26

50.7K 3.3K 188
                                    

"Obstacles are put in your way to see what you want is really worth it for."
Anonymous

•••

Edward merubah posisinya menjadi posisi duduk. "Ellena? Untuk apa kamu telepon saya?"

Ellena tertawa licik di seberang sana. "Saya hanya memberitahu kalau anak anda ada bersama saya. Dia akan aman jika anda menuruti perintah saya. Dan anak anda akan celaka bahkan anda tidak akan melihatnya lagi jika anda melapor pada polisi dan tidak menuruti perintah saya. Saya akan melepaskan anak anda jika perusahaan milik anda di ubah menjadi atas nama saya."

Dan Ellena memutuskan sambungan teleponnya. Ia berdecak kesal. Rahang serta pundaknya mengeras. Dadanya bergemuruh. Tangan kirinya mengepal kuat-kuat. Tak habis pikir dengan mantan istrinya yang sudah gila itu. Ia tidak dapat berpikir bagaimana caranya mengakali masalah ini. Otak serta hatinya sudah terlebih dahulu memanas. Menyulitkan dirinya untuk berpikir jernih.

Rio yang sudah mencari Rachel dan bernasib sama seperti Edward yakni ia tidak menemukan gadis itu. Hampir semua tempat sudah ia jelajahi. Termasuk tempat yang sering di kunjungi Rachel. Namun percuma saja, karena nyatanya, Rachel sekarang sedang berada di dalam gedung tua yang jauh dari kota ini.

"Gimana Om? Rachel udah ketemu?"

Edward menggeleng lemah sebagai jawaban. Rahangnya mengeras. Punggungnya merosot. Otaknya masih terus berputar, mencari jalan keluar dari masalah ini. Ia tidak mungkin memberi perusahaan yang sudah ia rintis susah payah untuk wanita itu. Tapi ia juga tidak mungkin membiarkan anak semata wayangnya harus celaka.

Rio membuka suara, "Yaudah, aku cari Rachel lagi ya Om. Semoga kali ini ketemu."

"Tidak perlu. Ini sudah terlalu malam, lebih baik kamu pulang Rio. Terimakasih kamu udah bantuin Om cari Rachel," sanggah Edward dengan cepat.

Rio tersenyum pahit mendengar nada sedih dalam kalimat itu. "Nggak papa, Om. Biar saya cari Rachel sampai ketemu."

"Tidak perlu, Rio. Kamu pasti lelah karena mencari Rachel seharian. Biar kita lanjutkan mencarinya besok. Kamu lebih baik istirahat, Ibumu pasti mencemaskanmu," ujar Edward seraya menepuk pundak Rio.

Rio tersenyum tipis. "Oke. Saya pulang dulu ya, Om."

Edward membalasnya dengan anggukan kecil seraya melambaikan tangan ke arah Rio yang kini sudah hilang bersama mobil sport miliknya.

Edward membanting tubuhnya di kasur. Tangannya terulur mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Ia melonggarkan dasinya yang terikat kencang.

Edward tak sanggup membayangkan jika wanita itu menyiksa putrinya, ia mengerang kencang di buatnya. Membayangkannya membuat dada Edward seperti di hujami ribuan tombak secara bersamaan.

Ia tidak akan membiarkan putrinya di siksa oleh wanita itu. Oh jangankan menyiksa, melukainya saja ia tidak akan tinggal diam. Sungguh, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sesuatu yang buruk terjadi pada putrinya.

Bi Ima datang dengan secangkir teh hangat di tangannya. Edward yang melihat itu pun mengisyaratkan untuk menaruh teh itu di atas meja. Mengetahui itu, Bi Ima langsung menaruh teh buatannya di atas meja tanpa berkata sepatah kata pun.

Bi Ima pergi dengan perasaan sedih melihat Tuannya sangat kacau seperti itu. Yang lebih membuatnya sedih adalah, Rachel yang sudah ia anggap anaknya sendiri hilang.

Broken HomeOnde as histórias ganham vida. Descobre agora