Yifan menatapnya, kemudian ke ranselnya dengan senyum kecut. "Oh, tidak, sekolah mengizinkanku meminjam salah satu dari loker besar ini karena perlengkapan polisiku tidak muat di loker kecil. Aku tak punya cukup waktu untuk tiba dan mengganti seragamku sebelum jam kerjaku mulai, jadi aku hemat sedikit waktu dengan cara ini," ujarnya. "Mana Si Wajan Besar?"

"Wajan Besar?" Baekhyun menurunkan alisnya, menoleh ke samping, tempat di mana Chanyeol seharusnya berada. "Oh... belum bertemu dengannya."

"Ah."

Jeda.

Baekhyun menaikkan pandangannya sedikit, kemudian ke sekeliling, untuk memperhatikan lingkungan sekitar mereka. Ia berharap Yifan tidak sedang terburu-buru pergi. "Dengar, saudaraku, yah, ia akan dibawa pergi besok. Aku tak tahu bila kau sudah mendengar berita terbaru, tapi ia melukai seorang siswa dari Jeon-Il cukup parah dan..."

"Dan kau mau aku bicara dengan "Tuan Besar" di kepolisian?"

Ia mengangguk.

"Aku ingin sekali membantumu, Wajan Kecil, namun saat sebuah kasus ditutup, kasus itu ditutup. Meskipun...," Yifan terdiam, "aku bisa membuatkan testimoni untukmu. Wajan Besar telah membantumu dulu dan kami pun menangkap banyak penjahat. TIndakan heroik seperti itu harusnya diberi penghargaan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi itu jelas lebih baik daripada tidak sama sekali, kan?"

"Sungguh? Kau... kau akan melakukannya?"

Yifan mengangkat jempolnya. "Aku akan mengirim faks pada temanku yang bekerja di kantor kepolisian sekitar sini. Namanya Kyungsoo, dan bila ia menerimanya, ia akan memberitahumu apa yang terjadi sebelum...," ia memeriksa jam tangannya, "jam enam sore."

"Terima kasih..." Baekhyun berucap, rasa kaget menumpuk di tenggorokannya, "Terima kasih..."

"Sama-sama, itulah gunanya teman." Yifan meninggalkan Baekhyun di ruang loker dengan tepukan lembut di bahunya.

Merasa jauh lebih baik daripada tadi, Baekhyun berjalan berdampingan dengan Chanyeol ke rumah. Ia sadar bahwa apabila semua tak berjalan lancar, ini akan menjadi perjalanan bersama-dari-sekolah yang terakhir. Ini tidak dapat disia-siakan, jadi ia membeli es krim di toko terdekat dengan sisa uang sakunya dan membelikan es krim favorit Chanyeol. Itu semacam ritual mereka yang akan sangat ia rindukan.

"Hei," kata Baekhyun setelah mereka melewati beberapa blok, tanpa mengatakan apa pun satu sama lain. "Maafkan aku soal sekolah. Kau... tak bisa pergi, dan lain-lain. Mereka seharusnya membiarkanmu tetap di sini setelah aku mengatakan hal itu pada semua orang..." Ia mungkin menggumamkan beberapa makian dalam satu napas, namun siapa yang tidak dalam situasi tak adil seperti ini?

Chanyeol menatap saudaranya dan menggeleng. "Tidak apa-apa," katanya.

"Tapi itu bukan tidak apa-apa, kau suka sekolah... Haah, kau mungkin menyukai sekolah lebih daripada semua orang di tempat itu dan kau ingin menjadi lebih pintar... dan kau ingin belajar. Itu... menggangguku karena mereka tidak membiarkanmu tetap bersekolah." Baekhyun berucap, menendang kerikil layaknya bola sepak, mengopernya di antara kedua kakinya sesekali.

"Tak mengapa," ulang Chanyeol. "Chanyeol tidak pergi ke sekolah untuk belajar... tidak begitu..."

Baekhyun menjilat es krimnya.

"Chanyeol... ingin pergi sekolah karena Baekhyun..." Senyum lebar merekah di antara kedua pipinya, "Karena pergi sekolah bersama Baekhyun membuat Chanyeol bahagia, karena Chanyeol... bukan, aku... ingin menjadi teman Baekhyun." Chanyeol menunduk selagi mereka berjalan, rambut ikalnya menutupi sebagian wajahnya. "Aku sangat senang... memakai seragam ini... dan makan siang bersama Baekhyun... dan menonton Baekhyun bermain sepak bola! Aku suka sekolah karena Baekhyun."

Baby's BreathWhere stories live. Discover now