Part 8

333 80 17
                                    

Kata orang, apapun itu asalkan orang yang kita sayang bahagia walau bukan karena kita sendiri itu saja sudah cukup.

Beda orang beda pendapat, tentu saja. Lain halnya dengan Iqbaal, pagi-pagi sekali ia sudah disuguhi pemandangan yang sungguh amat merusak moodnya. Ia yang sengaja datang pagi untuk bertemu dengan Zidny, malah harus mendapatkan tontonan yang membuat nya kesal. Di depan nya saat ini Zidny sedang tertawa bercanda bersama Karel. Apa-apaan kayak gitu di koridor, dasar tukang modus, batin Iqbaal.

Iqbaal melotot melihat Karel yang dengan seenaknya merangkul Zidny. Dengan cepat Iqbaal menghampiri lalu berusaha mengambil celah di tengah-tengah diantara mereka.

"Hai, Zee."

Karel dan Zidny awalnya terkejut melihat aksi Iqbaal, namun Karel yang langsung mengerti maksudnya langsung memasang muka jengkel.

"Iqbaal? Tumben dateng pagi," ucap Zidny langsung merangkul lengan tangan Iqbaal. Sudah sangat biasa tingkah Zidny ini menjadi tontonan murid lain.

"Kangen sama Zee," rengek Iqbaal. Karel yang mendengar melongo sekejap. Kemana perginya Iqbaal yang selalu bersikap dingin? Mengapa jadi seperti ini?

"Halah bisa aja, tai kucing," jawab Zidny sembari menoyor pelan kepala Iqbaal. Tingkah Iqbaal pun semakin menjadi, ia menyenderkan kepala nya di bahu teman perempuannya itu.

"Anjir, berat elah..."

"Zid, gue duluan ya, mau ke perpus, minjem buku,"

Ucapan Zidny terpotong oleh Karel. Zidny bahkan baru menyadari masih ada Karel disini. Astaga!

"Eh..i..iya, rel. Makasih ya tadi tumpangannya,"  Karel hanya tersenyum lalu berbelok ke arah lain. Iqbaal yang mendengar sontak menegakkan kepala nya lalu memandang Zidny tajam. Sedangkan gadis itu terus saja berjalan santai menuju kelas.

"Karel pinter banget ya? Masih pagi aja udah rajin minjem buku," puji Zidny masih tetap berjalan, tanpa melirik sedikitpun kearah Iqbaal. Iqbaal sendiri tak membalasnya walau dalam hati ia sangat kesal mendengar Zidny memuji Karel.

"Zee, jelasin!" perintah Iqbaal ketika mereka berdua ---Iqbaal dan Zidny--- sampai dikelas. Zidny hanya melirik sesaat, lalu duduk di tempat duduk nya. Iqbaal pun sedari tadi terus mengikuti jalan gadis itu.

"Jelasin apa?" tanya Zidny yang akhirnya kesal karena Iqbaal selalu menatap nya tajam.

"Maksud 'tumpangan' tadi itu apa?"

"Tadi gue mau berangkat ke sekolah. Terus tiba-tiba di depan rumah gue udah ada Karel. Karel minta ijin sama bokap buat nganterin gue ke sekolah, papa awalnya nggak ngasih ijin karena takut gue dibawa ke tempat lain bukan ke sekolah, tapi Karel terus bujuk papa. Nah, papa luluh. Dan boleh deh," jelas Zidny sambil menatap mata Iqbaal. Posisi mereka tidak bisa dibilang dekat,tetapi juga tidak jauh. Zidny mengalihkan pandangannya karena tak kuat menatap mata coklat itu.

"Berarti mulai sekarang, gua yang bakal nganter jemput lu,"

Eh?

"Nggak lah. Nggak bakal dibolehin. Masih untung di kasih ijin sama bokap buat nganter gue pulang,"

"Tapi, pasti nanti Karel terus berusaha buat minta ijin nganter lu ke sekolah," jawab Iqbaal kesal. Bahkan saat ini matanya sudah melotot tajam menatap Zidny.

"Ya gapapa lah, rejeki buat gue. Berangkat sama pulang dianter cogan," mendengar jawaban Zidny, Iqbaal semakin melotot.

"Gue yang nggak suka anjir," sentak Iqbaal. Zidny mengangkat satu alisnya. Sebisa mungkin Iqbaal menahan tangannya untuk tidak mencubit pipi teman sebangku nya ini. Lucu menurut Iqbaal melihat ekspresi Zidny saat ini.

I'm YoursWhere stories live. Discover now