Part 6

491 97 8
                                    

Iqbaal memasuki rumah dengan tergesa-gesa. Tadi saat ia baru saja sampai di depan rumah Zidny, Danu menghubungi nya. Danu memberitahu kalau Tasya, adiknya pingsan. Makanya ia tadi buru-buru pulang dari rumah Zidny. Bagaimana pun Tasya adik yang sangat ia sayang. Wajar kalau ia khawatir.
Iqbaal membuka pintu kamar Tasya dengan kasar. Di dalam sana adik perempuan nya sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Iqbaal berjalan mendekat.

"Gimana bisa kayak gini?" ucap Iqbaal dingin tanpa melepaskan pandangannya pada Tasya.

"Ta..tadi, bibi mau nganterin makan malem non Tasya den, ta..tapi bibi malah ngeliat non Tasya pingsan di dalam kamar mandi dalam kondisi basah,"

Iqbaal menghela napas kasar. Ia mengacak rambutnya. Duduk begitu saja di samping tempat tidur. Iqbaal mengelus pelan rambut Tasya lalu mengecup dahi adik perempuan nya itu.

"Dokter bilang apa?"

"Kata pak dokter, non Tasya mungkin udah lama pingsan nya. Soalnya tadi muka non Tasya pucet banget, den. Terus pak dokter bilang kalau non Tasya lagi banyak pikiran, makanya stress gini."

"Ayah udah tau, bi?"

"Udah den, tapi kata tuan, dia baru bisa pulang lusa."

Hening. Semua diam. Iqbaal mengusap muka nya. Bahkan saat anak nya sakit, sang ayah tak peduli. Iqbaal ingin berteriak. Ia merasa gagal sebagai kakak.

Danu menepuk pelan bahu Iqbaal, lalu memberi kode pada laki-laki itu untuk mengikuti nya. Danu, Yanto, dan Kiki keluar dari kamar Tasya. Tak lama kemudian, Iqbaal menyusul setelah berbicara pada pembantu nya untuk menemani adik nya sebentar.

"Terserah lu mau percaya apa nggak. Tadi gua nggak sengaja baca buku yang awalnya itu ada di tempat tidur adik lu dalam posisi kebuka. Kayak nya itu diary punya adik lu. Sorry kalo gue lancang, tapi...."

"To the point aja, Dan," ucapan Danu terpotong oleh suara dingin Iqbaal.

"Oke, jadi intinya adik lu itu kena kayak brother complex gitu. Tadi Danu baca selembaran itu isinya tentang adik lu yang kesel karna lu suka sama cewek lain...."

"Nggak mungkin! Lu kalo ngomong yang bener dong!" Iqbaal melotot kearah Yanto.

"Tapi gue baca, baal. Dia kesel sama lu yang nggak ngajak dia jalan gara - gara cewek lain, dia...."

"Mungkin aja dia takut rasa sayang gue pindah ke Zidny, terus dia mulai mikir negatif, kalo gue bakal ninggalin dia." Iqbaal memotong ucapan Danu. Kiki memutar matanya jengkel.

"Tasya juga nulis disana kalau dia pengen lu ngeliat dia sebagai cewek, bukan adik," ucap Kiki dingin. Iqbaal membeku.

"Kalau lu nggak percaya lu bisa baca sendiri diary nya. Tadi gue taruh di meja belajar,"

Dengan cepat Iqbaal memasuki kamar Tasya. Ia mencari buku tersebut, tanpa mempedulikan pembantu nya yang menatap nya bingung. Setelah menemukan buku itu, Iqbaal mulai membaca nya dari lembar pertama. Iqbaal terlalu fokus membaca tanpa sadar ketiga sahabatnya ikut masuk ke kamar Tasya.

Tak lama kemudian, terdengar gebrakan dari meja belajar Tasya, membuat semua yang ada di dalam kamar melihat penuh ke arah Iqbaal.

"Sialan!" desis Iqbaal geram.

Iqbaal berbalik menatap adik nya yang masih terlelap di tempat tidur.

"Keluar semua!" ucap Iqbaal dingin, sangat tajam. Danu, Kiki, dan Yanto saja ikut merinding mendengarnya.

Setelah semua pergi, Iqbaal mendekat ke arah tempat tidur lalu duduk disamping Tasya yang berbaring. Ia sayang dengan Tasya, perasaan sayang seorang kakak pada adik. Tidak lebih.

I'm YoursWhere stories live. Discover now