orangtua nya bahagia. Aku bahagia ketika ayah dan bunda bahagia,"

"Apa yang ingin kamu ucapkan untuk ayah dan bunda mu?"

"Ayah, aku sudah menyerah, yah. Aku mengaku kalah. Nyatanya aku memang pengecut seperti yang sering ayah ucapkan padaku. Aku mohon, yah. Aku mohon bahagia kan bunda. Sudah cukup bunda menerima caci maki tetangga karena aku. Aku memang anak idiot. Aku tak bisa apa-apa, bahkan untuk menghitung perjumlahan pun aku tak bisa. Aku bodoh, aku tau itu. Walau ayah sering menghina dan memukul ku, aku akan selalu menyayangi mu, aku ... aku cinta ayah,

"Dan untuk bunda, tak usah merasa sedih, bun. Aku memang tak pantas ada disini, di kehidupan kalian. Hidupku berbeda dengan kalian. Jangan sedih lagi ya, bunda. Aku akan selalu lihat senyum bunda dari jauh. Tak apa. Aku akan menanggung rasa rindu itu, tetapi aku mohon, bahagia lah bunda."

"Aku, anak yang menyayangi orangtua nya,"

Keadaan di dalam rumah Iqbaal mendadak sepi. Semua fokus kearah televisi. Terlihat anak berusia 8 tahun yang sedang menjawab semua pertanyaan dari host acara. Hanya acara televisi biasa yang selalu menanyakan mimpi dari setiap orang. Tetapi kali ini, sebuah jawaban itu sungguh menyentuh hati. Bahkan Iqbaal sendiri sempat menitikkan air mata.

Iqbaal kembali memisahkan diri. Di ruang keluarga sudah ada ayah, ibu tiri nya, dan juga Tasya. Sebenarnya Iqbaal tak mau bergabung, tetapi ia dipaksa oleh sang ayah. Mau tak mau ia harus menurut.

Terjadi keheningan beberapa menit. Hanya terdengar suara orang bersahut-sahutan di televisi.

"Iqbaal," panggil ayah Herry. Iqbaal hanya menoleh sekilas.

"Kamu sama Tasya kenapa?"

Pertanyaan biasa, tetapi bisa membuat Iqbaal dan juga Tasya terdiam menunduk.

"Ada apa? Biasanya Tasya manja banget sama kamu. Tapi, dari ayah sama bunda pulang sampe sekarang, kalian diem - diem aja."

Bunda Thalita juga menyadari kelakuan kedua anak tirinya yang tak biasa itu, "Nggak kenapa - napa. Iqbaal lagi nggak mood aja buat ngobrol," Jawab Iqbaal santai.

"Tasya? Kamu kenapa?" tanya bunda Thalita. Tak sengaja ia ketika melihat Tasya sedang menghapus air mata.

"Kalian lagi ada masalah?" tanya ayah, dan tak ada jawaban apapun yang keluar dari bibir kedua anak nya itu. Ayah Herry menghela napas.

"Dua hari yang lalu, bibi bilang Tasya sakit. Sakit apa?"

"Gak papa, yah. Tasya cuman lagi banyak pikiran aja waktu itu," jawab Tasya.

I'm YoursМесто, где живут истории. Откройте их для себя