Park Jimin : Akhir

117 15 2
                                    

|| Gadis Senja dibawah Langit Swedia || Park Jimin - Aninditya Rahma || AU || Random || 2500+ words || Shot Two ||

"Baiklah, kalau begitu ayo!"

"Ayo? Kemana?"

Ditya bertanya, dan aku hanya membalasnya dengan senyum simetrisku. Kemudian entah perintah dari siapa, otakku meminta tubuhku untuk menarik tangannya dan mengikutiku. Pada awalnya ia menolak hendak melepaskan sentuhan kami, namun pada akhirnya ia bangkit dan mengikuti langkahku keluar dari café ini.

"Aku ingin jalan-jalan. Kau mau menemaniku?" tanyaku padanya. Gadis itu tak menjawab, mungkin ragu. "Bukankah aku sudah bilang tadi? Percayalah padaku."

Aku sangat bersyukur saat gadis itu tersenyum dan mengangguk malu.

Jalan-jalan berdua bukankah itu romantis? Langit biru sudah akan berubah menjadi warna oranye. Bayangan kamipun juga mengikuti langkah dibelakang kami. Aku memang tidak lagi menggenggam tangannya, tapi ini lebih menyenangkan. Pasalnya, gadis yang memiliki tinggi badan sebatas pundakku ini beberapa kali membidikkan kamera canggihnya kejalanan. Sesekali ia berhenti jika ada suatu obyek menarik yang ia temukan.

"Jimin?" aku menoleh saat ia memanggilku. Kilatan blitz itu menerpa retinaku. Aku mengerjap sekali dan tersadar.

"Kau mencuri Ditya!" ujarku padanya, ia tak membalas dan hanya tertawa. Ia berjalan lambat untuk melihat hasil jepretannya. Melihat foto close up milikku dengan wajah terbengong tanpa ekspresi.

"Lihatlah! Kau lucu sekali jika seperti ini. Hahaha." Gadis berhijab itu menunjukkan layar kameranya dihadapanku. Aku tidak ikut tertawa sepertinya, aku hanya melengos karena sebal. Kemudian tersenyum karna ia terus tertawa.

"Kau ingin kemana? Aku tidak tahu tempat-tempat bagus lain selain yang pernah kami kunjungi. Ajaklah aku berkeliling."

"Banyak sekali Jimin, tapi sayangnya itu cukup jauh jika kita harus berjalan kaki." Ujarnya kemudian.

"Apa kita perlu naik taksi atau bus? Tidak masalah bagiku."

Aninditya, gadis berlesung pipi itu menggeleng cepat mendengar usulanku. Ia kembali berpikir untuk pada akhirnya ia menyebutkan sebuah komplek tak jauh dari posisi kami saat ini.

"Kau mau bagaimana? Sebentar lagi matahari tenggelam, aku harus sembahyang." Ucapannya mengingatkanku pada kewajibannya.

"Jam berapa kau sembahyang?" Gadis itu menengok matahari diufuk barat dan kemudian melirik arloji dipergelangan tangan kanannya.

"Sekitar sepuluh menit lagi. Jika kau tak keberatan aku akan mengajakmu kerestoran itu sebentar dan aku bisa melakukan kewajibanku disana." Gadis itu menunjuk sebuah gedung bergaya rumah panggung, atapnya terlihat unik dengan ujung-ujung lancip mencuat keatas disisi kanan dan kirinya.

"Tidak masalah, ayo!"

Berjalan sekitar lima meter, kukira tempat ini adalah bangunan beraksen kerajaan Tionghoa karna model atapnya yang seperti itu. Tapi saat aku melihatnya lebih dekat dan semakin jelas. Ternyata tidak, sangat berbeda dengan ekspektasiku.

"Tunggu sebentar ya, jangan kemana-mana! Aku hanya lima belas menit."

Ia kembali melenggang pergi, meninggalkanku yang duduk disalah satu bangku yang mampu menampung sekitar lima orang. Awalnya aku hanya diam sambil bermain ponsel, tapi suaraku pada akhirnya keluar saat satu dari pelayan restoran ini menghampiriku dan menawarkan banyak menu makanan dalam bahasa Inggris. Sebenarnya aku tak pandai berbahasa Inggris. Tapi setidaknya aku bersyukur karna Namjoon selalu mengajariku dengan sabar.

[BTS ISLAMIC] Gadis Senja dibawah Langit SwediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang