13. Change my mind

6.8K 349 15
                                    

Udara dingin begitu menusuk ketika Justin menancap gas motornya dengan kecepatan tinggi. Dia baru ingat rengekkan Charisa yang meminta untuk ditraktir karena tidak membawa dompetnya. Ah, berlipat sudah rasa bersalah Justin. Pasti sekarang Charisa masih menungguinya dengan setia. Ketika sampai, Justin langsung menepikan motornya dan berlari menuju kedai itu. Kedai tersebut terlihat sudah tutup namun pintunya masih terbuka, lalu keluarlah pemilik kedai itu tersenyum kecil melihat Justin.

"Kedainya sudah tutup. Kau bisa kembali besok." ucapnya sopan, Justin mengeleng.

"Maaf, nyonya. Apa kau melihat temanku, dia seorang gadis." pemilik kedai itu terlihat berpikir lantas menganguk cepat.

"Baru sekitar sepuluh menit yang lalu dia sudah pergi. Ah, apa kau temannya? Seharusnya kau tak meninggalkannya dalam keadaan terluka seperti itu. Dia bahkan tak bisa berjalan dengan benar. Dia menangis sepanjang hari."

"Aku sudah menyuruhnya untuk pulang sejak siang, tapi dia tak mau dan tetap menunggumu. Dia sepertinya sangat yakin kau akan kembali. Lalu, dia menyerahkan tasnya ini sebagai jaminan karena belum membayar makanan kalian tadi." Justin menahan nafasnya mendengar penjelasan pemilik kedai itu. Ah, Charisa selalu saja membuatnya khawatir.

Pemilik kedai itu menyerahkan tas Charisa pada Justin, sedangkan Justin langsung memberikan uang untuk membayar makanan mereka tadi.

"Sampaikan salamku untuknya ya, jika kau pergi sekarang kemungkinan besar kau akan menemuinya dijalan." Kata sang pemilik kedai. Justin menganguk.

"Terimakasih, nyonya. Sampai jumpa." Justin berlari mendekati motornya lantas kembali melarikan motornya dengan kecepatan tinggi. Perasaannya tidak enak, di tambah gelap malam begitu membuatnya merinding. Cih. Si penakut itu, apakah dia benar-benar pulang sendirian? Ah, Justin tak henti-hentinya melirik kanan dan kiri jalan untuk memastikan Charisa ada disana.

Namun, nihil.
Jalanan sepi menyabutnya. Hanya semilir angin malam dan beberapa kendaraan yang menemaninya. Justin menghentikan motornya tepat di dekat pohon besar, matanya menyipit melihat sosok gadis yang sangat dia kenali.

Charisa.
Gadis itu menangis. Oh, tidak. Lebih tepatnya meringgis. Justin langsung turun dari motor dan berlari mendekati Charisa.

"Charisa, kau.. Apa kau baik-baik saja?" tanya Justin terbata-bata melihat darah yang sudah kering pada kedua telapak tangan yang Charisa tengah tiup sambil sesekali meringgis. Charisa bungkam, melirik-pun tidak. Baru Justin akan berbicara lagi Charisa sudah bangkit dan berjalan tertatih meninggalkan Justin yang menyerukan namanya.

"Charisa, dengar kan aku!"

"Charisa, bisakah kau mendengarkan ku?"

"Apakah aku sudah terlambat." Charisa berhenti melangkah dia membalikkan tubuhnya sambil menatap Justin dengan tatapan kosong.

"Bagaimana bisa gadis bodoh sepertimu mempermainkanku? Aku salah, aku minta maaf. Tidakkah kau mengerti?" jika sedang tidak dalam rasa kecewa yang berat mungkin dia akan berlari dan langsung memeluk Justin. Tapi, rasa kecewanya sepertinya sudah melebihi rasa sukanya pada Justin.

"Bisakah kau tidak membuat orang lain khawatir, sekali saja? Kau sungguh pengacau. Hidupku kacau semenjak kau ada disana." mata Justin memerah saat mengatakan itu. Dia sungguh kesal dengan kecerobohan yang selalu Charisa lakukan.

"Jika bisa memilih, aku tak pernah menginginkanmu dalam hidupku." Charisa memejamkan matanya ketika Justin mengatakan itu merasakan dengan jelas dadanya yang sesak.

"Aku membenci segala hal tentang dirimu yang membuatku khawatir. Aku-"

"Aku-pun membenci diriku Justin. Aku membenci diriku yang bodoh, aku membenci diriku yang terlalu menyukaimu, aku membenci diriku yang mudah memaafkanmu sebesar apapun kesalahanmu. Memang ini kebodohanku, tapi aku tak pernah menyesal menyukaimu." Ungkap Charisa sambil terisak.

"Kau-"

"Aku yang akan pergi. Menjauh hingga mungkin sedetik-pun kau tak akan melihatku. Aku yang akan menyerah."

Justin terdiam tangannya mengepal keras karena tak bisa mengatakan apa-pun.

"Aku minta maaf karena selama ini aku menyukaimu, memaksamu, dan selalu membuatmu lelah dengan sikapku. Aku sudah sejauh ini membuatmu lelah denganku, aku-pun lelah Justin." Isaknya sambil mengeleng. Justin menelan ludahnya, lidahnya kelu tak bisa menyanggah ucapan Charisa.

"Aku lelah memperjuangkan orang yang tak pernah mengangapku."  Perkataan Charisa menohok Justin, membuat laki-laki itu merasa begitu berengsek dan menjadi pecundang besar.

"Aku selalu iri dengan Anne, dia bahkan tak pernah berjuang sedikit-pun tapi dia mendapatkan perhatian. Sedangkan aku yang berjuang mengabaikan rasa gengsi-ku kau abaikan, hanya kau anggap angin lalu. Ya, Charisa tetaplah menjadi Charisa. Gadis yang Justin benci, gadis pengusik ketenangan. Gadis bodoh, otak udang. Seperti yang kau katakan." Charisa terkekeh, merasa geli dengan dirinya sendiri.

"Charisa kau.."

"Aku tak bisa mengatakan bahwa aku berhenti menyukaimu, aku hanya mengatakan aku akan berhenti menunjukkan rasa sukaku padamu. Aku lelah."

"Kau benar, sudah seharusnya kau melupakanku. Orang yang tak tertarik sedikit pun padamu. Baiklah, terimakasih karena sudah mau melupakanku." Apa? Charisa menelan ludahnya kuat, dia benar-benar mendengar perkataan Justin yang lagi-lagi menusuknya itu.

"Justin, mungkin.. Mungkin jika aku berubah pikiran dan tetap bertingkah di depanmu lagi, bisakah kau ingatkan bahwa air mataku sudah menetes sejak siang tadi karenamu yang bahkan aku tak pernah menangisi orang tuaku selama itu." Ujar Charisa bergetar. Kali ini Justin hanya menatap Charisa dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Ingatkan aku tetang betapa besar penolakkan yang selalu kau berikan. Ingatkan aku, seberapa lama luka di hatiku yang sobek bisa mengering. Ingatkan aku, aku selalu terluka karenamu, ingatkan aku bahwa luka yang kudapat malam ini karena keegoisanku menahanmu. Kau hanya perlu mengingatkan itu, maka pasti akan kembali menjauhimu." Justin ingin berbicara, dia ingin menghentikan Charisa tapi gadis itu lagi-lagi berbicara.

"Begitupun aku, aku akan mengingat malam panjang yang aku lewati dengan sobekkan pada hatiku karenamu. Aku akan mengingat tatapan bencimu yang tak pernah menginginkaku. Aku akan selalu mengingatnya agar aku tak pernah berubah pikiran lagi." itulah kata-kata terakhir Charisa sebelum gadis itu pergi meninggalkan Justin dengan sejuta penyesalan yang dia sendiri tak bisa ungkapkan.

=======

Hai, selamat siang^^
Maaf typo, kurang nyesek dan makin ngawur. Semoga suka heehe^^
Terimakasih buat vote dan komen di part kemarin. Ditunggu lagi vote dan komen penyemangatnya ya!^^

Love, naw.

Childish Vs. Arrogant [END]Where stories live. Discover now